52|THE MOMENTUM

548 88 9
                                    

"Alex, dengerin gue dulu." Nara mencekal lengan Alex, berusaha menghentikan langkah kaki lelaki tersebut.

"Lo jangan kayak gini. Coba jelasin kenapa lo tega ngelakuin itu sama Isya?" Masih pagi, namun suasana setempat sudah terasa panas. Mungkin faktor dari emosi Alex yang tidak stabil.

"Gak ada yang perlu dijelasin." Alex berujar sembari membuang wajah.

"Alex, lo percaya, 'kan sama gue?" tanya Nara lembut.

Alex menghela nafas, kemudian mengangguk pelan. Ia merogoh ponselnya, lantas memberikannya pada Nara.

"Lo liat itu. Kemari dia janji sama gue bakalan jaga jarak sama Satria. Tapi apa yang dia lakuin ...?" Alex tersenyum miring. Hatinya terasa begitu sakit.

Nara menggeleng cepat. "Jadi alasannya cuma ini? Lo salah paham, Lex. Kejadian yang sebenarnya bukan kayak ini," ungkap Nara. Gadis itu bersedekap dada sembari menggeleng miris. "Kemarin waktu di lapangan, Isya jatuh. Kakinya keseleo, dia nggak bisa jalan. Beruntung ada Satria, dia gendong Isya ke UKS. Jadi, lo jangan salah paham sama dia," jelas Nara meluruskan kesalahpahaman tersebut.

Alex mengingat kembali memori waktu di pesta tadi malam. Benar saja, ia baru menyadari jika saat itu Isya berjalan dengan kaki terpincang.

"Jadi ...." Alex benar-benar tidak bisa berkata-kata. Ia sudah sangat menyakiti hati Bocil kesayangannya. "Bego! Kenapa gue bisa ngelakuin hal bodoh kayak gini?!" Alex mengerang frustasi. Pemuda itu menjambak rambutnya kuat.

Nara mengelus pelan bahu Alex. "Mending sekarang lo minta maaf, sebelum semuanya terlambat."

Alex memegang jemari Nara. "Makasih ya, Nara. Cuma lo yang bisa ngertiin perasaan gue."

∆∆∆

Sepasang netra indigo menatap selembar kertas kanvas yang terdapat pula sepasang netra berwarna hazel. Pemuda berseragam SMA itu tersenyum tipis.

"Happy Birthday Baby girl," ucapnya.

Tatapannya berubah sendu. Matanya memanas menahan air mata yang berdesakan ingin keluar. "I really miss you," gumamnya lagi.

"Van!" Tepukan di bahu, sontak membuat Neervan menggulung kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam tas ransel.

Neervan menatap dingin tanpa berniat menjawab.

Arthur menyipit curiga. Ia tahu betul pemilik gambar bola mata tersebut. Namun, dirinya urung bertanya saat mendapatkan tatapan tak bersahabat dari Neervan.

"Ekhm ...." Arthur berdeham canggung. "Gue cuma mau nyontek pr Matematika yang kemarin," jelas Arthur sembari menggaruk tengkuknya.

Neervan mengeluarkan buku bersampul cokelat dari kolong meja. Kemudian menyodorkannya kepada Arthur.

"Thanks, Van. Semoga panjang umur. Jangan pelit-pelit, ya. Nanti pendek umur," celetuk Arthur lalu mulai menyalin semua kunci jawaban tersebut.

∆∆∆

"Temen-temen, Isya mau tanya. Kan Isya punya pengagum rahasia, terus dia bilang dia itu S.A. Ada yang tau S.A itu siapa?" Isya bertanya sembari mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja.

"S.A, S untuk Scret dan A untuk admirer, maybe," celetuk Tata. Gadis itu memasukkan sosis kemasan kedalam mulut.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang