Bab Tigapuluh satu

1.5K 97 3
                                    

Tanpa Hafsa ceritakan kejadiannya, Daffa sudah apa yang terjadi kepada istrinya Ia menatap tajam sang kakak yang sudah sangat kelewatan batas kelakuannya. Ia sangat malu, kecewa dan marah melihat kelakuan saudaranya itu.

"Eh, Da-Daffa," wajahnya sangat pucat melihat wajah Daffa yang sudah memerah menahan amarah yang sudah memuncak.

"Daf-Daf, i-ini ti-tidak sep-perti yang ka-u pi-kirkan!" ucap Daffi dengan terbata-bata. Daffa melepaskan Hafsa yang terus memeluknya dengan erat. Ia pun langsung berjalan ke arah sang kakak, dan langsung menerjang sang kakak dengan membabi buta.

"Biadab sekali kau jadi manusia!" kata Daffa yang langsung memukul rahang Daffi tanpa segan-segan. Ia tak peduli jika itu adalah saudara kandungnya. Hafsa hanya bisa menyaksikan keganasan Daffa yang tengah menghajar saudara kandungnya.

Daffa pun membawa Daffi keluar dari rumahnya, dan ia memaksa Daffi masuk ke dalam mobilnya. Daffa menutup pintu mobilnya dengan keras, sehingga menimbulkan bunyi yang nyaring.

Daffa pun langsung masuk ke dalam mobilnya. Ia kemudian memutar kunci mobilnya. Daffa pun memijak pedal gasnya dengan emosi.

"Daff, kau mau bawa aku kemana?" Daffi bertanya kepada adiknya yang tengah menyetir. "Jangan ke rumah Daf, aku mohon!" pintanya dengan wajah mengiba. Namun, Daffa tak menghiraukan sang kakak. Ia terus melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tak hanya itu, lelaki itu juga menerobos lampu merah.

Daffa yang berada di sebelahnya hanya bisa pasrah. Saat mobil Daffa memasuki area pekarangan rumah orang tua mereka.

Daffa memberhentikan mobilnya, tepat di depan rumah kedua orang tuanya. Ia pun turun, ia mempercepat langkah kakinya memutari mobilnya. Lalu ia membuka pintu mobil untuk mengeluarkan Daffi. Daffi awalnya menolak, tapi kekuatannya melemah karena sekujur tubuhnya dihajar oleh Daffa.

Setelah berhasil mengeluarkan Daffi dari mobil, Daffa membawa Daffi masuk ke dalam rumah orang tuanya.

Daffa mendorong tubuh Daffi di hadapan keluarganya. Daffi tersungkur tepat di bawah kaki Ibu mereka. Tentu saja membuat keluarga  yang tengah berkumpul kaget bukan kepalang.

"Apa-apaan kamu Daffa?" hardik Maura tak senang melihat suaminya diperlakukan seperti itu. Ia segera menghampiri suaminya. Alangkah sedihnya ia melihat wajah Daffi yang sudah biru-biru.

Daffa tak menjawab pertanyaan Maura. Malah ia menatap keponakannya yang ketakutan. Ia sebenarnya tak ingin keponakannya kejadian ini.

"Anak-anak, masuk ke dalam!" perintah Daffa dengan tegas. Mendengar perintah Daffa, dengan raut wajah yang lumayan menakutkan, membuat keponakannya menurut.

"Daffa ada apa?" dengan kelembutan Mamanya bertanya.

"Lo apain Mas Daffi, Daf?" Fifi pun diliputi rasa penasaran.

Daffa menatap Mamanya, Fifi, Maura dan Daffi secara bergantian. "Jangan sebut Hafsa lagi sebagai pelakor!" Daffa menaikkan satu oktaf suaranya.

Mama Daffa menyerit bingung. "Maksud kamu apa Daf?"

"Lo kenapa sih Daf? Kita nanya apa, dijawab apa?" ejek Fifi sinis.

"Diem. Aku belum siap bicara!" ucap Daffa yang masih meninggikan suaranya. Membuat Fifi sedikit ciut.

"Jangan sebut Hafsa pelakor. Karena dia bukan pelakor!"

"Jadi apa namanya? Kalo bukan pelakor?" Fifi masih berani membuka suaranya.

"Dia menikah denganku, karena Jihan yang meminta!" perkataan Daffa sukses membuat mereka terkejut sekaligus heran. "Kalian bodoh. Kalian hanya fokus ke Hafsa. Tapi tidak dengan Jihan. Jihan sudah tidak ada disisiku. Dia berada di Singapura. Untuk melawan penyakit yang bersemayam ditubuhnya. Jihan merasa, kalo penyakitnya itu bisa merebut nyawanya kapan saja. Jadi dia, meminta aku dan Hafsa menikah. Bukan karena aku tergoda. Bukan pula Hafsa yang mencuriku dari Jihan!" Daffa memberitahukan semuanya kepada keluarganya. Mama Daffa sangat syok mendengar kejadian yang sebenarnya. Sampai ia jatuh, terduduk di sofa.

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang