Bagian Enambelas

1.3K 91 20
                                    

"Iewww Andra! Lo jorokk banget sih!" Gendis begitu histeris saat wajah ayunya tersembur kopi yang berasal dari mulutnya Andra.

"So-sori, Dis. Gue kagak sengaja," Andra mengambil tisu dan membantu Gendis untuk mengelap wajahnya. Namun, segera ditepis Gendis.

"Gak usa lo bantu gue! Gue bisa sendiri!" Gendis mengelap wajahnya dengan kesal.

"Lo-lo sholat?" tanya Andin tak percaya seraya menatap Eke.

Eke menganggukkan kepalanya dengan santai.

"Demi apa?!" tanya Sandra syok.

"Gak demi apa-apa," jawab Eke.

"Emang lo masih hapal bacaan sholat?" Eke lagi lagi menganggukkan kepalanya, saat mendengar pertanyaan dari Andra.

"Alhamdulillah gue masih inget." Eke pun lalu memasang senyuman manis.

"Jangan bilang lo tobat!" terka Andin curiga.

"Iya gue tobat!"

"Hah! Lo tobat?" keempat temannya langsung syok mendengar perkataan Eke.

"Iya. Kenapa sih? Biasa aja dong! Berlebihan sekali kalian!" kata Eke.

Andra, Sandra, Gendis serta Andin saling bertukar pandang. Sore ini, Eke sukses membuat keempat temannya itu syok berat.

"Gimana kita gak syok coba," ucap Sandra.

"Mendadak banget lo tobatnya," sambung Andin.

"Lo kenapa tobat? Lo ada masalah apa? Apa yang terjadi sama lo?" tanya Gendis.

"Dan sejak kapan lo tobat?" Andra pun bertanya. Lelaki itu tak mau kalah.

Eke menarik napasnya dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan teman-temennya.

"Yah, gue paham kalo kalian syok. Karena gue Eke yang sifatnya sebelas duabelas kek setan ini, bisa tobat. Hahahah. Aku aja gak nyangka. Tapi, gue bisa tobat. Ini semua karena seorang bidadari," ungkap Eke dengan wajah berseri-seri.

"Bidadari?" beo keempat temannya.

Eke mengangguk. "He-eh. Bidadari itu adalah wanita sholeha yang menutup auratnya. Menundukkan wajahnya. Melembutkan suaranya. Dan wanita itulah yang telah mengantarkan hidayah buat gue," Eke terdiam sejenak. "Gak harus ketimpa masalah yang besar, baru ingat Allah. Baru tobat. Bertemu dengan wanita sholeha saja, bisa ngebuat gue tobat," kata Eke lagi.

"Lo suka sama wanita itu?" terka Gendis.

Eke hanya menggaruk tengkuknya.

"Jadi lo tobat karena mau dapet wanita itu?" tuduh Gendis lagi.

Eke menggelengkan kepalanya. "Gak, dis. Gue, ng…  gue …" Eke jadi bingung sendiri menjawab tuduhan Gendis. Ia menarik napasnya dengan pendek. "Iya gue suka sama itu wanita!" Eke mengakui perasaannya. "Tapi, serius gue tobat memang karena Allah. Bukan karena dia." Eke mencoba menyakini keempat temannya.

"Yakin lo? Tobat karena Allah? Bukan karena ingin dapeti wanita sholeha itu?" Andin masih ragu dengan ucapan Eke.

Eke mengangguk mantap. "Iya, din. Karena Allah. Tapi melalui wanita itu. Karena dia, gue tersadar dengan dosa-dosa yang uda gue perbuat. Selama gue hidup, uda kebanyakan ngumpuli dosa ketimbang pahala. Sedangkan hidup di dunia hanyalah sementara. Kalo gue mati, gue cuma bawa dosa. Gue gak punya pahala. Dan gue bakal masuk neraka. Gue gak mau itu. Gak. Makanya, gue pengen tobat, menggunakan waktu gue di dunia dengan sebaik-baikknya. Gue tobat, agar dosa-dosa gue dihapus oleh Allah. Itu aja. Gue uda mau menyia-nyiakan hidup gue di dunia ini!"

Keempat temannya hanya terdiam, setelah mendengar perkataan Eke.

Keadaan hening sesaat. Tak ada yang buka suara. Hanya suara hembusan napas mereka saja yang terdengar.

"Ke, siapa wanita itu?" Andra penasaran.

Begitu pula dengan Andin. "Iya siapa Ke?"

Eke menggeleng kepalanya dengan lemas. "Gue gak tahu dia siapa,"

Sandra berdecak kesal. "Lho kok gak tahu? Bagaimana sih lo?"

"Yah, gue memang gak tahu siapa dia. Dia datang ke cafe gue, nganteri dompet gue. Soalnya tukang ojeknya gak bisa nganteri ke tempat gue. Karena istrinya mau melahirkan. Jadi dia nolongi tukang ojek itu. Baik banget kan," Eke menceritakan semuanya kepada keempat temannya.

"Kan dia tadi nganterkan dompet lo. Kenapa ga kagak lo ajak kenalan?" tanya Sandra. "Lo kan playboy kelas kakap!" tambah Sandra lagi.

"Ck. San, san. Gimana mau ngajak kenalan. Gue tanya namanya aja, dia jawab hamba Allah," kata Eke dengan lemas. "Makanya itu, gue gak tahu dia itu siapa. Namanya aja gue gak tahu!"

Keempat temannya hanya membulatkan bibir saja.

Eke lantas bertompang dagu. "Lo pada tahu, pertama kali melihat dia, gue baru tahu. Kalo bidadari itu memang ada. Dan bidadari di dunia itu berhijab, bukan bersayap," wajah Eke langsung berseri-seri.

Gendis hanya memutar manik matanya. Andin langsung menyeruput green teanya. Sandra mengikat rambut pirangnya. Andra menggaruk ujung hidungnya. Mendengar perkataan yang baru diucapkan Eke dengan wajah yang berseri-seri.

"Siapa yah dia? Siapapun dia gue harap jodoh gue!" harap lelaki itu.

"Gimana ciri-cirinya. Mana tau kita kenal," cetus Andin yang penasaran.

"Cantik,"

"Ye, jangan cantik doang. Gue juga cantik!" omel Sandra.

Eke tertawa pelan. "Cantik, putih, pakai jilbab panjang berwarna pink, bajunya panjang warna pink juga. Pake manset tangan, hampir separuh jari ketutupan. Emmm apalagi yah, pakai tas berwarna hitam!" Eke menggambarkan sosok wanita yang ia temui tadi.

"Hafsa?"

"Hafsa?" beo Eke dan ketiga temannya.

Andin menganggukkan kepalanya. "Iya, Hafsa. Ciri-ciri yang lo bilang itu persis seperti anak didik gue. Hafsa!" kata Andin. "Tapi gue gak yakin juga sih, hehehe," imbuhnya lagi.

"Gimana kalo minggu depan, lo aja si Hafsa-Hafsa itu!" usul Eke dengan semangat.

"Buat apa?" Gendis bertanya dengan jutek.

Bukannya menjawab, Eke malah cengar-cengir tak jelas. "Mau mastiin, kalo wanita itu Hafsa,"

"Kalo emang dia Hafsa? Lo mau apa?" kali ini Sandra bertanya.

"Emm, kenalan dong. Trus mau gue ajak ke pelaminan,"

"Huh, dasar," Andra menyoraki Eke.

"Oke, gue minggu depan bakal bawa Hafsa ke sini. Kita bakal pastii apa Hafsa, wanita yang membuat Eke tobat! Gimana?" Andin meminta pendapat teman-temannya.

"Gue setuju!" jawab Sandra, santai.

"Gue ngikut kembaran gue aja," sahut Andra.

"Lo dis?" tanya Andin kepada Gendis. Dan Gendis hanya mengangkat kedua alisnya saja. Tanda setuju.
"Oke. Minggu depan kita kumpul lagi di sini. Oke?"

"Oke!" jawab mereka dengan berbarengan.

"Gak sabar rasanya nunggu hari minggu," gumam Eke dengan senyum yang terus mengembang. Keempat temannya hanya menggeleng, melihat tingkah Eke.

"Jadi ke, kan lo uda tobat. Berarti lo gak bakal ke club malam lagi dong?" dengan polosnya Andra bertanya kepada Eke.

Eke rasanya hendak menjitak kepala Andra itu. "Ya gaklah. Kan uda tobat. Lo lupa?" tanya Eke dengan gemas.

"Buat apa gue tobat ndra, kalo masih melakukan maksiat," kata Eke kepada Andra dengan datar.

***

Bersambung



Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang