Bagian Duapuluh Tiga

1.1K 88 4
                                    

Hafsa memerhatikan kembali penampilannya di depan cermin. Jilbab rapi, bajunyaa sopan, terulur panjang dan longgar. Tidak ngepas di badannya, dan kakinya sudah dibungkus kaos kaki. Hafsa tersenyum puas. Sore ini, Hafsa akan diajak Daffa ke rumah orang tua Daffa.

Mamanya Daffa sedang berulang tahun. Jadi, wanita itu ingin merayakan secara kecil-kecilan saja. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang di undang.

Karena itulah, Hafsa berusaha bernampilan sebaik mungkin, karena tidak mau mempermalukan Daffa. Wajahnya pun sedikit ia poles dengan make-up.

Tok  … tok … tok.

Hafsa mendengar suara pintunya diketuk.

"Umi, uda siapan belom. Uda ditunggu Papa di bawah!" jerit Zahra dari balik pintu kamarnya.

"Udah sayang, bentar yah." Hafsa langsung mengambil tas tangannya. Lalu ia berjalan ke arah pintu kamar. Hafsa melihat sosok gadis kecil yang cantik, berdiri di depan pintu kamarnya.

"Umi cantik banget," puji Zahra ketika melihat Hafsa.

Hafsa tersipu malu dipuji Zahra. "Makasih yang lebih cantik," balas Hafsa.

"Tapi ompong," ujar Zahra sedih.

Hafsa mengangkat kedua sudut bibirnya, ia mencolek pipi tembem Zahra. "Gak apa-apa ompong, yang penting sholeha," hibur Hafsa.

Zahra mengangguk senang. "Ya sudah yuk mi ke bawah. Uda ditunggu Papa!" ajak Zahra seraya menggenggam tangan Hafsa. Hafsa mengangguki ajakan Zahra. Tak lupa ia menutup pintu kamarnya.

Hafsa tersentak kaget, kala melihat Daffa yang menggunakan kemeja berwarna merah maroon. Sama seperti warna bajunya. Padahal, mereka tidak janjian. Hafsa langsung baper, dengan ketidaksengajaan itu. Namun, kebaperannya tidak berlangsung lama, karena ada rasa ragu yang langsung menguasinya.

"Hafsa, kok diam. Ayo keluar!" tegur Daffa melihat Hafsa yang berdiam diri.

"Anu kak. Saya mau ganti baju. Karena baju kita warnanya sama," beritahu Hafsa dengan ragu-ragu.

Dahi Daffa mengkerut. "Masalah?" tanyanya.

"Enggak. Tapi mana tahu kakak keberatan jika kita memakai baju dengan warna yang sama," jelas Hafsa.

Terdengar dengusan dari Daffa. "Biasa aja sih. Berlebihan kamu. Ya udah ayok. Kita uda telat ini!" ajak Daffa yang langsung berjalan keluar rumah. Disusul Hafsa dan Zahra, yang bergandengan tangan.

🍃🍃🍃

Sudah sepuluh kali, Daffi melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Sudah pukul 16:10, tetapi acara ulang tahun Mamanya tidak kunjung dimulai.

Ia mendekati Papa dan Mamanya. "Kok belum dimulai acaranya?" tanya Daffi kepada Mamanya.

"Sabar. Daffa belum datang," jawab Papanya yang langsung mendapatkan dengusan kekesalan Daffi.
Sedangkan Fifi hanya terkekeh melihat Daffi kesal.

"Sabar bro, anak kesayangan belum datang," ucapnya dengan sengaja, agar Daffi semakin kesal.

Tak berapa lama kemudian Daffa dan keluarganya datang dan masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum," Daffa, Hafsa serta Zahra memberikan salam. Semua mata langsung tertuju kepada mereka.

"Waalaikumsalam," mereka menjawab salam keluarga Daffa. Mata mereka masih tak lepas dari sosok Hafsa yang berjalan di belakang Daffa. Hilang sudah rasa penasaran mereka akan istri kedua Daffa. Mereka terus memandangi Hafsa. Disertai bisik-bisik tak jelas. Hafsa mencoba untuk tetap tegar. Mengabaikan pandangan orang yang ada di sana.

Ia berjalan di belakang Daffa, dengan tangan masih menggandeng Zahra. Ia perlahan berjalan mendekati keluarga  Daffa.

Ia berhenti, kala Daffa berhenti di depan Mama dan Papanya. Daffa langsung menyalami Papanya. Diikuti Zahra dan Hafsa.

Lalu setelah Daffa menyalami Mamanya, terus memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya di dunia.

"Selamat ulang tahun Ma. Semoga selalu diberikan kesehatan, selalu diberikan keberkahan, umur yang panjang, dan sukses terus," ucap Daffa mendoakan sang Mama.

"Aamiin Allahumma Aamiin. Makasih ya sayang," kata Mamanya sambil menangkup wajah anak bungsunya.

"Zahra sini, kasih selamat untuk Oma!" suruh Daffa. Gadis kecil itu menurut. Ia berjalan mendekati Omanya.

Zahra menyalami Omanya. "Barakallah fii umrik Oma. Semoga Allah selalu melimpahkan kebelkahan disisa umul yang diberikanNya, semoga dapat menjadi wanita yang dirindukan oleh surga. Aamiin,"

"Aamin yah Allah aamiin, makasih sayang," Mama Daffa begitu terharu mendengar do'a Zahra. Wanita menggendong Zahra. Mencium pipi kanan dan kiri wanita itu. Walaupun Zahra bukan cucu kandungnya, ia tetap sayang kepada Zahra. Karena ia adalah cucu sahabat karibnya.

"Oma, ini kado buat Oma," Zahra menyerahkan bingkisan kecil ke arah Omanya.

"Duh, kok repot-repot sih Zahra. Tapi makasih lho," wanita itu berterimakasih kepada Zahra.

"Sama-sama Oma," wanita itu langsung menurunkan Zahra. Dan gadis kecil itu langsung menghampiri Daffa yang sudah berada di sebelah Papanya.

Kini giliran Hafsa. Wanita itu mengulurkan tangannya, hendak menyalami Mama Daffa. "Barakallah fii umrik, Ma," ucapnya.

Mama Daffa diam menatap wajah Hafsa dengan sinis. Ia mengabaikan uluran serta ucapan selamat dari wanita muda yang dibalut gamis berwarna merah maroon itu. 

Lantas wanita itu mangalihkan wajahnya dari Hafsa dan berjalan maju melewati Hafsa begitu saja.

"Ya sudah, Daffa sudah datang. Mari kita mulai acaranya!" beritahu Mama Daffa dengan semangat. Tanpa menghiraukan Hafsa. Hafsa langsung menarik tangannya lagi. Ia menyimpan tangannya di balik hijabnya yang panjang.

Ya allah. Kuatkan hamba. Pinta Hafsa kepada Sang Maha Kuasa.

Kejadian itu disaksikan setiap orang yang berada di sana, tak terkecuali Daffa. Namun, lelaki itu diam tak bereaksi apa-apa kala melihat istrinya dipermalukan oleh Mamanya.

Daffi, Maura dan Fifi terkikik bahagia. Melihat wajah Hafsa yang pucat, menanggung malu. Karena diabaikan oleh Mama mereka.

Papa Daffa hanya menggeleng tak percaya dengan tindakan keluarganya. Terlebih Daffa. Rasanya, ia gagal telah mendidik istri dan anaknya.

Lelaki itu menatap iba Hafsa yang berdiri di belakang mereka dengan menundukkan wajahnya.

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang