6. Mabar
Bel pulang sekolah menggema di seluruh penjuru sekolah. Murid-murid bergegas membereskan buku mereka lalu beranjak keluar dari kelas. Mereka ingin cepat-cepat sampai ke rumah supaya nanti bisa rebahan. Jiwa-jiwa yang tadinya lesu seperti orang mati kini langsung semangat seperti mau perang ketika bel pulang bersenandung.
Ara membereskan buku-bukunya lalu memasukkan ke ransel. Cewek itu melirik ke arah Iqbal yang kini sedang menunggunya di depan pintu. Setiap hari kedua orang itu memang selalu pergi bersama. Tapi setiap malam Ara harus selalu mengirimi Iqbal pesan agar cowok itu tidak lupa.
Pernah dulu waktu kelas 10 Ara tidak mengirimi Iqbal pesan di malam harinya karena lupa. Ara pikir tidak masalah karena mungkin Iqbal sudah terbiasa dan tidak mungkin jika lupa. Tapi keesokan harinya Ara tidak sekolah karena Iqbal tidak datang menjemput. Waktu ditanya mengapa Iqbal tidak menjemput, cowok itu menjawab dengan santai. Begini katanya 'lo enggak ada chat gue semalem' begitu. Jadi semenjak kejadian itu Ara selalu mengirimi Iqbal pesan setiap malamnya.
“Ayo Bal!” ajak Ara sambil menarik tangan Iqbal menuju parkiran.
“Nanti malem jadi?” tanya Iqbal. Nanti malam yang dimaksud oleh Iqbal adalah menginap di apartemen Resha.
Ara mengangguk cepat. “Jadi. Udah lama juga gak nginep di sana,” ujar Ara.
“Oh,” jawab Iqbal singkat.
“Kalian jangan mabuk-mabuk loh ya. Kasian sama Bunda nanti dia repot,” ujar Ara memperingati. Cewek itu menoleh ke Iqbal dengan mata melotot.
“Enggak Ra,” ujar Iqbal.
“Bilangnya enggak tau-tau iya. Mabuk apa untungnya sih, Bal? Mendingan nanti malem belajar bareng biar nanti kita bisa juara bareng abis itu nikah,” ujar Ara cengengesan membuat Iqbal menggelengkan kepala heran.
“Nikah mulu yang ada di otak lo,” ujar Iqbal menarik rambut Ara.
Ara meringis pelan. “Jangan ditarik! Sakit! Emangnya lo gak mau nikah apa? Hah? Entar kan kita nikah kalau umur gue udah 22 tahun,” ujar Ara. Cewek itu tertawa keras.
“Tumbuh dulu ke atas ya, Dek. Baru mikir nikah-nikah. Kamu masih kecil,” ujar Iqbal sambil menepuk kepala Ara.
Ara mencuatkan bibir kesal. “Dimana-mana cowok itu ngelus kepala ceweknya bukan ditepuk kaya gini. Jahat banget sih,” ujar Ara.
Iqbal memang sering seperti itu. Kalau tidak menarik rambut ya menepuk kepala Ara. Kadang Ara heran. Iqbal tidak ada romantis-romantisnya. Dimana-mana cowok itu mengelus kepala ceweknya dengan sayang. Lah ini malah ditepuk seperti bantal. Memang kekerasan terhadap human.
“Tinggi tuh ke atas bukan ke samping!” seru Ara di depan wajah Iqbal. Cewek pendek itu meniru iklan susu di tv.
Cowok cuek itu tertawa pelan. “Ngomongin diri sendiri. Lo itu pendek. Kalau berdiri sebelahan sama gue cuma sebatas dada gue. Pendek,” ujar Iqbal membuat Ara mendengus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARaya
Teen FictionAra dan Raya. Ini menceritakan tentang seorang gadis yang memiliki dua kepribadian berbeda dalam satu tubuh. Sifat kepribadian lainnya bertolak belakang dengan sifat aslinya. Di satu sisi ia baik, di sisi lain ia jahat. Di saat kepribadian aslinya i...