"Assalamualaikum," Daffa masuk ke dalam rumah. Ia kaget melihat Fifi dan Maura sedang mengepel rumah mereka.
"Waalaikumsalam," ketiga wanita itu membalas salam Daffa. Hafsa segera bangkit dari sofa dan langsung menghampiri Daffa. Ia pun dengan wajah ditekuk menyalami Daffa.
"Mbak Fifi sama Mbak Maura kok bersihkan lantai rumah?" Daffa penasaran. "Dan kamu kok ditekuk gitu wajahnya?" tambah Daffa sambil menatap Hafsa.
Hafsa menarik napasnya dulu sebelum menjawab rasa penasaran suaminya. "Mereka Mas. Menghancurkan cupcake yang Hafsa buat. Mereka pijak-pijak tanpa belas kasihan," akhirnya Daffa dapat menghilangkan rasa penasarannya.
" Hafsa sangat kecewa Mas, dengan kelakuan mbak Fifi dan Mbak Maura. Trus nanti kita ke tempat kakek Zahra gak bawa apa-apa dong!" kata Hafsa dengan sedikit kesal.
"Ya udah jangan ditekuk mulu itu mukanya. Nanti jelek lho. Soal kue, kita beli aja nanti kue di jalan. Sekalian kita beli itu toko kuenya, kalo perlu," hibur Daffa kepada istrinya.
"Gak istimewa," cicit Hafsa.
"Gak apa-apa. Yang penting kita hadir di acara syukuran Zahra dengan tersenyum," beritahu Daffa sambil mengusap bahu Hafsa.
"Ya sudah, aku ganti baju dulu," Hafsa mengangguk. Daffa pun melewati kedua kakaknya dengan perasaan heran. Bagaimana mereka berdua bisa nurut dengan Hafsa? Sehingga mereka mau membersihakan cupcake yang mereka hancurkan? Ah, Daffa harus cari tahu, setelah pulang dari tempat kakeknya Zahra.
❤❤❤
Lagi dan lagi, Daffa datang lagi di halte bis. Tempat bertemunya ia dengan wanita yang ia cintai. Hampir setiap hari ia datang ke halte bis ini. Hanya untuk bertemu dengan wanita pujaanya. Namun, wanita yang ia tunggu tak pernah muncul. Akan tetapi, ada suatu keyakinan yang sangat kuat dihati Daffa, bahwa ia akan bertemu kembali dengan wanita itu.
Ia menghelakan napasnya dengan pendek. Ia menatap awan putih yang berarak riang di langit. Lama ia menatap awan itu, sampai ia mendengar suara seorang wanita.
"Aduh, jadi basahkan. Makanya minuman sodanya jangan dishake dulu. Jadi waktu dibuka gak menyemprot di wajah adek," Daffa dapat mendengar suara wanita yang tengah mengomel.
"Mana tidak ada tissu lagi," gerutunya. Daffa pun menurunkan wajahnya, dan menoleh ke arah kanan. Dimana sumber suara itu berasal. Ia melihat seorang wanita berjadar yang tengah bersimpuh menghadap anak kecil berjenis lelaki, yang wajah basah. Wanita itu hendak melap wajah anak itu dengan hijabnya, tapi Daffa langsung mencegahnya.
"Jangan pakai hijab kamu. Ini, pakailah sapu tangan," Daffa memberikan sapu tangannya kepada wanita itu.
Wanita itu melihat tangan seseorang yang menyodorkan sapu tangan, ia pun segera memgambilnya. Namun, ia tertegun saat menatap sapu tangan itu. Sepertinya ia kenal? Ia pun membentang sapu tangan. Ada simbol A di salah satu sudut sapu tangan itu. Lantas ia menoleh ke arah wajah si pemberi sapu tangan.
Kedua bola matanya membola. Kala melihat wajah lelaki itu. Ia langsung berdiri. "Kamu, kamu, kamu yang wajahnya kena semprot soda. Dan saya berikan ini sapu tangan untuk menghapus air soda di wajah kamu?" tanyanya kepada Daffa.
Daffa mengerjap-ngerjapkan matanya. "I-iya, itu saya,"
"Masyaallah, kita bertemu lagi," ucapnya dengan nada tak percaya.
"Tante," rengek anak lelaki yang berada di sebelahnya.
"Ouh, maaf dek. Tante lupa sama dedek. Sini biar tante elap wajahnya," Daffa dengan perasaan haru dan senang, menatap wanita itu yang menghapus wajah anak lelaki itu dengan penuh kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [TAMAT]
Chick-Lit❤❤ Daffa tak pernah habis pikir dengan permintaan sang istrinya, Jihan. Jihan meminta Daffa untuk menikah kembali. Tentu saja Daffa menolak permintaan sang istri. Namun Jihan bersikeras untuk menyuruh Daffa menikah kembali dengan Hafsa Nazrina Tali...