꒰ ☔ "8♡ᵎ permintaan

18.3K 1.6K 85
                                    

gue lagi senengg aja, heheh doain lancar yaa <<3  happy reading btw guys!!

d e l a p a n. Permintaan

Jarum pendek di jam tangannya sudah menunjukkan angka enam ketika Juni sampai di rumah. Hari juga sudah senja, langit oranye menyapa Juni yang terus merenung sepanjang jalan menuju rumah.

Setengah jam dia habiskan untuk menunggu Zav yang ketiduran, sedangkan setengah jam yang lain Juni habiskan menunggu kang ojek online yang menerima pesanannya.

Kadang Juni tertawa. Bahkan kang ojek saja menolak Juni berkali - kali disaat rezeki ada di depan mata. Kalau sudah ada yang menamparnya begini, Juni bisa apa? Mau berharap lagi, dia belum siap patah hati. Padahal berjuang saja Juni belum.

Juni turun dari motor, memberikan helm kepada tukang ojek, menghembuskan napas lirih kala seseorang berjalan mendekat. Tukang ojek tadi sudah berlalu, meninggalkan Juni yang menatap berani ke arah Zav tidak seperti biasanya yang menghindari tatapan itu.

"Gue kira lo udah pulang."

Dia berdiri di depan Juni, dengan wajah yang sedikit terdapat cetakan mungkin akibat posisi tidur dan benda yang menimpanya.

"Lo nggak nungguin gue kan, Jun?"

Juni mentertawai cowok dengan kaus hitam polos dan celana bahan selutut di depannya ini. Dia terkekeh geram di dalam hati, bahkan setelah dikecewakan begini dia masih berpikir Zav punya perasaan yang sama karena sikap peduli cowok itu kepadanya.

"Nggak. Tadi kebetulan ada lembur di kantor. Gue juga nggak kepikiran lo beneran niat mau jemput," Juni menepuk pelan pahanya. "Syukur deh lo nggak jadi jemput, bakal nunggu lama kalau iya.."

Juni tersenyum tipis kala Zav hanya menatapnya. Sebenarnya agak merutuki dirinya mengapa menjelaskan sepanjang lebar itu padahal dia bisa saja hanya bilang enggak. Kalau dijelaskan begitu, bukannya kelihatan agak aneh, ya? Malah kayak kelihatan gitu boongnya.

Zav mengangguk setelah diam. "Oke."

Hening sejenak. Juni menyibukkan dirinya dengan menunduk, melihat gerakan kakinya yang masih memakai flatshoes, mengetuk aspal beberapa kali. Sedangkan Zav yang berulang - ulang hanya diam menatap Juni lalu mengalihkan pandangannya.

Zav tiba - tiba bersuara, membuat Juni mengangkat kepalanya. Rambut hitam kecoklatan itu bergerak ke samping bersamaan dengan gerakan kepala Juni yang menoleh.

Zav memasukkan lidahnya ke dalam pipi.

"Jun.." Zav membasahi bibirnya. "..soal yang semalem-"

Juni refleks memotong ucapan Zav. Seolah tak ingin mendengar apapun alasan yang berpotensi menyakiti hati Juni lagi.

"Yang mana, Zav?" Juni menatapnya dengan mata yang mengerjap beberapa kali. "Oh, tentang yang gue bilang tentang hubungan kita itu, ya?"

Juni tertawa pelan sebelum melanjutkan. "Eh, jangan dibawa serius. Kemaren tuh emang gue aja yang lagi sentimen. Bener kan, besoknya merah. Sans aja lah," Juni menepuk bahu Zav beberapa kali dengan mata menyipit.

"Gue masuk dulu nggak apa, ya? Gerah banget nih seharian di tempat kerja. Duluan, ya."

Tanpa menunggu Zav, dia berbalik. Bahkan sempat menggumamkan nada dari lagu favoritnya untuk meyakinkan Zav bahwa dia benar baik - baik saja seperti omong kosongnya.

Menumpahkan air matanya ketika tubuhnya sudah merebahkan diri di atas kasur, menangis dengan sesak tak tertahan di dada. Kesal kenapa harus berbohong dan marah kenapa harus dia yang jatuh duluan kepada orang lain.

Juni Mega & The CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang