꒰ 🩹 "38♡ᵎ obat

10K 847 33
                                    

t i g a l a p a n. Obat

"Lo nggak sekalian makan?"

Juni tersenyum kecut sambil meletakkan sebuah mangkuk di atas meja. Mereka duduk lesehan mengarah ke tv. Posisi Zav persis mengarah ke tv, sementara Juni menyamping. Kalau orang pacaran lagi marahan tuh emang gaya bicaranya langsung berubah gitu, ya? Juni terkekeh geli, dalam hati kayak mereka pacaran aja. Padahal terakhir kali komunikasi Zav manis banget tuh segala aku-kamu. Apa karena di depan Rohim aja, ya, nggak mau kalah?

"Udah makan tadi, itu sengaja aku bawain buat kamu."

Anjir??? Kenapa malah gue yang aku-kamuan?
Juni spontan memegang mulutnya sendiri, melotot ke arah Zav yang sama-sama terdiam dengan sendok di depan mulut, kayaknya sama kagetnya dengan Juni.

"Eh, ayo di makan hehe," kata Juni dengan melempar senyum buat Zav mengangguk bingung. "Suka nggak?"

Tau wajah Zav kaku, Juni menarik senyum kecil di sudut bibirnya. Ah, kayaknya dia bakalan ketagihan mengerjai anak ini. Kita lihat aja sampai mana Zav betah dengan wajah sok cool itu. Maksudnya, emang yakin bisa tahan sama godaan Juni? Ingat, dia cegil Zav mulai sekarang.

Juni terkekeh kecil melihat cara Zav makan yang agak kikuk. Sementara cowok itu berulang kali curi-curi pandang dengannya. Alis Zav mengernyit heran, jelas bingung dengan sikap Juni yang kayak orang kasmaran. Masalahnya ya setaunya selama mereka pacaran Juni nggak gini-gini amat.

"Makan jangan sambil ngelamun, Zav. Tuh lihat berantakan gini," ucap Juni mengambil tisu untuk membersihkan meja. Dia menatap Zav lalu berdecak kecil dan mengulurkan tangan untuk mengelap di sudut bibir cowok itu, buat Zav menegang di tempat. "Lucu banget sih, bocil."

Uhuk. Uhukk.

"Ehhh, minum dulu minum," kata Juni bergerak mengambil gelas Zav yang udah kosong. "Bentar-bentar aku isiin dulu."

Zav menepuk dadanya yang keselek makanan. Mata cowok itu sampai memerah karena sakit terbatuk-batuk. Jadi ketika Juni mengulurkan gelas, Zav langsung minum sampai habis dan tergesa-gesa.

"Aduh, pelan-pelan aja, sayang, ntar keselek lagi loh."

Uhukkkk. Batuknya malah makin kencang.
Zav sampai mengerang untuk mengakhiri seraknya. Dia lantas menatap ke arah Juni yang makin khawatir. Matanya memelotot dengan wajah memerah ke arah cewek itu. Tapi Juni malah menepuk-nepuk punggungnya dan mengelus naik-turun sembari memperlihatkan raut khawatirnya.

"Nggak papa itu?" Juni memajukan wajahnya untuk melihat ekspresi Zav yang sudah merah sepenuhnya. "Dadanya masih sakit? Mau aku ambilin air lagi nggak?"

Zav menahan napasnya ketika Juni memegang dadanya dan menekannya. Zav menunduk untuk melihat tangan kecil itu lalu mengangkat kepalanya untuk melihat si pelaku, matanya menelisik tajam dengan rahang menegang. Sementara Juni benar-benar hanya berniat membantu dengan raut wajah khawatir dan panik.

"Bentar aku ambilin air," Juni berniat untuk berdiri namun Zav menahan tangannya, oh, tak lupa raut wajahnya yang tak bersahabat. Tapi Juni malah salah fokus dengan telinga Zav yang memerah, dan genggaman tangan cowok itu yang menghantarkan rasa panas. "Eh kamu sakit? telinga kamu merah banget," kata Juni hendak memegang telinga Zav, tapi cowok itu menepisnya, Juni tertegun. "Kenapa?"

Juni Mega & The CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang