Bagian Duapuluh Empat

1.1K 98 5
                                    

Jangan lupa vote dan komen.

Makasih 😘😘

❤❤

Acara ulang tahun sudah selesai. Para tamu undangan sudah pulang. Tinggal beberapa kerabat keluarga saja yang masih belum pulang.

Hafsa sebenarnya sudah tak nyaman. Ia ingin segera pulang dari rumah orang tua Daffa. Namun, suaminya lagi asik berkumpul dengan para sepupunya di ruang keluarga. Mereka sedang bermain ps. Sedangkan dia duduk di ruang tamu. Duduk sendirian di sofa, dengan memangku tangan.

Diam-diam, Daffi sedari memerhatikan Hafsa. Wanita itu menurutnya sangat cantik. Dan langsung menarik hatinya. Kecantikan rupa Hafsa rasanya sangat berbeda dengan wanita-wanita cantik yang sering ia jumpai, termasuk istrinya. Rasanya, hati Daffi langsung adem melihat Hafsah. Dan tak bosan melihat wajah Hafsah.

Pantas saja Daffa tergoda. Wong wanita itu cantik banget. Aku aja mau kali sama dia. Lebih milih dia daripada Maura. Batin Daffi yang terus memerhatikan wajah Hafsa.

Di sisi lain Daffa merasa haus, ia segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Ia mendengar suara ketawa yang menggelegar di dapur. Saat Daffa berada di dapur, ia melihat ada Mamanya, Fifi, Maura serta kedua tantenya. Ia mendengar dengan jelas, jika mereka sedang membicarakan Hafsa. Dan mereka menyebut-nyebut Hafsa adalah pelakor. Daffa hanya diam, dan cuek dengan kelakuan keluarganya. Setelah ia menghilangkan rasa haus, Daffa langsung pergi dari dapur, tanpa mengucapkan sepata kata.

🍃🍃🍃

"Adduuuuuhhh Mamaaaaaaaa! Sakit! Huaaaaaaah! Sakit Ma! Sakiiittttttt!" Nanda menjerit kesakitan. Nanda adalah gadis kecil berumur 6 tahun. Dia adalah anak sulung Fifi.

Mendengar jerit kesakitan dari anaknya, Fifi langsung berlari keluar rumah.

"Mamaaaaa.… sakit. Aduh. Ma sakit. Huhuhuhuhu huhu!" jerit Nanda yang terus menangis kesakitan.

Asal suara jeritan itu dari taman milik keluarga Daffa. Yang berada di sebelah rumahnya. Bukan hanya Fifi yang berlari keluar rumah, tapi hampir semua keluarganya berlari ke luar rumah. Penasaran dengan apa yang telah terjadi kepada anak Fifi.

"Ya ampun, Nanda!" pekik Fifi histeris melihat anaknya yang tersungkur di tanah. Dengan derai air mata.

"Kenapa Nanda?" tanya sang Oma khawatir, ia pun mendekati cucunya itu.

"Kenapa Nanda? Kok bisa tersungkur begitu?" kali ini Opanya yang bertanya.

"Nanda kenapa Bella?" tanya Fifi kepada Bella, anak pasangan Daffi dan Maura.

"Didorong si ompong tante dari ayunan," jawab Bella sambil menunjuk Zahra. Fifi langsung menoleh Zahra, tak suka.

"Zahra! Jahat banget sih kamu. Kok mau dorong Nanda dari ayunan? Lihat ini, lutut Nanda berdarah!" Fifi memarahi Zahra, karena tidak terima dengan kelakuan Zahra.

"Zahra!" hardik Daffa merasa malu. Zahra sampai terlonjak kaget, mendengar hardikan Daffa. "Minta maaf sama mbak Nanda! Nakal kamu yah!"

Zahra menggelengkan kepalanya. "Bukan Zahla Pa yang dolong. Bukan," Zahra menyangkal tuduhan yang dilemparkan kepadanya.

"Arimbi, siapa yang dorong mbak Nanda?" tanya Maura kepada anak kedua Fifi.

"Zahya Bu'de" jawab Arimbi.

"Kesya, siapa yang mendorong mbak Nanda?" Maura bertanya lagi kepada Kesya, anak keduanya, adik Bella.

"Zahra Ma," jawab Kesya.

Fifi menatap tajam Zahra yang sudah berkaca-kaca matanya. "Mau nyangkal gimana lagi kamu Zahra. Bella, Arimbi, Kesya, bilang kalo kamu yang dorong Nanda! Nakal banget sih kamu!" bentak Fifi murka. "Lihat ini, Nanda jadi terluka!"

"Zahra minta maaf sama mbak!" suruh Daffa dengan mata melotot ke arah Zahra.

Zahra lagi lagi menggelengkan kepalanya. Ia menautkan jari-jari tangannya. Gadis cedal itu menahan diri agar tak menangis. "Tapi Pa, bukan Zahla yang dolong," kata Zahra dengan suara bergetar.

"Siapa lagi kalo bukan kamu! Masih kecil tukang bohong. Huh! Siapa yang ngajari?" bentak Maura sangat kesal.

"Zahra, sudah terbukti kamu yang mendorong. Jangan bohong. Papa ndak ngajari kamu berbohong. Sekarang minta maaf!" Daffa menekan Zahra. Namun Zahra, hanya diam saja, tak menurut.

Melihat itu, Hafsa langsung meringsek maju mendekati anak-anak kecil itu. Ia bersimpuh agar sejajar dengan anak-anak kecil itu. Ia tersenyum manis, sembari menatap satu per satu anak-anak kecil itu.

Hafsa menepuk tangannya dengan wajah sumringah. "Hai anak Umi yang cantik. Umi mau nanya dong. Siapa disini anak sholeha?" tanya Hafsa dengan riang gembira. "Hayo tunjuk tangan!" suruh Hafsa.

"Saya," jawab Bella, Kesya, Arimbi bersamaan sambil menunjuk tangan.

"Zahra anak sholeha?" tanya Hafsa kepada Zahra.

Zahra mengangguk. "Anak sholeha Umi,"

"Apaan sih lu, uda deh gak usah ikut campur!" protes Fifi tak senang. Namun, diabaikan Hafsa.

"Mbak Nanda anak sholeha?"

Nanda menganggukkan kepalanya, dengan air mata yang sudah mengering.

Hafsa menepuk tangannya lagi. "Masyaallah, anak-anak Umi anak sholeha semua ternyata. Alhamdulillah. Luar biasa. Eh, tapi anak sholeha tidak boleh berbohong lho. Nanti kalo berbohong," Hafsa berhenti bicara, ia menatap wajah anak-anak itu lagi secara bergantian. "Kalo berbohong temennya setan!" Kelima anak itu meringis mendengar perkataan Hafsa.

"Nah, anak-anak Umi, mau jadi temennya setan? Kalo umi gak mau. Serem. Kak Nanda mau?" Yang ditanya menggeleng.

"Zahra?" Zahra pun langsung menggeleng.

"Arimbi?" gadis itu juga menggeleng.

"Jadi, anak yang sholeha itu tidak boleh berbohong. Karena selain akan menjadi temannya setan. Berbohong dilarang oleh Allah. Berbohong itu dosa. Kalo kita berbohong, Allah gak sayang sama kita. Maukan disayang sama Allah?" Hafsa bertanya lagi.

"Mauuuu!" jawab mereka serempak.

"Jadi Umi tanya, siapa yang dorong kak Nanda dari ayunan?"

"Mbak Bella Umi," jawab Arimbi, Kesya, Nanda dan Zahra bersamaan. Fifi langsung menoleh ke arah. Bella langsung bersembunyi di balik tubuh Maura.

"Bener itu Nanda. Mbak Bella yang dorong kamu?" Fifi mencoba memastikan kebenarannya.

Nanda menggangguk kepalanya dengan takut-takut. "Maaf Ma. Nanda berbohong. Mbak Bella yang nyuruh. Biar Zahra kena marah," ungkap gadis itu. Fifi hanya bisa membuang napasnya dengan kasar, setelah mendengar kejujuran sang anak.

"Nah, hebat anak-anak kak Nanda. Berani berkata jujur. Arimbi, Kesya dan Zahra contoh mbak Nanda yah. Karena kak Nanda memiliki akhlak yang terpuji," puji Hafsa kepada Nanda. "Bisa gak Arimbi, Kesya, Zahra mencontoh kak Nanda?"

"Bisa Umi!"

"Bagus. Mantap. Nah sekarang, ayo kita makan ice cream. Karena anak-anak Umi semua sudah pada jujur. Tidak berbohong. Siapa yang mau ice cream?"

"Saaayaaa!" jawab mereka lagi dengan kompak.

"Oke, let's go. Kita masuk ke mobil Om Daffa!" suruh Hafsa kepada anak-anak kecil itu.

Arimbi, Kesya, Zahra dan Nanda yang lututnya masih terluka berlari ke area parkiran, dimana mobil Daffa berada.

"Saya izin bawa anak-anak beli ice cream. Assalamaualaikum," pamit Hafsa kepada orang-orang di sana. Baru dua langkah ia berjalan, ia membalikkan tubuhnya. "Kak Daffa," panggilnya. "Ayo, anak-anak sudah menunggu!" Daffa langsung tersadar, ia menganggukkan kepalanya. Melihat itu, Hafsa berjalan duluan. Daffa pun segera menyusulnya.

"Gitu baru menantu idaman. Gak bar-bar," puji Papa Daffa sekaligus untuk menyindir Fifi dan Maura.



Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang