hayooo~ vote dulu dungss!
☔ t i g a. Yang Salah Dia, Bukan Juni
Jumat pagi bisa dibilang hari santai bagi Juni untuk berangkat ke kantor. Tetapi tidak dengan hari ini. Dia ada rapat dengan petinggi perusahaan, dan harus sampai di kantor minimal sebelum pukul tujuh. Dan sekarang sudah setengah tujuh! Sementara Tio, adiknya itu masih asik bersiul - siul menyisir rambut di depan kaca di kamarnya, sangat tidak tahu diri padahal Juni dari tadi sudah menunggunya.
Kalau tidak karena ayah yang sedang berada di luar kota sekarang, Juni tidak akan mau repot - repot menunggu adiknya yang sok kegantengan itu.
Seperti sekarang, Tio tidak selesai - selesai berkaca sambil menata rambutnya sedemikian rupa.
"TIOOO, SUMPAH YA? LO GERAK CEPET DIKIT AJA BISA NGGA, SIHH?? NGAPAIN LAMA - LAMA DI KAMAR? GUE ADA RAPAT LHO INI!!" teriak Juni marah - marah sambil memakai sepatu flatshoes miliknya.
"Tiooo?"
"Ay don rilet tu yu, no! Ay don rilet tu yu!" Lho?
"Tioooo!"
"Yu med mi het dis siti!!" Si Tio makin menjadi.
"Tiooo??? Ish!"
Ya, si Tio malah menggalau. Apa enggak bikin Juni makin mencak - mencak itu?
Tio yang kesal karena Juni teriak - teriak pun berdecak. Dia terpaksa menyudahi nyanyiannya, padahal suaranya sedang bagus - bagusnya tadi. Ya, walau yang dia ingat liriknya cuma yang itu - itu aja.
"Ck! Iya iyaa, ah! Sabar dong Jun. Gue lagi konser lho ini. Gue juga harus tampil oke sebelum sampai di sekolah!"
Juni melempar sepatunya hingga jatuh di kasur Tio. "Gaya lo! Cepetlah, gue mau meeting, ngerti nggak, sih, lo udah jam berapa ini? Setengah tujuh!"
"Sabar Juni, sabar!"
"Tio?? Ngomong apa itu barusan? Kakakmu lho itu. Sopan dikit dong Dek," sahut ibu tau - tau sudah berada di belakang Juni.
Tio cengengesan tidak jelas. Lantas makin kesal kala Juni mengacak rambutnya yang susah - susah dia atur. Juni tertawa melihat mulut Tio yang berucap sesuatu tanpa suara, mengatai dirinya dengan salah satu binatang kasar.
Tau gelagat mulut anak bungsunya, Ibu melotot. Segera memukul mulut Tio. "Mulutmu, Dek. Kamu kok sama Juni kurang ajar gini, sama Ani sama Fira nggak ada lho kamu begini. Juni nih Kakakmu juga, Yo."
"Iyaa, maaf. Tapi kak Juni berantakin rambut Tio, Bu. Udah tau mau cepet, ya, kalau berantakan lagi, kan, Tio rapihinnya bakal lama," dia mencari pembelaan.
Ibu tampaknya berpihak pada Juni kali ini.
"Udah. Besok - besok juga kamu kalau dibangunin tuh ya langsung nyaut gitu lho. Langsung bangun. Nggak harus sepuluh, dua puluh kali Ibu ketuk pintu. Ngerti?"
"Iyaaaa," pasrah Tio. Pagi - pagi wajahnya sudah ditekuk begitu.
Juni sebenarnya kasihan, tapi biarin saja, Tio jarang kena marah juga. Jadi, sekali - kali, nggak apa lah, pikir Juni.
"Lagian lo berdiri depan kaca lama - lama juga buat apa, sih, Yo? Muka lo tuh dari kecil bawannya udah tengil. Dirapihin juga rambut lo bukannya makin cakep, malah bikin orang ketawa mulu, tau nggak lo?" ledek Juni memasang kembali sebelah alas kakinya.
Tio mendelik. Kaki jenjangnya berjalan mengambil tas yang digantung di balik pintu kamar. "Sekali aja bisa nggak lo nggak ngledek, Jun? Eh, sorry. Maksudnya, kak Juni," kata Tio sambil menekan panggilan Juni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni Mega & The Crush
Roman d'amourzav & juni | end | childhood bestfriend "I have loved you since we were children." Juni Mega & The Crush. Berkisah tentang Juni, pekerja 24 tahun yang sedang didesak menikah oleh ibu dan tentang hubungannya dengan Zav, tetangga brondong semasa kecil...