"Kamu kok tidur di sini Mas?" tegur Jihan saat Daffa baru saja membaringkan tubuhnya di kasur. Manik mata Daffa menatap lurus Jihan, yang sedang berdiri di sisi ranjang.
"Jadi aku harus tidur dimana?" dengan raut wajah kesal Daffa bertanya.
Jihan memasang senyuman manis di wajahnya. "Kamu tidur dengan Hafsa sana!" suruh Jihan seraya menarik tangan Daffa. Daffa hanya bisa mendengus kesal, saat Jihan menyuruh dirinya untuk satu ranjang dengan Hafsa, istri keduanya. Yang ia nikahi tadi pagi.
"Ingat Mas, Hafsa itu istri Mas juga!" kata Jihan lagi, saat Daffa sudah berdiri di hadapannya.
Daffa hanya diam. Sebelum ia meninggalkan Jihan, Daffa mengusap pucuk kepala Jihan, lalu mencium dahi wanita itu. "Selamat malam, semoga mimpi indah!"
Jihan hanya mengangguk. "Terima kasih Mas, mau menuruti keinginanku!" Daffa hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Jihan. Lalu laki-laki itu berjalan perlahan keluar dari kamarnya. Meninggalkan Jihan, yang hatinya dirundung berbagai macam perasaan.
Daffa menutup rapat pintu kamarnya. Saat ia sudah berada di luar kamar, ia menatap lantai dua. Dimana kamar Hafsa berada. Ia lagi-lagi menghela napasnya dengan berat.
Daffa melangkahkan kakinya ke ruang keluarga, ruangan dimana keluarga kecilnya berkumpul sambil menonton televisi. Dan Daffa merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang berwarna merah, yang berada di ruang keluarganya.
Daffa lebih memilih tidur di sofa, daripada di kamar Hafsa. Hatinya masih belum menerima kehadiran Hafsa, yang telah sah menjadi istrinya. Ia menikahi Hafsa, karena menuruti keinginan istrinya.
Daffa membuang napasnya dengan kasar. Bagaimana ini? Pikirnya bingung.
"Dua kali aku menikah, tapi tidak dengan wanita yang aku cintai," gumamnya resah dengan mata yang terus menatap langit-langit rumahnya.
Kenyataannya adalah, walaupun hampir lima tahun dirinya hidup bersama Jihan, tapi tetap tidak bisa membuat Daffa memiliki perasaan istimewa untuk wanita itu. Yaitu, cinta.
Dirinya dan Jihan menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Dan Daffa menerima perjodohan itu. Walaupun, ia tidak memiliki rasa cinta dihatinya untuk Jihan.
Namun, lelaki itu fikir setelah menikah dengan Jihan, rasa cinta itu akan timbul sendirinya untuk Jihan, ternyata dia salah. Sampai detik ini, Daffa tak memiliki rasa cinta untuk Jihan. Yang ada hanyalah rasa kasih sayang, seorang lelaki untuk sahabat karibnya.
Daffa mengembuskan napasnya.
Daffa sangat merasa bersalah sekali, karena tidak bisa membalas cinta istrinya. Padahal Jihan sungguh sangat mencintainya.
Namun, walaupun dirinya tidak bisa mencintai Jihan, apalagi membalas cinta wanita itu, Daffa tetap menjaga hatinya Jihan, agar tidak terluka. Namun, malah wanita itu sendiri yang melukai hatinya sendiri, dengan menyuruh dirinya menikah kembali, dengan Hafsa.
Daffa menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Bagaimana ini yah Rabb, hamba menikah dengan dua wanita yang tak hamba cintai. Jihan saja, yang sudah lama hidup dengan hamba, tidak ada cinta untuknya. Apalagi dengan Hafsa? Ya Rabb, hamba sangat merasa bersalah, karena tak mampu mencintai mereka berdua. Kenapa Engkau tak menjodohkan hamba, dengan wanita yang hamba cintai. Wanita bercadar yang aku temui di bus sewaktu itu?"
Daffa menurunkan telapak tangan dari wajahnya. Menatap langit-langit dengan bibir yang tiba-tiba terangkat ke atas. Ia bisa tersenyum tanpa alasan, saat mengingat wanita bercadar itu.
Ia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada wanita itu. Dan cinta itu tersimpan dengan apik di sudut hatinya, untuk wanita bercadar itu. Hanya untuk wanita itu. Dan ia selalu meminta agar kelak, suatu hari disatukan dengan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [TAMAT]
ChickLit❤❤ Daffa tak pernah habis pikir dengan permintaan sang istrinya, Jihan. Jihan meminta Daffa untuk menikah kembali. Tentu saja Daffa menolak permintaan sang istri. Namun Jihan bersikeras untuk menyuruh Daffa menikah kembali dengan Hafsa Nazrina Tali...