꒰ 🌺 "24♡ᵎ name

10.5K 968 23
                                    

d u a e m p a t. Name

Juni mendorong pintu gerbang hingga terbuka lebih lebar. Kemudian berbalik menuju garasi untuk mengambil motornya. Dia menghidupkan mesin motor untuk memanaskannya selagi menunggu Tio yang masih bersiap-siap.

Juni menoleh ke arah belakang ketika mendengar suara heboh ibu dan Tio di belakang yang sedang memasang kaos kaki.

"Tio, uang SPP udah di ambil belom? Jangan sampai ketinggalan, Ibu nggak mau ya disuruh nganter ke sekolah mu kalau sampai lupa!"

"Udah, Ibu sayang."

Juni mendengus geli. Dasar anak ibu.

"Nanti diliat itu udah didata ke komputer belum sama orang sana, nanti dikira kamu belom bayar lagi."

Tio tampak menghela napas. "Iya, Bu, iyaaa."

"Bagus. Udah itu buruan, lama banget masang kaos kaki doang!"

"Ya Ibu ngajak aku ngomong terus, gimana mau siap??" balas Tio tak mau disalahkan.

"Kan bisa sekalian. Mulut kamu ngejawab, tangan tetap kerja dong!"

"Ampun, ampun!"

Juni terkekeh geli. Dia spontan menyemburkan tawa melihat Tio yang pasrah saja sedangkan Ibu masih asyik mengomelinya. Ketika dia mengangkat kepala, sontak pandangannya secara tak sengaja bertemu tatap dengan seseorang yang tengah mengeluarkan motor dari rumah seberang. Dan orang itu juga menatapnya.

Juni menelan salivanya. Zav tampak rapih dengan balutan kemeja kotak-kotak dengan tas yang disampirkan di sisi bahu, bersiap pergi ke kampus.

Di kala ibu dan Tio masih berselisih kecil, dua orang yang berstatus mantan kekasih ini tengah asyik melempar pandangan, tak ada yang mau mengalah, seolah telah lama tidak berjumpa.

"Iyaa, Ibuku sayang. Nanti aku pelototin orang ADMnya pas lagi masukin data ke komputer, oke?? Udah ya mau berangkat nih, ada upacara!"

"Jun? Ayo berangkat!"

Kalau bukan karena tepukan Tio di bahunya, mungkin Juni masih berada di panggung tatap-tatapan tadi yang hanya ada dia dan Zav.

Juni memasukkan kunci motor dengan tidak fokus. Sementara Zav menunduk sambil melihat helmnya. Memakai benda itu lalu secepat kilat meninggalkan komplek perumahan mereka, menimbulkan derum motornya yang menggema di sepanjang jalan.

Ini baru hari pertama, dan rasa tidak rela itu masih sangat terasa.

.

Kalau tau efek patah hati akan semenyebalkan ini, Juni mau putar waktu dan langsung menolak persis ketika Zav mengajaknya pacaran hari itu, yang seharusnya Juni tahu bahwa cowok itu tidak begitu memaksudkan hubungan mereka seperti yang dia kira.

Walau ini bukan kali pertama Juni jatuh cinta, bukan juga kali pertama dia patah hati, tapi tetap saja rasanya sangat tidak mengenakkan.

Ketika melihat Tio makan pop mie, Juni teringat cowok itu. Atau ketika melihat satpam di kantornya yang botak karena habis pangkas rambut, dia lagi-lagi teringat mantan pacarnya itu.

Kalau begini terus, lama-lama dia bisa gila. Kapan bisa move on dong kalau begini?

"Total belanjanya seratus enam puluh delapan ribu, ya."

Juni memberikan kartu debitnya karena terlupa membawa uang saku. Tadi pagi ketika mau berangkat kerja, ban motor Juni ternyata bocor, ada paku di sana. Alhasil, Juni menebeng dengan ayah yang kebetulan sedang ada di rumah.

"Kak, ini kartunya nggak bisa."

Juni mengernyit, ia sedikit memajukan badannya untuk melihat ke komputer. "Kok nggak bisa ya?"

Juni Mega & The CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang