25|SINDIRAN YANG MENYAKITKAN

797 117 12
                                    

"Alex ...!"

"Alex! Isya tau, Alex itu orang baik. Tapi kenapa sikap baik itu selalu ditutupi topeng kejahatan?" tanya Isya, berjalan mendahului lelaki tersebut.

Alex sudah kembali ke sekolah. Tentu saja dokter melarang karena luka dikepalanya masih belum kering. Namun, ia tetap ngotot. Lagian, siapa juga yang bisa melawan seorang Alex yang keras kepalanya melebihi prasasti.

Lelaki itu masih bungkam. Semakin mempercepat tempo langkahnya. Malas mendengarkan celotehan sampah dari mulut gadis bermata hazel itu.

"Alex, Isya nanya!"

"Alex, kenapa gak dijawab?"

"Alex, pelan-pelan jalannya!"

Isya terus mencecar. Alex semakin jengkel setengah mampus dibuatnya. Lelaki itu berhenti, membuat Isya yang tengah berjalan cepat, sontak menabrak punggungnya.

Gadis dengan rompi knit kelabu itu mendengus kesal seraya mengusap keningnya yang terasa nyeri. Isya tidak menyangka, ternyata menabrak punggung seorang Alex itu efeknya akan sangat fatal.

"Siapa bilang gue baik? Gue itu orang jahat, paham lo?!" geram Alex seraya menatap nyalang lawan bicaranya.

Isya menggeleng keras. "Alex orang baik. Buktinya kemarin Alex bantuin kakek-kakek yang mau nyeberang jalan. Terus—"

"Itu gak penting. Anggap aja kemarin gue lagi kesambet setan baik." Tanpa menunggu jawaban tercetus dari mulut Isya, Alex segera berlari menuju kelas, lekas mengunci pintunya.

'Bisa sia-sia perjuangan gue selama lima tahun terakhir ini. Emang dasar tuh Bocil, nyusahin orang mulu kerjaannya,' batin Alex sembari bersandar di dibalik pintu.

"Alex!" Isya menghentakkan kaki, lalu kemudian beranjak dari sana.

"Liat aja, Isya bakal buktiin kalo Alex itu orang baik!" tekadnya penuh ambisi.

∆∆∆

Alex berjalan santai sambil membawa tumpukan buku ditemani sahabat-sahabatnya. Ia menghampiri kerumuman siswi-siswi yang nampak tengah bersenda gurau disekitar taman. Tak lupa ditemani beberapa camilan khas anak sekolahan.

Di samping taman terdapat sebuah kolam air mancur mini yang diisi beberapa batu koral pancawarna, semakin menambah kesan estetik. Tak hanya itu, di sampingnya juga terdapat beberapa pohon hias yang nampak asri—menguar aroma sejuk yang begitu kontras dengan cuaca terik.

"Woy, Bocil ... ikut gue!" suruh Alex tanpa ba-bi-bu.

"Ah elah, Lex. Basa basi dulu napa? Biar makin apdol," celetuk Arthur.

"Xia, lagi ngapain?" tanya Alvin, lantas duduk di samping gadis bermata biru tersebut.

'Nih gebetan kenapa pake muncul sekarang? Ah, jadi malu. Mana lagi makan cilok ini. Gak ada adab emang.' Xia mengumpat dalam hati, lalu segera membuang bungkus cilok yang baru ia makan setengahnya.

Coba bayangkan. Ketika kamu sedang memakan cilok dengan mulut penuh hingga membuatnya moncong. Apa yang akan kamu lakukan? Yang pasti didepan gebetan itu harus jaga image. Ingat, patut digarisbawahi, jaga image. Paham?

"Hati-hati, modus itu si Alvin," tukas Arthur sambil bersedekap dada.

"Iri? Bilang bos!" sahut Alvin dengan nada mengejek diujung kalimatnya.

ALEXSYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang