Bab Tigapuluh

1.6K 101 6
                                    

Daffi menatap nanar kepergian motor yang ia idam-idamkan. Motor Honda CB100, milik Papanya akan diangkut ke rumah Daffa.

Ternyata, Mamanya tidak bisa membujuk Papanya. Untuk memberikan motor itu kepadanya.

Daffi hanya bisa mendengus dongkol.

"Biasa aja kali Mas," tegur Fifi kepada Daffi yang masih tak rela. Lelaki itu masih berdiri di teras rumah orang tua mereka. "Cuma motor doang. Lebay banget deh," cibir Fifi saat melihat raut wajah Daffi.

Daffi hanya memutar bola matanya dengan jengah.

"Kau cewek, mana paham!" balasnya dengan ketus.

Fifi terkekeh. "Gue paham. Mas marah, bukan karena motor itu jatuh ke tangan Daffa. Mas marah karena, Papa gak adil'kan?" terka Fifi. "Inget gak sih Mas, Papa emang lebih sayang sama Daffa, heran!" gerutu Fifi.

Daffi menoleh ke arah Fifi. "Bener Fi. Heran aku sama Papa. Kenapa Daffa lebih di sayang yah? Padahal kita anak Papa juga lho,"

"Iya Mas," Fifi menimpali ucapan Daffi. "Eh, Mas. Lo tahu. Perkebunan sawit Papa yang di Duri, Riau?" Daffi mengangguk. "Itu untuk Daffa semua!"

Daffi membelalakkan kedua matanya. "Apa? Yang 50  hektar itu? Untuk Daffa?" rasa iri langsung menyelimuti hatinya.

Fifi menjentikkan jarinya. "Yupz, betul! Ngeri banget kan Papa. Gak adilnya. Bener-bener deh Papa itu," ujar Fifi dengan raut wajah kecewa.

Daffa membuang napasnya dengan kesal. Ia mengepalkan kedua tangannya, emosi. "Gue rasa yah, harta Papa itu semuanya untuk Daffa. Ck, enak banget hidupnya!" kata Fifi lagi, semakin membuat Daffi murka.

"Eh, mau kemana lo Mas?" tanya wanita itu saat melihat Daffi berjalan ke arah mobilnya.

"Cari angin. Biar seger," beritahu Daffi dengan raut wajah tak sedap dipandang.

"Mau magrib ini oi!" Fifi mengingatkan sang kakak.

"Halla, bodo amatlah yah," jawab Daffi tak perduli. "Oh yah, bilang sama Maura, kalo gue pergi yah!" pesan Daffi sebelum masuk ke dalam mobilnya. Fifi hanya menganggukkan kepalanya. Fifi pun langsung masuk ke dalam rumah, saat melihat mobil Daffi sudah bergerak pergi meninggalkan rumah.

Namun, saat ia baru saja melewati pintu rumahnya, ponsel Fifi bergetar. Ia dengan malas mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana jeansnya. Ia melihat ada notifikasi dari aplikasi whatsapp. Ia membukanya.

My Husband :

Yank, maaf aku gak bisa ke Jogja, jemput kamu.
Dini lagi sakit, dia butuh aku. Harap maklum yah sayang! Nanti aku transfer uang buat kamu
Love you 😘

Fifi tidak bisa lagi menahan amarahnya lagi setelah membaca pesan dari suaminya. Ia membanting ponselnya ke lantai, hingga ponselnya jatuh dan bercerai berai. "Aaaaaaaaaaaaa!" ia menjerit histeris. Dadanya kembang kempis. Dan air matanya pun luruh.

Hal itu tentus saja mengundang perhatian seisi rumah.

"Fi, kenapa?" tanya Mamanya khawatir. Ia tadi berada di dapur bersama Maura.

"Iya Fi, kamu kenapa?" Maura tidak khawatir. Ia hanya penasaran.

"Ma? Kenapa?" kali ini Nanda sang anak yang bertanya.

Fifi menghapus air matanya dengan cepat. Ia menatap keluarganya. "Ada kecoa. Kaget Fifi Ma,"

"Itu, kok hape kamu sampe jatuh?" Maura masih tak percaya.

"Oh, terlepas dari genggaman saja. Sakin kagetnya! Uda deh, santuy aja. Gak ada apa-apa kok. Gak usah khawatir! Gak usah lebay!" kata Fifi kepada keluarganya.

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang