꒰ ❄ "35♡ᵎ anak pramuka

10K 859 42
                                    

haiii! amann kok ini dibaca siang hahah. ramein yaa

t i g a l i m a. Anak Pramuka

Mobil Rohim berhenti tepat di ujung pagar Juni. Dia menoleh ke samping sambil menatap gerakan cepat dari jemari Juni yang bergerak di atas keyboard. Lantas menoleh pula ke rumah seberang, ke arah seorang lelaki yang duduk di atas motornya tengah melihat ke layar handphone yang Rohim yakini sebagai orang yang sama yang membuat Juni mengacuhkan atensinya disini.

Rohim sadar masih ada yang perlu diluruskan.

"Kamu masih sering ketemuan sama mantan pacar kamu?"

Jelas saja pertanyaannya langsung buat kepala Juni berputar ke samping. "Hah?" responnya.

"Yang balesin chat aku malem itu, juga dia kan?" Rohim asal tunjuk ke rumah seberang sembari memperhatikan ekspresi Juni yang kalut. "Dia tetangga kamu kan?"

Terlalu banyak diserang, Juni tak lantas bisa merespon dengan tanggap. "Itu— aku? Aku nggak—"

"It's okay if you still feel confuse about your feeling, Jun. Tapi nggak dengan perasaanku, Jun. Kamu terlalu main-main untuk aku yang coba seriusin kamu." Tatapan Rohim membuat Juni terjerat semakin jauh. "Kita coba intropeksi diri masing-masing aja dulu, siapa tahu ada yang khilaf diantara kita sebelum kita terlalu jauh."

Juni terlalu lambat untuk merespon rangsangan yang terlalu tiba-tiba.

Bahkan ketika mobil Rohim melaju dan Zav sudah berdiri di depannya, Juni hanya bisa mengerjap lemah. Berharap tak akan ada yang menghancurkan perasaannya lagi dan membuat dia bimbang setengah mati.

"Kamu kacau, Jun."

Yang satu itu, Zav memukulnya telak.

"Aku pikir dengan kamu biarin aku deketin kamu lagi, biarin aku cium kamu di dekat api unggun malam itu kamu udah izinin aku buat perbaiki hubungan kita. Tapi ternyata aku terlalu maksa keadaan yang seharusnya nggak terjadi. Maaf udah bertindak sembarangan, aku pamit."

Tidak. Ini terlalu cepat untuk diakhiri! Kenapa semuanya jadi seberantakan ini? Dan kenapa keduanya harus terjadi di waktu yang bersamaan?? Ini karma kah?

Juni sampai tidak bisa menarik lengan kaos Zav untuk menghentikan langkahnya atau sekadar menghapus jejak air matanya yang turun di pipi. Bodoh, dia terlihat bodoh. Membiarkan egois mengambil alih hati nuraninya sampai bertindak sok mempermainkan perasaan lelaki disaat dia tau seperti apa dipermainkan oleh cinta.

Pamitnya Zav atau permintaan intropeksi dari Rohim jelas menjelaskan kalau Juni, gagal untuk keduanya.

.

Juni nggak mau bodoh untuk kedua kalinya. Jadi dia akan tegaskan siapa yang hatinya pilih untuk berlabuh. Dia nggak mau rugi dua kali.

"Zav udah berangkat pagi tadi, sayang. Dia sampai nggak sempet sarapan saking buru-burunya, Juni nggak dikabari kah sama Zav?" tanya bunda Salwa pagi itu.

"Oh enggak, itu Juni cuma mau ngasih tugas Zav yang kayaknya salah dia bawa sama berkas kantornya Juni."

"Loh? Nggak papakah? Perlu bunda telponan nggak? Nanti kamu perlu, berkas kerjaan kamu kan itu nak?"

Juni bergegas menggeleng. "Ah nggak papa, bunda. Ini Juni langsung kabari Zav aja buat ngasih tau berkasnya, makasih ya bun!"

Juni melangkah lesu menuju rumah. Dia membuka layar chat yang last seen nya sudah tidak terlihat, padahal beberapa hari yang lalu itu masih aktif. Dia tidak diblokir kan? Juni menekan tombol panggil dan hanya ada suara operator yang menyahut, sial rasanya mau menangis.

Juni Mega & The CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang