23. DID

679 76 9
                                    

Yang belum paham apa itu DID, baca baik-baik dialognya.

Yang belum paham apa itu DID, baca baik-baik dialognya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23. DID










Seorang gadis melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan. Semalam, Ara sudah membuat jadwal bersama Diva untuk bertemu. Ini bukan pertemuan biasa untuk sekedar ngobrol-ngobrol santai. Ara menemui Diva di jam kerja wanita itu karena Ara ingin menanyakan sesuatu tentang apa yang ia alami selama ini. Ara mengetuk sebuah pintu bercat putih lalu masuk ke dalam ruangan tersebut. Ara tersenyum ramah menyapa Diva kemudian mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan wanita itu.

“Ada apa, Ra? Ini pertama kalinya kamu ke sini,” ujar Diva terheran-heran.

Ara tersenyum canggung. “Lagi jam kerja gini manggilnya tetep bunda atau dokter?” tanya Ara.

“Ya terserah kamu. Tapi panggil bunda aja deh. Biar kerasa jadi ibu mertua,” ujar Diva terkekeh.

“Jadi Ara ke sini itu mau nanyain tentang gejala-gejala yang Ara alami,” ujar Ara. Gadis pendek itu membenarkan posisi duduknya. “Semalem Ara cari di google gejalanya itu mirip DID. Tapi karena Ara ragu makanya Ara ke sini,” kata Ara lagi.

Wajah Diva seketika serius. “Kamu lagi gak bercanda kan, Ra?” tanya Diva.

“Enggak Bun. Jadi gini, Ara itu sering merasa cemas—”

“Bentar dulu,” potong Diva cepat. Wanita itu membuka laci mejanya lalu mengambil sebuah buku dan pulpen. “Coba sebutkan. Biar Bunda catat,” ujarnya.

Ara mengangguk. Gadis itu mulai memberitahu tentang apa yang ia rasakan selama ini. Cemas, ketakutan, amnesia dan tentang suara aneh yang sering menerornya. Ara juga menceritakan tentang ia yang dibilang jahat, mematahkan tangan Dinda waktu SMP dan memukul mantannya sampai masuk rumah sakit. Sedangkan Diva menyimak dengan saksama. Wanita itu menulis apa saja yang Ara ucapkan.

“Kadang Ara sering lupa ketika berada di suatu tempat. Kaya kemarin contohnya. Perasaan terakhir kali Ara ada di lapangan. Terus pas sadar tiba-tiba udah ada di lorong kelas,” ujar Ara.

“Lalu? Ada lagi?” tanya Diva.

Ara terdiam sejenak. Tak lama kemudian ia teringat sesuatu. Ara membuka tasnya lalu mengeluarkan selembar kertas yang ia temukan di meja belajar semalam. Cewek itu menyerahkan kertas tersebut pada Diva.

“Ini apa?” tanya Diva bingung.

“Di sudut kanan atas kertas itu ada tulisan Raya,” ujar Ara.

Diva mengangguk singkat. “Lalu?”

“Zein bilang kalau aku pernah nyebut nama Raya sebagai Ara,” ujar Ara.

“Maksudnya, kamu mengaku kalau kamu itu Raya? Begitu kah?” tanya Diva.

“Nah itu, Bun. Padahal aku gak ngerasa sama sekali mengaku Raya. Aku juga gak tau siapa itu Raya,” ujar Ara. Cewek itu menghela napas berat. “Kemarin Resha bilang kalau Ara itu nyentak Bu Yanti. Tapi aku sama sekali gak merasa pernah melakukan itu,” kata Ara lagi.

ARayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang