Hafsa sudah selesai menyiapkan sarapan untuk pagi ini. Syukurlah ia tidak terlambat bangun seperti semalam. Sehingga ia bisa menyiapkan sarapan dan juga bisa mengerjakan pekerjaan rumah.
Namun, Hafsa bingung. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Daffa. Tidak ada suara ngaji dari lelaki itu. Dan tidak ada suara televisi juga. Apakah lelaki itu ketiduran? Pikirnya.
Hafsa pun melepaskan celemek yang melekat ditubuhnya. Ia lalu berjalan ke kamar Daffa.
Ia mencoba memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Daffa. Untuk memastikan, lelaki itu sudah bangun atau belum.
Ia mengangkat tangannya ke udara, dan mendaratkan tangannya ke pintu kamar Daffa.
Tok... Tok...
"Kak Daffa? Kak? Kakak sudah bangun?" panggilnya kepada Daffa dengan suara sedikit nyaring. Tak ada jawaban. Hafsa pun mengetuk pintu kamar Daffa dengan lebih keras. Namun, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahan tangannya agar berhenti untuk menggendor-gedor pintu kamar Daffa.
Hafsa terlonjak kaget, sehingga ia menahan napasnya. Lantas ia menoleh ke belakang, untuk melihat siapa yang tengah menahan tangannya itu. Ia takut jika itu Daffi. Namun, Hafsa mengembuskan napasnya dengan lega. Melihat sosok yang memegang pergelangan tangannya.
"Kak Daffa,"
"Ngapain gedor-gedor pintu kamarku?" Daffa menaikkan satu alisnya seraya memandang Hafsa.
Hafsa menarik tangannya, Daffa tetap menahannya. "Jawab dulu, baru aku lepaskan!"Hafsa menghela napasnya. "Saya pikir, kakak belum bangun. Jadi saya mencoba membangunkan kakak. Eh ternyata kakak sudah bangun," Hafsa pun menjawab pertanyaan Daffa.
"Ouh, aku sholat di mesjid. Trus sekalian lari pagi!" beritahunya.
"Pantas ketiak itu kakak bau asem! Mana diangkat tinggi-tinggi pula," ejek Hafsa kepada Daffa, lelaki itu pun langsung melepaskan tangan Hafsa. Wajahnya sedikit merah, diejek Hafsa.
"Namanya, berkeringat, yah asemlah. Bagaimana sih kamu!" Hafsa menahan senyumannya, melihat Daffa yang tengah malu.
"Ya sudah mandi gih sana kak,"
"Gak kamu suruh, aku bakal mandi kok!" jawab Daffa jutek. Hafsa hanya mangut-mangut saja.
"Ya sudah awas! Aku mau masuk kamar!" Hafsa pun langsung mangkir. Ia pun pergi dari dari depan kamar Daffa, saat lelaki itu sudah masuk ke dalam kamarnya.
Hafsa menarik kursi, dan ia mendudukinya. Ia baru menuangkan teh manis hangat ke dalam gelas. Lantas ia pun meminum cairan merah yang hangat itu. Namun, ia tiba-tiba menyemburkan teh yang ia minum, karena melihat Daffa yang berlari ke dapur dengan bertelanjang dada.
"Hafsa, tolong aku Hafsa!" Daffa berlari mendekati Hafsa. Wajahnya begitu panik sekali.
Membuat Hafsa ikutan panik. Hafsa pun langsung meletakan gelasnya yang ke meja. Mengelap bibirnya yang basah dengan tisu. Lantas ia menatap heran Daffa yang berada di sebelahnya. "Ada apa kak?" tanyanya khawatir, saat melihat wajah Daffa yang begitu pucat.
Daffa mencengkeram lengan Hafsa. "Hafsa tolongi aku!" pinta Daffa dengan sungguh-sungguh.
"Iya, tapi minta tolong apa!" wanita itu tak mengerti apa yang terjadi dengan suaminya.
"Itu di kamar mandi aku," dada Daffa naik turun.
"Iya ada apa di kamar mandi kakak?" Hafsa dapat melihat kepanikan yang luar biasa di wajah Daffa. Dahinya pun sudah dipenuhi bulir-bulir keringat.
Daffa menelan salivanya dulu sebelum memberitahukan Hafsa. "Ada ada kecoa Hafsa! Di kamar mandiku ada kecoa!" beritahu Daffa dengan histeris. Hafsa hanya bisa tercengang mendengar jawaban Daffa. Lelaki itu panik sampai histeris begitu karena ada kecoa di kamar mandinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [TAMAT]
Literatura Feminina❤❤ Daffa tak pernah habis pikir dengan permintaan sang istrinya, Jihan. Jihan meminta Daffa untuk menikah kembali. Tentu saja Daffa menolak permintaan sang istri. Namun Jihan bersikeras untuk menyuruh Daffa menikah kembali dengan Hafsa Nazrina Tali...