43|TRAGEDI KELAM

675 104 15
                                    

"Sini kamu! Jadi anak tuh jangan sok keren!" Seorang bocah laki-laki sekitar umur 13 tahunan berjalan sambil menyeret anak laki-laki yang bernotabe sebagai teman sekelasnya.

"Aku nggak mau! Lepasin!" Anak laki-laki dengan tas ransel biru itu memberontak meminta dilepaskan.

Brak!

Tubuhnya terhempas menghantam dinding gudang sekolah. Alex bangkit sambil memegangi kepalanya yang berdarah karena memang dahinya yang mendarat lebih dulu sewaktu menghantam tembok.

"Gak ada yang bisa ngalahin aku disini! Di sekolah ini cuma aku yang berkuasa. Semua pujian hanya akulah yang pantas mendapatkannya!" teriak lelaki itu dengan lantang.

Alex tersenyum miring. "Aku tau kamu iri," ucapnya berhasil membuat emosi temannya tersebut kembali meletup.

Lelaki itu menatap kedua temannya yang hanya menonton dari ambang pintu. "Ikat dia," suruh nya.

Alex hendak kabur, akan tetapi, tiba-tiba saja kakinya tersandung tali sepatu hingga membuatnya ambruk di atas lantai.

Dan kini tubuhnya sudah terikat di sebuah bangku kayu lapuk. Dua ember air got kembali mengguyur tubuhnya. Sudah biasa dia di perlakukan seperti ini. Alex hanya bisa diam dan pasrah.

Riuhnya suara tawa saling sahut menyahut diarea setempat. Tak lama pintu gudang terbuka lebar—menampakkan sosok lelaki berkulit langsat, kurang lebih berusia lima belas tahunan. Wajahnya merah padam menahan amarah.

"Beraninya kalian!" Dia mendesis kemudian segera melumpuhkan kedua lawannya. Dan sekarang tinggal tersisa satu orang, yaitu lelaki yang berstatus sebagai penguasa sekolah.

Lelaki itu tampak santai. Tidak ada gurat ketakutan di wajahnya.

"Naz, sialan!" Sebuah pukulan berhasil mendarat di pipi lelaki yang diketahui bernama Naz itu.

Anak itu bangkit, namun kembali terhuyung kala sebuah tendangan mendarat di wajahnya. Darah segara mengalir dari hidung.

Lelaki yang tidak diketahui namanya itu segera berjalan untuk melepaskan ikatan di lengan Alex. Tetapi, lelaki itu mendadak menjerit saat sebuah benda logam berujung runcing menembus kulit bahunya.

"Naz! Taro pisaunya! Kamu jangan gila!"

Naz, lelaki itu menyeringai lebar sembari kembali mengacungkan pisau lipatnya. "Aku emang gila. Sudah kubilang akulah yang berkuasa di sekolah ini!" tekannya. Tak sampai tiga detik pisau tersebut kembali mendarat di punggung lelaki yang berstatus sebagai kakak kelasnya.

"Arghhh!" Erangan panjang terdengar sampai ke koridor. Tetapi tidak ada satupun orang yang dapat mendengarnya lantaran semua penghuni sekolah sudah pulang siang tadi. Sementara saat ini gugusan jingga mulai membentang di hamparan mega.

"Jangan ... aku mohon," pinta Alex. Air matanya mengalir begitu saja.

Naz mengeluarkan sebuah pemantik lalu kemudian membakar baju seragam milik lelaki yang saat ini tengah terkapar bersimbah darah.

Percikan api mulai membakar kain tersebut. Hingga lama kelamaan apinya mulai membesar dan melahap mentah tubuh lelaki itu.

"TIDAK!"

Alex membuka kelopak matanya. Pemuda itu menegakkan tubuh lalu memeluk erat kedua lututnya. Mengapa? Mengapa tragedi itu kembali menghantuinya? Padahal sudah sekitar lima tahun lamanya Alex mencoba mengubur memori itu dalam-dalam.

Lelaki itu turun dari ranjang. Sepertinya ia butuh udara segar untuk menenangkan pikiran. Sudah dua hari Alex berdiam diri didalam rumah lantaran menjalankan skorsingnya. Ditambah Virgo yang tidak mengizinkannya untuk nongkrong bersama teman-teman sebelum masa skorsingnya usai. Lebih parahnya, jam belajar bersama guru private ditambah tiga kali lipat.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang