paling ga tahan liat notif kalian walaupun sebiji pengennya update muluuu 😁 jangan ganti profil yaa, gue hapal user ama profil lu HAHAH. enjoyy!
☔ s e p u l u h. Sorry
"Gue suka sama lo nggak main - main tau.. nggak bercanda gue, Zav.."
Juni menunduk, membiarkan suaranya yang teredam tangis merusak pendengaran Zav. Sudah tidak tahan jika disuruh menahan sesak itu lagi. Zav bahkan hanya diam melihat bagaimana cowok itu melukai Juni begini.
"Gue harus dihukum kah cuma karena suka sama lo? Suka sama lo salah banget ya, Zav, sampai gue disakitin mulu kayak gini. Hah?" Juni makin menangis, menghilangkan sisi 24 tahun miliknya.
"Juni,"
Juni tertawa, memotong ucapan Zav. "Kan! Gitu terus kan lo? Lempar masalah gitu aja, mainin gue lagi, bujuk lagi, mainin lagi. Gitu terus. Lo nggak pernah ngertiin gimana gue, ya?"
"Jun, dengerin dulu lah.." dia meminta, tapi Juni mendengar desakan dari nada bicaranya, seolah Juni yang salah karena memojokkan Zav sejak tadi.
Juni mengangguk - anggukkan kepalanya, air matanya tetap jatuh. "Gue dengerin, tapi kalau ujungnya makin nyakitin kan buat apa, ya? Bodoh dong gue."
Juni balas tersenyum, malah terkekeh kecil di ujung. "Gapapa kok gue, Zav. Gue aja nih yang terlalu berharap. Salah gue, padahal jelas kita nggak ada hubungan apa - apa kan? Sorry, sorry," ujar Juni.
"Juni," panggil Zav tegas.
Zav menahan pintu lagi. Rahangnya mengeras melihat Juni yang ingin masuk, padahal dia belum sempat bicara apa - apa. Cewek itu seolah ingin membiarkan salah paham ini mengambang.
"Dengerin dulu bisa?" pinta Zav, seperti biasa.
Juni merengek kecil. "Ya, apa? Apa lagi?"
"Nggak usah kayak anak kecil lah," kata Zav terdengar menjengkelkan di telinga Juni.
"Anak kecil?" lirih Juni dengan kekehan. Menggelengkan kepalanya, tidak ingin memancing masalah baru hanya karena tersinggung.
Mengembalikan Juni yang dewasa, Juni yang sudah 24 tahun menghirup udara di bumi, dia mengangguk pelan, memilih mengalah pada laki - laki ini.
"Yaudah, ayo. Mau ngomong apa? Gue dengerin sini."
Helaan dari belakang terdengar. "Keluar dulu.."
"Bicara ajaaa," desak Juni lelah.
Hening lama. Hanya suara rintik hujan yang semakin lebat, dan bunyi dari tarikan hidung Juni karena sesuatu yang tersumbat di sana. Dengan tangan Zav yang masih menatap pintu, dan Juni yang sudah di dalam rumah, berdiri membelakangi pintu sambil menenangkan suasana hatinya yang kacau.
Komunikasi mereka terhalang oleh pintu. Zav mengulum bibirnya sebelum berdecak dalam hati.
"Sorry," Zav berujar setelah lama bergulat di pikirannya sendiri. "Gue nggak bisa bilang sekarang, dengan lo yang belum tenang dan gue yang nggak siap."
Zav membasahi bibirnya. "Sorry Jun, sorry.."
Kemudian tawa Juni terdengar dengan suara yang bergetar, akan menangis kembali. "Lo.. brengsek," katanya di sela - sela gigi, menutup pintu tepat di depan wajah Zav.
Berlari menaiki tangga, Juni berhenti tepat di depan pintu kamar. Berjongkok di sana, menekuk bibirnya, kemudian menutup wajah dengan telapak tangan dan mulai menangis.
"Aaaa, Ibuuu.."
"Ibuuu.." bibirnya tertekuk ke bawah dan semakin menangis.
Sementara Zav di bawah masih diam termenung, mendengar tangis Juni di sela - sela berisiknya air hujan. Seolah menyakiti Juni adalah sesuatu yang paling mudah dia lakukan dibanding membuat cewek itu tersenyum seperti mereka saat di awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Mega & The Crush
Romancezav & juni | end | childhood bestfriend "I have loved you since we were children." Juni Mega & The Crush. Berkisah tentang Juni, pekerja 24 tahun yang sedang didesak menikah oleh ibu dan tentang hubungannya dengan Zav, tetangga brondong semasa kecil...