꒰ 🍭 "22♡ᵎ gegara parfum

11.2K 975 28
                                    

d u a d u a. Gegara Parfum

Hari ini Juni pulang cepat. Jam tiga lewat lima belas menit Juni sudah keluar dari kantor, sepanjang lobi fokus memainkan HPnya dengan ekspresi senang.

Karena Zav tadi janji untuk menjemputnya, jadi Juni harus beritahu cowok itu dulu kalau dia sudah pulang jam segini. Mendengus kecil karena pesannya centang satu. Mungkin dia akan menunggu sebentar.

Sekarang Juni duduk di halte. Tangannya sibuk menggulir layar HP yang menampilkan chat - chat lamanya dengan Zav. Membaca ulang pesan - pesan itu dengan wajah geli, melihat betapa manisnya cowoknya itu.

Sekarang lewat dua puluh tujuh menit.

Juni menekan tombol panggilan hingga beberapa saat terdengar nada sambung. Juni menarik senyum, melihat ke arah kakinya yang berayun, sambil menunggu Zav mengangkat panggilannya.

Juni mendengus kecil karena panggilan dimatikan karena Zav tidak menjawab.

Dia menyimpan HPnya kembali ke dalam tas setelah mengirim Zav satu pesan lagi bahwa dia sedang menunggu di halte.

Juni menunduk ketika sadar ujung bibirnya tertarik, terlintas perkataan Zav yang sekarang berputar - putar di telinganya.

"Yaudah, paling disuruh nikahin elo. Siapa yang bakal nolak lo, Jun?"

Juni berdecak pelan. Dia ingat betul bagaimana panas menjalar di wajahnya, padahal itu posisinya pukul 5 subuh, dan Zav sudah berada di depan pintu balkon kamarnya, mengajak Juni untuk jogging.

"Buat apa bantal kalau paha gue nganggur."

Zav emang suka kurang ajar, ya? Dia nggak mikir dulu apa ya kalau mau ngomong. Nggak mikirin apa efeknya buat perasaan Juni yang rapuh ini. Lihat, seberapa dramanya Juni.

"Gue pernah denger kalau orang bisa jatuh cinta dari mata."

Tapi Zav, Juni jatuh cinta pada semuanya yang ada pada dia. Suaranya, cara dia memanggil nama Juni, wanginya, bahkan Zav botak saja Juni masih jatuh cinta, bayangin!

Juni mengulum bibir ketika dua anak sekolah duduk di sampingnya. Tidak ingin disangka gila seperti sebelumnya, Juni menahan segala pikirannya tentang Zav untuk beberapa saat agar dia tidak tersenyum - senyum sendiri di depan para remaja ini.

Nyatanya, hampir tiga puluh menit Juni duduk di halte karena sekarang sudah lewat tiga puluh sembilan menit.

Juni merogoh handphone di dalam tas, melihat apa Zav sudah membaca pesannya apa belum. Masih centang satu. Haruskah Juni naik ojek? Tetapi sedetik kemudian dia menggeleng, memilih menunggu Zav beberapa saat lagi.

Sekarang Juni tinggal sendiri menunggu di halte. Para remaja tadi sudah naik bis meninggalkan Juni yang masih nekat menunggu Zav.

Dia mulai mengantuk karena sejak tadi hanya duduk merenung. Matanya sudah berat, tetapi masih dapat menangkap dengan jelas yang baru saja melintas tepat di depannya.

Walau dengan helm fullface seperti itu, dari belakang pun Juni sudah tahu bahwa itu punggung cowoknya. Tetapi, kalau itu Zav, lantas siapa yang cowok itu bonceng di belakang? Motor ninja hitam itu juga jelas bukan punya Zav. Tetapi seratus persen Juni yakin bahwa yang lewat barusan dengan cewek di belakang itu adalah Zav, cowoknya.

Juni diam termangu dengan pikiran yang terbagi.

Tepat di menit ke lima puluh dua, motor KLX hijau milik Zav berhenti di tepi trotoar. Baju kaos biru yang sama seperti cowok motor ninja hitam tadi membuat Juni menahan kekehan karena pikirannya.

Juni Mega & The CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang