74|TERTEMBAK

77 12 0
                                    

"Bajingan!"

Alex langsung menerjang tubuh Raylen. Memukulinya dengan membabi-buta disertai kilat amarah yang terpancar jelas dimatanya.

"Berani lo nyakitin dia!"

Seperti orang kesetanan, Alex menghajar Raylen tanpa ampun. Raylen yang tidak diberi kesempatan untuk menyerang balik, hanya bisa terdiam menerima pukulan Alex yang begituan menyakitkan.

Dirasa sudah melumpuhkan Raylen, Alex segera mengambil kunci yang tergeletak diatas meja dan membuka ikatan ditangan kaki serta leher Isya. Memeluk gadisnya dengan erat, menghirup aroma strawberry yang sejak kemarin ia rindukan.

"Gue disini. Lo bakalan baik-baik aja. Jangan nangis. Cengeng banget sih jadi orang!" cibir Alex seraya menghapus air mata Bocilnya.

"Sakit? Sini biar gue obatin pake sihir cinta." Alex meniupi lengan Isya dengan penuh kelembutan.

"Masih sakit?"

Isya menggeleng pelan. Ya, rasa sakitnya sedikit berkurang. Entah sihir apa yang Alex gunakan? Mungkin memang sihir cinta. Efeknya sangat berjalan dengan cepat.

"Tenang, oke. Gorila udah ada disini. Liat ini." Alex memperlihatkan otot-otot kekarnya. "Gak ada yang bakalan bisa ngalahin gue," tambahnya dengan sombong. Tak sia-sia, ternyata leluconnya itu berhasil mengembalikan tawa Isya.

Mata Isya melebar saat Raylen bangkit dan memukul tengkuk Alex menggunakan tongkat baseball.

"Alex!"

Cowok itu terkapar. Ia mengerang merasakan nyeri yang menjalar.

"Lo kira semudah itu ngalahin gue?!" desis Raylen tersenyum smirk. Tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Raylen menindih tubuh Alex untuk membalas pukulannya.

Darah segar keluar dari mulut serta hidung Alex. Tak hanya itu, kepalanya juga bocor akibat terbentur ujung meja kaca.

"Cil, lari!" titah Alex dengan sisa kesadarannya.

"Tap—"

"Lari sekarang!"

Nyalinya menciut. Isya pun bangkit dan mulai berlari. Namun, suara berat dan dalam berhasil menghentikan langkahnya.

"Larilah sebisa mungkin. Satu langkah lagi maju, nyawa lo melayang!"

Raylen menodongkan pistol kearah Isya. Wait, dari mana senjata itu muncul?

"Bangsat!" Alex mengumpat. "Dasar iblis jahanam!"

Raylen tertawa bak seorang iblis. "Ya gue emang iblis, lebih tepatnya iblis pencabut nyawa!"

"Jadi, siapa yang ingin mati duluan? Lo ...? Atau cewek lo?"

"Jangan berani lo sakitin cewek gue!" Murka Alex sambil berusaha bangkit.

"Oiya? Mari kita lihat."

Raylen menyeringai lebar. Jemarinya sudah siap menarik pelatuk. Dan ....

"Selamat tinggal, baby."

Dor.

Tunggu, kenapa Raylen menembak Isya? Bukankah Raylen mencintai Isya? Tentu saja Raylen hanya mencintai Isya karena nafsunya. Nafsu ambisi untuk membunuh. Itulah yang dirasakan seorang psikopat. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari membunuh, mendengar jeritan dan teriakan.

Tapi, tunggu. Bukan Isya yang tertembak melainkan Alex. Cowok itu mendorong tubuh Isya hingga peluru mengenainya. Lelaki itu tersenyum manis kepada Isya menampilkan senyum terbaiknya sebelum akhirnya terkapar bersimbah darah.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang