32|MALAM MINGGU

653 106 15
                                    

Tetap double up, meskipun sepi. Xixixi. Jangan lupa vote komennya, ya, Juleha. Awokwok.  🤸

∆∆∆

Apakah kalian termasuk kedalam siswa-siswi yang rajin bersekolah? Coba lihatlah Alex, meskipun terluka cukup parah, ia tetap pergi ke sekolah.

Namun, bukannya belajar, lelaki dengan kepala terbalut kasa steril itu malah nongkrong di kedai mang Dadang. Tak lupa di temani para ce'esnya.

"Lex, ini untuk ke sepuluh kalinya, gue nanya kenapa lo terluka parah kayak gini?" desak Alvin penasaran.

"Lo pasti tawuran, 'kan?" tebak Arthur.

"Kenapa gak ajak-ajak, Lex?" Ciko yang tengah mengunyah permen karet, menimpali.

Alex masih bungkam—menikmati setiap tegukan es cendolnya. Bukannya dia bolot, hanya saja Alex tidak memiliki jawaban dari pertanyaan teman-temannya. Yakali dia harus menjawab dirinya terluka karena menyelamatkan Isya? Oh, no. Harga dirinya bisa tersakiti. Gini nih, konsekuensi memiliki jiwa bergengsi.

"Gue curiga nih anak beneran bolot," celetuk Arthur sembari menepuk-nepuk bahu Alex.

"Berisik Lo pada!" desis Alex setelah menghabiskan tegukan terakhirnya.

"Lah, gue kira beneran bolot. Lex, nyahut dari tadi, kek," celetuk Ciko.

"Kalian pengin tau jawabannya?" tanya Alex.

"Ya!" balas Arthur, Alvin, dan Ciko bersamaan. Sementara Nattan dan Ezzy hanya mengangguk. Neervan? Ah, ya. Cowok itu hanya diam membisu, menjadi penonton.

"Ini gegara gue punya temen sableng macam kalian. Makannya otak gue stress mulu, dan akhirnya terluka parah kayak gini!"

Krik

Krik

Krik

"Apaan, sih, anjir? Kok jawabannya garing banget!" Ciko berujar sewot.

Alvin menimbrung, "Salah server, Lex."

"Yuk, bongkar kepala si Alex, yuk. Siapa tau saraf otaknya pada putus," olok Arthur—menunjuk-nunjuk kening Alex.

"Udahlah, susah emang ngomong sama pentolan monyet!" Alex bangkit, kemudian segera pergi dari sana. Dia takut jika kelamaan bersama sahabat-sahabatnya, ia akan menjadi gila.

Seorang gadis datang dengan seutas senyuman lebar. Menghadang langkah kaki Alex sambil membawa aneka warna dan bentuk lolipop di kedua tangannya.

"Ini ...." Isya menyodorkan lolipop tersebut. "Sebagai ucapan terimakasih."

Soal perihal interogasi Satria, ia sudah lolos dengan alasan mengejar tukang es krim sampai kesasar dan gak tau arah jalan pulang.

Alasan yang sangat estetik, bukan?

Alex menerimanya, membuat Isya tersenyum senang. Namun, detik berikutnya, senyumnya pudar perlahan. Alex membuang lolipop nya ke dalam tong sampah.

"Jangan ge'er. Kemaren gue nolongin Lo karena Lo masih jadi babu gue. Masih banyak pekerjaan yang harus Lo jalani selama dua bulan ini."

"Kenapa Alex gak pengin ngakuin kebaikan Alex?" Lagi, pertanyaan itu yang keluar dari mulut Isya.

"Lo bisa gak sih, jangan nanya hal itu terus? Kayak gak ada pertanyaan lain aja!"

"Kenapa Alex nunjukin kejahatan Alex pada dunia? Kenapa gak nunjukin kebaikannya aja?"

"Berisik. Udah, mending sekarang Lo pergi dar—"

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang