Bagian Satu

6.4K 236 31
                                    

Perjumpaan kita bukan disengaja. Namun, sudah direncanakan oleh Allah. Karena sesungguhnya Ia-lah penulis skenario yang terbaik untuk setiap cerita umatnya.

●●●

Daffa berulang kali menghapus keringat yang membasahi pelipisnya. Hari ini begitu terik. Matahari bersinar sangat terang sekali. Daffa masih sabar berdiri, menunggu bus yang akan membawanya pulang ke rumah. Daffa tidak sendiri di halte.

Banyak orang-orang seperti dirinya yang sedang menunggu bus.
Mata Daffa melirik seorang wanita bercadar yang berdiri dekat dengannya. Namun, Daffa langsung membuang pandangannya ke jalan. Ia sadar diri. Sebagai laki-laki ia harus menjaga pandangannya.

Tiba-tiba ada anak kecil yang menghampiri dirinya.

"Bang, boleh minta tolong?" tanya anak kecil berjenis kelamin laki-laki itu.

"Hmm, boleh dek. Apa itu?"

''Bukain bukai tutup minuman aku dong!" pintanya dengan menyodorkan minuman kaleng miliknya. Daffa dengan senang hati menerima minuman kaleng anak kecil itu. Daffa pun membuka tutup minumannya. Namun, alangkah terkejutnya Daffa. Saat isi minuman bersoda itu muncrat keluar dan langsung membasahi wajahnya.

Terdengar suara gelak tawa dari anak kecil itu, melihat Daffa dengan wajah bersimbah air soda. Anak kecil itu sengaja mengerjai Daffa. Ia sudah meng-shake minuman kaleng miliknya. Daffa hanya menghembuskan napasnya. Dengan mata terpejam, Daffa mencoba bersabar, walaupun wajahnya menjadi basah.

"Aduuh, Dimas. Nakal banget sih? Kok abangnya dikerjai sih? Nakalnya!" Omel seseorang kepada anak kecil itu. Mungkin itu ibunya, batin Daffa. "Minta maaf sama abang itu!" Titahnya lagi kepada anak kecil itu.

"Maaf bang, hehehee," katanya lagi dengan diakhiri tawa khas anak kecil.

"Iya, lain kali jangan diulang sama orang lain," balas Daffa yang hendak meraup wajahnya.

"Jangan diraup pakai telapak tangan!" Cegah seseorang dengan suara lembut di antara kebisingisan lalu lintas.

"Lantas pakai apa?" Daffa bingung.

"Ini, pakai sapu tangan. Sekarang tadahkan tangan kanan kamu!" Intrupsi si pemilik suara lembut itu. Daffa pun mengadahkan tangan kananya. Si pemilik suara lembut itu, menaruh sapu tangan di atas telapak tangan Daffa.

"Sekarang rauplah wajah kamu!" Daffa pun meraup
wajahnya dengan menggunakan sapu tangan yang diberikan kepadanya.

Daffa membuka kedua matanya. Tampaklah di sisi kanannya seorang wanita setengah baya dengan menggandeng tangan seorang anak kecil.

"Ke mana wanita yang memberikanku sapu tangan?" tanya Daffa kepada wanita itu.

"Itu, wanita bercadar itu baru saja naik bus," beritahu wanita itu sambil menunjuk sebuah bus yang sudah melaju. Tanpa basa basi, Daffa mengejar bus yang membawa wanita bercadar yang telah memberi sapu tangan miliknya. Daffa rela menggejar bus itu hanya ingin mengucapkan terima kasih.

Napas Daffa tersengal-sengal. Kini keringat di pelipisnya kian bertambah banyak karena berlari mengejar bus. Dan akhirnya, usaha Daffa tak sia-sia. Bus yang ia kejar, akhirnya bisa ia naiki. Di dalam bus, matanya mencari-cari wanita bercadar.
Senyum terukir di wajah tampannya yang dipenuhi air keringat.

"Assalamualaikum," Daffa memberi salam kepada wanita bercadar itu.

"Waalaikumsalam," wanita bercadar itu menjawab salam dengan rasa sedikit terkejut, melihat Daffa berada di dalam bus dengan banjir keringat.

"Hmm ... terima kasih yah," ucap Daffa kepada wanita itu.

"Oh, iya sama-sama," balas wanita itu dengan lembut.

"Tapi, sapu tangan kamu  kotor," Daffa merasa tak enak.

"Tidak masalah," kata wanita itu yang menatap lurus ke depan.

"Aku harus mencucinya, lalu aku kembalikan kepada kamu,"

Wanita itu menggeleng. "Tak usah. Itu buat kamu saja,"

Daffa menatap sapu tangan yang berada digenggamannya.

"Terima kasih." Wanita itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Daffa merogoh tas sandangnya. Ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Nama kamu siapa?"

"Maaf?"

Daffa tersadar. Ia merasa lancang menanyakan siapa nama wanita itu. "Ah, maaf lupakan saja. Ini, ambillah. Sebuah tasbih yang aku buat sendiri," kata Daffa sambil memberikan sebuah tasbih ke pada wanita itu.

Wanita itu menatap tasbih yang diberikan untuknya. "Buat apa?"
Daffa tersenyum. "Sebagai balas jasa. Terimalah, aku harap kau mau nerima tasbih pemberianku." Dari balik cadarnya, sudut bibir wanita itu terangkat naik. Wanita menadahkan tangannya ke arah Daffa. Daffa dengan senang hati memberi tasbih buatan tangannya kepada wanita bercadar.

"Syukron." Daffa mengangguk kepalanya mendengar ucapan wanita itu.

"Bang pinggir!" Jerit Daffa kepada sang supir. Bus pun berhenti.

"Jurusan bus kita berbeda. Semoga kau selalu dalam lindungan Allah." Setelah berucap begitu, Daffa pun turun dari bus.

"Jika, takdir menginginkan kita bertemu, pasti kita akan bertemu." Gumam Daffa menatap bus mulai bergerak maju.

●●●●●

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang