Kalau boleh jujur, hati Hafsa sebenarnya masih belum baik-baik saja. Hatinya sakit. Hatinya terluka. Hatinya seperti teriris-iris. Namun, ia tak mau terlalu larut dalam kedukaan yang tengah menimpanya.
Ia harus tetap tegar. Ia tetap ikhlas. Hidupnya tidak akan berakhir, setelah berpisah dengan Daffa. Hafsa mengatur napasnya sebelum keluar dari kamar. Ia memaki pakaian terbaik dan termewah yang ia miliki. Pakaian itu adalah pakaian yang paling mahal ia beli. Dan entah kenapa, pilihannya jatuh kepada pakaian itu. Ia juga sedikit memakai make up. Membuat wajahnya semakin cantik.
Setelah menyiapkan diri dan hatinya. Ia pun segera keluar dari kamar, tak lupa ia membawa tasnya.
Tujuan Hafsa untuk datang ke acara nikahan Daffa adalah, ia ingin tahu siapa calon istrinya. Kedua ia ingin memberikan pesan, untuk menjaga Zahra dengan sebaik-baiknya. Memberitahukan tentang Zahra. Seperti makanan kesukaannya. Hobbynya. Karena setelah acara akad, ia akan keluar dari rumah ini.
Hafsa menuruni anak tangga, dengan anggun. Hal itu pun tak luput dari pandangan Daffa yang baru keluar dari kamar. Sejenak ia terkagum dengan ciptaan Allah itu.
Ia terus memerhatikan Hafsa, sampai Hafsa menginjakkan kaki di lantai satu.
"Jam berapa perginya kak?" Daffa langsung tersadar dari lamunannya.
"Eh, anu, se-sekarang," Daffa tiba-tiba merasa merasa gugup berhadapan dengan Hafsa. Baginya Hafsa sangat berbeda sekali hari ini.
"Eh, mana Zahra?" tanya Hafsa kepada Daffa.
"Uek, uek, uek!" terdengar suara anak kecil yang muntah. Hafsa dan Daffa saling berpandangan.
"Uek, ueeek," suara itu muncul lagi dari arah luar. Hafsa dan Daffa segera berlari keluar. Mereka melihat Zahra yang tengah berjongkok sambil muntah.
"Ya Allah Zahra!" pekik Hafsa melihat wajah Zahra yang pucat.
"Kamu kenapa nak?" Daffa panik, ia langsung menggendong tubuh anak perempuannya itu.
Daffa membawanya ke dalam rumah. Hafsa pun mengikuti mereka masuk ke dalam rumah.Ia pun meletakkan Zahra di sofa. Hafsa pun menghapus sisa muntah yang menempel di bibir Zahra dengan tissu.
"Perut Zahla sakit Pa," adunya sambil Zahra mengelus perutnya.
"Masuk angin kali Zahra, Umi baluri minyak kayu putih yah?" tawar Hafsa.
"Iya, biar keluar anginnya," tambah Daffa. Zahra mengangguk saja. Zahra pun berbaring di atas sofa. Dan Hafsa merogoh tasnya, untuk mengambil minyak kayu putih.
"Duh mana sih, tadi uda dimasuki ke tas," gerutu Hafsa yang tak menemukan minyak kayu putih di dalam tasnya.
"Mana Hafsa, buruan!" bentak Daffa yang tak sabar, karena minyak kayu putih tak kunjung dikeluarkan.
"Nyelip kak!"
Daffa yang tak sabar menarik tas Hafsa. Ia membalikkan tasnya Hafsa, segera berhamburan semua isi tas wanita itu.
Daffa diam terpaku, menatap satu benda yang ia kenal, yang keluar dari tas Hafsa. Ia mengambil benda yang ia buat dengan tangannya sendiri.
"Hafsa, ini tasbih kamu dapat darimana?" tanyanya sambil mengangkat tasbih itu.
Hafsa membulatkan matanya, melihat tasbih yang berada di tangan suaminya.
"Jawab Hafsa!" bentak Daffa yang tak sabar
"Dari kakak, kak. Kakak berikan tasbih itu kepada Hafsa, sebagai ucapan terimakasih karena Hafsa telah memberikan sapu tangan kepada kakak," Daffa tercengang mendengar jawaban Hafsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [TAMAT]
ChickLit❤❤ Daffa tak pernah habis pikir dengan permintaan sang istrinya, Jihan. Jihan meminta Daffa untuk menikah kembali. Tentu saja Daffa menolak permintaan sang istri. Namun Jihan bersikeras untuk menyuruh Daffa menikah kembali dengan Hafsa Nazrina Tali...