43. Sebuah Pilihan

537 70 17
                                    

Gak rela kalau ini cerita cepet selesai:(

Gak rela kalau ini cerita cepet selesai:(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

43. Sebuah Pilihan










Bel masuk menggema di seluruh penjuru sekolah. Leo dan Arza yang tadinya sedang cekikikan seketika terdiam. Leo, Arza dan Iqbal serentak menoleh pada Dipta yang kini sedang menatap layar ponsel. Cowok kalem itu pasti sangat takut jika telat masuk ke dalam kelas, mengingat Dipta adalah anak rajin yang tidak pernah bolos pelajaran.

Iqbal yang paham akan hal itu berdiri dari duduknya. “Gue sama Dipta balik ke kelas duluan,” ujar Iqbal membuat Dipta menoleh.

“Abis ini pelajaran Bu Surti. Tumben lo enggak bolos di jam dia,” ujar Dipta terheran-heran.

“Nanti Ara ngambek kalau gue bolos. Ayo cepetan,” ujar Iqbal. Padahal Ara tidak pernah mengomel kalau Iqbal bolos, palingan cuma ceramah dikit abis itu minta dibeliin ice cream.

“Ke kelas aja, Dip. Gue tau kok kalau sekarang lo lagi deg-degan karena takut dihukum kalau ketahuan bolos,” ujar Leo terkekeh. “Anak baik kaya lo jangan ikutan nakal kaya kita. Soalnya kita cuma punya satu temen yang kalem,” kata Leo lagi.

Dipta tersenyum kecil. Cowok itu merasa bersyukur karena mendapatkan teman seperti mereka. Leo dan Arza meskipun tengil, mereka tidak pernah memaksa Dipta untuk merokok atau minum. Mereka juga tidak pernah mengatai Dipta cupu karena terlalu banyak bermain dengan buku. Jarang-jarang ada orang seperti Leo dan Arza.

“Duluan aja kalian. Entar kita nyusul,” ujar Arza sambil membuka bungkus permen di tangannya.

Iqbal dan Dipta mengangguk singkat. Kedua cowok itu beranjak meninggalkan warung Bi Eli lalu memanjat tembok untuk masuk ke lingkungan sekolah. Setelah masuk, Iqbal dan Dipta berjalan menyusuri lorong kelas yang sudah agak sepi karena para guru masuk ke dalam kelas dengan tepat waktu.

Tidak ada percakapan di antara mereka karena keduanya sama-sama anak yang pendiam.

“Dipta!” Suara khas Bu Surti terdengar membuat Iqbal dan Dipta tersentak dan langsung menghentikan langkah mereka. Kedua cowok itu menoleh ke belakang.

Guru yang galaknya sebelas dua belas dengan Bu Beti itu berjalan ke arah mereka dengan selembar kertas yang entah apa tulisannya. “Tumben kamu mau masuk di mapel Ibu, Bal.” Bu Surti berbicara kepada Iqbal.

“Nanti kalau saya bolos lagi. Ibu malah ngomel,” jawab Iqbal dengan wajah datar seperti biasanya.

“Ada apa, Bu?” tanya Dipta pada Bu Surti.

“Ibu tiba-tiba ada urusan, jadi gak bisa masuk ke kelas kalian. Ibu minta tolong kasih tau sama anak kelas untuk mengerjakan soal-soal ini. Ingat ya, langsung dikumpulkan. Jangan ribut juga selama Ibu gak ada di kelas,” ujar Bu Surti sambil menyerahkan kertas yang dibawanya kepada Dipta membuat cowok kalem itu langsung menerimanya.

ARayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang