36|RASA YANG ABSTRAK

633 115 126
                                    

Alex menatap Isya yang tengah bermain bola basket. Ia sedang menanti gadis itu untuk meminta penjelasan tentang kemarin malam. Alex merasa gadis itu adalah seorang penguntit. Dimana ada Alex, disitu ada Isya.

Coba ingat kembali kejadian waktu di lapangan utama, skate park, dan di sirkuit. Gadis itu selalu ingin menjatuhkan imagenya.

Alex hanya penasaran bagaimana gadis itu bisa sampai ke sirkuit? Itupun sendirian. Secarakan sirkuit Genjreng jauh dari jalanan kota. Mustahil Isya dapat menjangkau tempat tersebut.

Namun, entah mengapa Alex merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia takut tanpa alasan. Takut kehilangan Bocil nya. Takut terjadi sesuatu pada gadis itu.

Entah perasaan seperti apa itu? Alex pun tidak tau. Yang jelas rasanya masih sangat abstrak.

Sama halnya dengan Isya, ia pun merasa begitu. Akhir-akhir ini jantungnya selalu berpacu kencang ketika berada di dekat Alex. Isya pun bingung dengan perasaannya. Ambigu, itulah yang di rasakan Isya saat ini.

Yang jelas tanpa mereka sadari, kedua remaja itu saling menyimpan rasa satu sama lain. Rasa apakah itu? apakah rasa benci? Rasa suka? Ataukah ... rasa cinta? Entahlah, hanya waktu yang bisa menjawab.

Merasa di perhatikan, Isya pun menolehkan kepalanya. Mata mereka saling menubruk satu sama lain. Dan entah setan apa yang merasuki Alex hingga lelaki itu tersenyum kepada Isya.

Isya yang diberikan senyuman manis seperti itu, sontak hatinya berdebar kencang. Gadis itu memutuskan kontak mata, lalu kemudian kembali berlatih menembak bola ke dalam ring.

Alex merutuki dirinya. Kenapa dia bisa melakukan hal konyol seperti itu? Sudahlah. Alex tak ingin ambil pusing, ia segera beranjak menghampiri gadis itu.

"Ikut gue." Alex menarik tangan Isya keluar dari lapangan.

"Eh? Mau kemana?"

Alex tidak mengindahkan pertanyaan Isya. Cowok itu terus menariknya menaiki tangga. Baru setelah sampai di rooftop, Alex melepaskan cekalan nya. Kemudian bertanya to the poin, "Gimana caranya lo bisa sampe ke sirkuit?"

"Isya akan jawab, tapi Alex juga harus jawab pertanyaan Isya. Kenapa Alex ingin di takuti banyak orang?" tanya Isya balik.

"Gue gak perlu jawab pertanyaan lo ... cepetan jawab pertanyaan gue!"

"Gak mau."

"Lo mau jadi babu gue lagi? Lo gak inget udah rusakin motor gue sama hilangin uang taruhan lima puluh juta?!" ancam Alex.

Isya menggeleng pelan. "Semalem Alex yang bawa Isya kesana."

"Gue?" tanya Alex tak mengerti.

"Iya. Isya sembunyi di bagasi mobil Alex." Pengakuan Isya tersebut, membuat Alex mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Cewek bego! Ngapain lo lakuin itu? Lo gak tau apa tempat itu berbahaya ...? Kalo lo kenapa-kenapa, gimana?!"

"Alex khawatir sama Isya?" Tanpa diduga, pertanyaan tersebut tercetus dari mulut Isya.

Alex bungkam untuk beberapa detik. Kemudian berkata, "Jangan ge'er! Ngapain gue harus khawatir sama lo?"

"Karena Alex peduli sama Isya. Alex gak pengin liat Isya terluka, 'kan?" jawab Isya asal.

Ya. Alex mengakuinya. Ia peduli pada Isya, sangat peduli. Tapi, itu hanya sebagai rasa kemanusiaan, tidak lebih.

"Lo gak seistimewa itu sampai harus gue peduliin!" Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Alex langsung pergi begitu saja.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang