Hafsa buru-buru turun dari tangga. Ia terlambat bangun. Pukul enam baru ia terbangun dari tidurnya. Wanita itu berjalan tergesa-gesa ke arah dapur. Ia belum menyiapkan sarapan untuk Daffa.
Namun, langkahnya melambat saat melihat Daffa tengah meletakkan piring berisi nasi goreng di atas meja.
"Eh, kamu sudah bangun?" tanya Daffa seraya berjalan ke kulkas. Ia mengambil susu cair dari peti es itu.
"Sudah kak," jawabnya. "Maaf yah kak, Hafsa terlambat bangun," sesalnya.
Daffa yang tengah memakai celemek memasang senyuman. "It's ok. No problem," jawabnya dengan ramah. Ia pun menuang susu rasa vanila ke dalam gelas. Ia menoleh ke arah Hafsa, yang masih terpaku di tempatnya.
"Hei, sini duduk. Ngapain bengong berdiri di situ!" tegur Daffa kepada istrinya. Hafsa tersadar ia mengangguk dan perlahan ia mendekati meja makan. Hafsa menatap meja makan, yang sudah tersaji sarapan.
"Kakak yang masak ini?" Hafsa bertanya seraya mearik kursinya.
"Yes," jawab Daffa singkat.
"Makasih kak,"
"Buat?"
"Sarapannya,"
Lagi lagi Daffa tersenyum lebar. Jujur, Hafsa sangat suka ketika lelaki tersenyum. Tak ada yang ia sukai lagi, jika ia melihat senyuman lelaki itu.
"Sama-sama," jawab Daffa. "Ya udah lekas habiskan sarapanmu!" suruh Daffa. Hafsa menurut. Ia membaca do'a sebelum makan. Dan perlahan ia menyendok nasi goreng buatan Daffa. Dan memasukkan ke dalam mulutnya.
Rasanya enak, lebih enak daripada nasi goreng buatannya. Apakah ini rasanya enak, karena dia cinta sama Daffa? Pikirnya ngelantur. Walaupun tampilannya biasa saja, tapi rasanya istimewa. Hafsa rasanya mau nangis.
"Kenapa? Gak enak?" Daffa menegur Hafsa yang diam tertegun saat memakan nasi gorengnya.
Hafsa menggeleng. "Ini enak kak. Lebih enak daripada buatan Hafsa," ia memuji masakan Daffa. Dan Daffa hanya terkekeh, mendengar pujian Hafsa.
"Bagaimana keadaan kamu?" Daffa bertanya disela-sela acara sarapan mereka berdua, tanpa Zahra.
"Alhamdulillah, uda baikan kok kak," Hafsa menjawab pertanyaan Daffa. Daffa hanya mengangguk kepalanya. Mereka pun melanjutkan sarapan mereka, hingga tuntas.
"Biar aku saja yang cuci piring. Kamu mandi gih, siapan ke sekolah!" Hafsa menoleh ke arah Daffa.
"Ini banyak kak, kalo banyak biar Hafsa saja yang cuci,"
"Ini uda siang. Nanti kau keburu telat," beritahu Daffa.
Hafsa hanya bisa mengalah. "Ya sudah kalo itu mau kakak. Hafsa ke atas yah," pamitnya kepada Daffa. Daffa hanya mengangguk. Selepas Hafsa pergi dari hadapannya, ia pun mulai mencuci piring dengan bersendandung kecil.
🍃🍃🍃
Daffa memberhentikan tepat mobilnya di depan RA Ramdhani.
Hafsa segera membuka sabuk pengamannya, lalu memiringkan tubuhnya ke arah Daffa. Ia mengulurkan tangannya ke arah Daffa. Daffa membalas uluran tangan Hafsa. Seketika, keduanya merasakan kehangatan. Namun hanya sekejap saja. Saat Hafsa melepaskan uluran tangan itu.
"Saya permisi dulu, assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, eh Hafsa tunggu," lelaki itu menahan Hafsa yang hendak membuka pintu mobilnya.
Hafsa menoleh ke arah Daffa dengan kening berkerut. "Ada apa kak?"
Bukannya menjawab, Daff melepaskan jaket denim yang tengah ia pakai. Ia pun menyerahkan jaketnya kepada Hafsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta [TAMAT]
ChickLit❤❤ Daffa tak pernah habis pikir dengan permintaan sang istrinya, Jihan. Jihan meminta Daffa untuk menikah kembali. Tentu saja Daffa menolak permintaan sang istri. Namun Jihan bersikeras untuk menyuruh Daffa menikah kembali dengan Hafsa Nazrina Tali...