☔ d u a t i g a. selesai
Juni menggeleng pelan dengan helaan napas. Mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi terpotong oleh pengakuan Zav.
"Itu gue."
Juni mengangkat kepalanya. "Apa?"
"Cowok ninja item. Emang gue." Ini pengakuan Zav yang entah kenapa agak Juni sesali.
Juni menunduk dan tersenyum tipis, berusaha mengendalikan diri. "Tapi tadi lo bilang lagi di tongkrongan? Cowok ninja item tuh lewat dua jam yang lalu loh. Ada cewek lagi di belakangnya."
Zav menghela napasnya pelan. "Temen gue nggak enak badan katanya. Gue anter pulang," Zav melirik ragu - ragu ke arah Juni.
"Oh, ada temen cewek juga ternyata." Juni mengangguk - angguk. "Itu yang lain emangnya nggak bisa nganterin apa? Yang punya ninja itam kan bisa, kenapa harus elo?"
Zav diam lama. "Dia maunya gue."
"Wah.." Juni mengangguk beberapa kali entah untuk apa. "Itu dia suka kali sama lo! Ish. Ini mbak Widya belom selesai udah ada aja yang lain," Juni berdecak.
Juni menatap ke arah Zav lagi. "Eh, itu tadi bukan Widya, Zav? Btw, gue kemarin liat loh kalian pergi berdua naik mobil. Itu mbak Widya segala niat ngejemput lo sampai depan rumah. Kalian jalan - jalan kemana?"
Zav tertegun. Baru tahu bahwa Juni tahu terlalu banyak.
"Itu, lo ngeliat waktu itu? Lo ada di rumah?" Ini ekspresi Zav persis banget kayak orang habis ketangkap basah.
Juni mengangguk. "Iya, dong! Hari itu mau ke rumah elo, eh keduluan sama cewek cantik. Mana pacar gue mau - mau aja lagi," kepala Juni menggeleng.
Mereka diam lama. Juni tidak tahu apa yang sedang Zav pikirkan sekarang karena bahkan dia sendiri pun tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang. Jadi mereka hanya diam dengan Juni menatap ke arah jalanan, kosong. Dan Zav yang menatapnya terus dari samping.
"Gue udah bilang lo tinggal percaya sama gue kan, Jun?" Yang satu itu sedikit mengusik Juni. Percaya, itu mau Zav. "Gue cuma minta percaya. Susah kah?"
"Nggak susah kalau lo juga bisa kerjasama buat jaga kepercayaan gue," sela Juni. "Tapi masalahnya lo cuma minta buat gue percaya, tapi di belakang lo bisa selalu ada buat cewek - cewek lo yang lain!" Juni akhirnya menoleh, hingga Zav bisa melihat kilau kaca dari matanya. "Lo aja nggak jujur sama gue Zav. Itu yang lo mau gue percaya? Omong kosong lo? Hah?"
Zav diam, sementara Juni terus bicara.
"Kalau mungkin waktu itu gue nggak ngeliat apa - apa, gue nggak ngeliat lo lagi keluar sama si Widya, mungkin lo nggak bakal pernah ngasih tau gue apa - apa karena lo pikir gue cuma harus percaya!"
"Gue nggak bilang karena itu nggak pe—"
"Itu nggak penting? Why did you think it's not that important? Cowok gue abis jalan sama cewek lain loh ini. Kalau gue nggak sayang, gue nggak bakal peduli!" sentak Juni. "Apa? Kemarin itu cuma kerja kelompok lagi? Ngerti nggak sih Zav itu tuh terlalu klise banget?"
Zav tidak mau melihat ke arah Juni. Ada sesuatu yang menggenang di pelupuk Juni yang tidak mau Zav lihat. Mungkin tidak mau membenarkan bahwa itu hadir, karena Zav. Karena Zav menyakitinya, mungkin?
"Udah berapa kali lo bohong, dan udah berapa kali juga nyuruh gue percaya abis lo bohongin?"
Juni menarik rahang Zav karena cowok ini selalu mengalihkan wajahnya ketika Juni memaksanya untuk melihat mata Juni.
"Mudah banget loh buat gue percaya. Tapi gimana gue mau percaya kalau lo aja terus - terusin bohongin guee??" Juni menggeleng pelan. "Yang tadi itu kayaknya juga nggak bakal terus terang abis nganterin cewek kalau gue nggak liat lo lewat. Kan?" Juni terkekeh.
"Mungkin juga tadi itu Widya, atau mantan - mantan lo yang lain yang elo mungkin ada rasa. Ya?"
Juni memalingkan wajah. Dia mengusap sudut matanya yang basah. Mendelik kecil karena bisa - bisanya hampir menangis?
Hening kembali. Mereka berdua diam. Mungkin Juni sudah capek bicara atau stok unek - uneknya pada Zav udah habis dia keluarkan semua.
"Juni,"
Rasanya persis seperti kali pertama Zav memanggilnya.
Juni mengernyit kecil karena Zav tak kunjung melanjutkan. Ketika dia melihat ke arah Zav, Juni baru menyadari wajah Zav tegang, rahangnya mengeras, mungkin menahan marah?
"Mungkin emang ada yang salah sama kita."
Zav mengulum bibir, membasahinya beberapa kali karena terus terasa kering. Zav melihat ke arah pupil Juni yang mengecil.
"I'm done." Juni menggeleng tak habis pikir.
"Sampai sini aja." Zav berkata semudah itu, tanpa beban. "Lo emang nggak akan pernah bisa percaya." Zav mengangguk sekali. "Mungkin lo selalu pikir gue nggak ada rasa sama lo. Selalu mikir perasaan lo nggak gue bales, itu yang nimbulin semua curiga lo."
"Tapi," Zav berhenti. Dia menatap Juni lama sebelum melanjutkan. "..gue nggak sejahat itu buat jadiin perasaan jadi bahan mainan."
Zav tiba - tiba berdiri membuat Juni yang matanya sudah berkaca - kaca, harus susah payah mendongak. Ada sesuatu yang memenuhi matanya, membuat wajah Zav tampak kabur. Dia menggeleng pelan dengan kekehan kecil, meledek Zav.
Zav tersenyum tipis. "Maaf, gue nyakitin lo lagi."
Yang satu itu baru benar - benar menyakiti Juni.
"Ayo, gue anter pulang. Mungkin terakhir kali gue jemput lo abis ini. Mau jalan - jalan dulu?" tawar Zav dengan santai mengulurkan tangan ke arah Juni.
Payah. Bukannya tadi Juni duluan ya yang memancing?
Karena uluran tangan Zav hanya diacuhkan, cowok itu menarik tangannya kembali. Dia melihat ke arah Juni yang menunduk, menatap kakinya yang berayun bergantian di bawah.
Zav mengulum bibir, kepalanya mengangguk sekali. "Mungkin lo nggak mau pulang bareng gue? Gue pesenin ojek ya? Gue tungguin sampai dateng. Sebentar,"
Juni tertawa kecil dalam hati. Mengejek habis - habisan dirinya ketika Zav berbicara dengan Abang ojek yang benar - benar cowok itu pesankan. Kemudian Zav berbalik, menepuk pelan kepala Juni lalu pergi begitu saja.
Apa yang Juni sesali? Bahkan ketika abang ojek itu mengulurkan helm dan mengajaknya untuk naik, Juni malah menangis keras, mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi dia tahan - tahan, hingga menimbulkan sesak.
Dia menangis, di depan abang ojek, tak lagi memikirkan rasa malu karena yang ada sekarang hanya rasa patah hati yang melukainya.
Jadi, sudah selesai, ya? Berakhir begitu saja?
Apa ini artinya Juni baru saja menghancurkan kata happy ending yang dia mau?.
to be continued
.
wkwkwk mau bilang apaaa??
tenang, statusnya masih TBC kok. apaa mau end langsung disini aja? :)) lanjut gaa nih??
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Mega & The Crush
Romantizmzav & juni | end | childhood bestfriend "I have loved you since we were children." Juni Mega & The Crush. Berkisah tentang Juni, pekerja 24 tahun yang sedang didesak menikah oleh ibu dan tentang hubungannya dengan Zav, tetangga brondong semasa kecil...