☔ e m p a t. Perkara Pesta
Juni mandi malam - malam langsung menghadirkan tanda tanya besar di kepala ibu. Sampai pintu kamar mandi terbuka, kehadiran ibu yang menyandar di dinding membuat Juni kaget.
"Ibu? Ngapain?" Juni menutup pintu kamar mandi. "Nunggu Juni selesai mandi? Emang kamar mandi kamar Ibu kenapa, Bu? Rusak?" tanya Juni beruntun, tangannya bergerak mengeringkan wajah dengan handuk kecil berwarna putih.
"Tumben kamu mandi malem, Jun?" tanya ibu heran.
Juni diam, kemudian menggaruk rambutnya sambil terkekeh.
"Heheheh, Juni gerah. Hari ini panas banget tau."
Juni belum memberitahu tentang dia yang mau keluar dengan Zav malam ini. Juni akan beritahu nanti ketika Zav sudah menjemput saja. Biar ibu tidak bisa melarang, ya, mewanti - wanti gagalnya rencana, lah.
"Ya, nggak pa - pa. Tapi tumben gitu, lho, kamu mau mandi dua kali sehari, mandi malem lagi. Biasanya juga sehari sekali udah syukur," sindir ibu langsung.
Juni tersenyum masam. "Juni nggak mandi juga karena ngerasa badan Juni masih wangi, Bu. Kalau udah bau asem, ya, Juni mandi, dong," ujar Juni cemberut.
"Lagakmu, Jun. Padahal emang dasarnya aja males, kan?" tuding Ibu benar, membuat Juni cengengesan. Masih ingat, kan, dengan Juni si pemalas? Nah, salah satunya, ya, ini. Malas mandi.
Ibu berdecak, gemas dengan anaknya yang satu ini. "Buruan ganti baju. Sekalian itu kak Fira disuruh turun, Ibu buatin bubur buat dia."
"Lah, kak Fira bukannya nggak suka bubur?"
"Ibu paksa," Ibu menghela napas. "Abisnya disuruh makan nasi malah mual. Tadi pas makan bubur, sih, nggak terlalu parah. Itu Ayah juga lagi beliin buah."
Juni angguk - angguk saja. Hampir sepuluh menit kemudian, Fira baru turun. Sedangkan Juni masih sibuk mengoles gel di tangan dan kakinya. Selesai, baru dia mengaplikasikan basic skincare ke wajah.
Ibu duduk di teras depan rumah, menemani Fira yang katanya ingin menikmati angin malam. Walau awalnya menolak, ibu akhirnya membolehkan, asal tidak lama - lama. Karena angin malam tidak baik, terlebih untuk ibu hamil. Sedangkan Ani sedang memasak di belakang, ditemani suara televisi dari Tio yang padahal sibuk bermain video game.
Juni? Tidak tahu, masih bingung memilih baju.
Juni berdecak pelan. "Nggak ada baju," rengeknya padahal satu lemari isinya baju Juni semua.
Zav dari teras rumahnya melihat ibu Juni dan kakak keduanya yang baru menikah beberapa bulan lalu tengah bersantai sambil menyantap kudapan. Kalau saja dia teringat untuk meminta nomor Juni beberapa hari lalu, pasti Zav tidak perlu repot - repot menghampiri ibu Juni di teras rumahnya seperti sekarang.
Tapi tidak apa, lah. Itung - itung pendekatan, pikir Zav.
Untungnya ibu Juni bisa langsung menyadari kehadiran Zav. "Lho, Zav? Ada perlu apa nih susah - susah mampir?" Ibu Juni berdiri. "Bundamu kirim makanan lagi, ya?" Dia mendengus geli, padahal sudah tahu Zav berjalan dengan tangan kosong.
Zav terkekeh kecil, lebih kikuk dibandingkan dengan Juni. "Enggak, Tan. Itu—" sekilas dia melihat kakak kedua Juni yang memperhatikannya lamat - lamat.
"Mau pergi sama Juni, Tan. Boleh?"
Zav kayanya perlu gladi bersih lagi sebelum minta izin. Dia kira akan susah meminta izin karena dari tatapan kakak kedua Juni itu tampaknya akan banyak sekali sesi wawancara yang harus dilewati. Lihat saja matanya yang terus melihat - lihat Zav.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Mega & The Crush
Romancezav & juni | end | childhood bestfriend "I have loved you since we were children." Juni Mega & The Crush. Berkisah tentang Juni, pekerja 24 tahun yang sedang didesak menikah oleh ibu dan tentang hubungannya dengan Zav, tetangga brondong semasa kecil...