19|KEBENARAN

936 147 55
                                    

"Nah ...! Ketemu!" teriak Arthur yang
langsung berlari ke ruang utama.

Ia menyodorkan sebuah botol, yang
entah apa isinya. "Pake ini, nodanya
dijamin ilang."

Noda itu benar-benar sialan! Lihatlah,
Alex sudah mencoba tujuh macam
sabun, tetapi tetap saja nodanya tidak
mau minggat seolah sangat betah
berada di pipi mulusnya.

"Ini apa?" tanya Alex bingung.
Pasca kejadian tadi, cepat-cepat ia
membuang plester pulkadot tersebut. Ayolah, gadis itu benar-benar sudah merendahkan harga diri seorang Alexandre! Plester pulkadot? Warna pink? Benar-benar konyol!

"Jelantah."

"Dapet dari mana?"

"Dapur," jawab Arthur seraya
melangkah mundur.

"Bekas apa?" Alex terus mencecar,
dengan tatapan penuh selidik lantaran curiga terhadap diskriminasi Arthur yang tiba-tiba.

"Goreng pete." Kini Arthur sudah
bersembunyi di balik sofa, berjaga-jaga apabila Alex mengamuk kepadanya.

"Najis!" Alex melempar botol itu asal.

"Ya udah. Biarin aja tuh cetakan bibir
Isya terpampang jelas di pipi Lo," cibir Arthur lantas duduk
di samping Ciko.

"Lex, coba pake oli, pasti
berhasil," saran Ciko.

"Ingin ku berkata kasar," sahut Alex
seraya memijat pelipisnya yang terasa
pusing.

"Tinggal ngomong. Gak ada yang
ngelarang," timbrung Arthur.

"Takut dosa."

"Elah, dosa lo udah numpuk kali,"
sarkas Arthur terkekeh pelan.

"Jangan pake oli, nanti muka lo item.
Mending pake semen," saran
Alvin.

"Jangan mau! Nanti muka lo kaku
macam kanebo kering." Arthur
menatap Neervan sekilas, yang di balas ekspresi datar oleh lelaki itu.

"Udah, Lex. Tenang aja, entar gue beliin sabun cuci dengan kekuatan sepuluh ribu tangan, biar cepet ilang tuh noda," tandas Ezzy.

"Entar gue beli sabun mandi, terus kita campur tuh sabun. Itung-itung buat eksperimen," celetuk Nattan, ikut menghayati guyonan sahabat-sahabat sengkleknya.

"Astaghfirullah, astaghfirullah,
astaghfirullah. Resiko punya temen
goblok," gumam Alex sambil mengusap dadanya.

"Shit! Hari ini pelajaran Bu Wati, bisa
di gebukin gue kalo gak ngumpulin
tugas," resah Nattan. Mengingat Bu
Wati termasuk kategori guru killer,
pastinya ia tidak akan bisa lolos begitu saja. Terlebih, pukulan maut penggaris besi Bu Wati sudah tidak dapat diragukan lagi.

"Krik-krik ... waktunya pesta. Happy-happy aja dulu, sekolah mah belakangan." Arthur mendorong sebuah food trolley yang berisi aneka makanan dan minuman.

"Thur, lo itu harus sekolah. Biar gak
bego mulu," ceramah Nattan.

"Lah, 'kan ini juga lagi di sekolah," sahut Arthur. Lalu kemudian menata makanan di atas meja.

"Maksud gue harus belajar!" geram
Nattan. Emang yah, resiko orang telmi, ya gini. Begonya natural.

"Halah, percuma! Otak gue sama
pelajaran itu bagaikan plankton vs
tuan krab. Kagak pernah akur, udah jadi musuh bebuyutan sejak dini," jawab Arthur. "Gue sekolah bukannya pinter malah tambah goblok," imbuhnya, menggeleng miris.

"Ya iyalah, orang temennya juga kagak ada yang bener. Pada sableng semua," timbrung Ciko sembari menikmati Margarita.

"Tarik yeuh!" celetuk Arthur, lekas
mengambil minuman Malibu.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang