Bagian Tujuhbelas

1.1K 92 17
                                    

Ayat-ayat Al-Qur'an ibarat anak-anak tangga yang akan mengantarkan pembacanya kepada tangga tertinggi di sisi Allah SWT.

❤❤❤

Daffa, Hafsa, dan Zahra tengah menikmati makan malam mereka. Dengan suasana hening pastinya. Hanya terdengar detingan sendok yang beradu dengan piring.

Dan Daffa adalah orang pertama yang menghabiskan makanannya. Lelaki itu lalu berdiri dan mengangkat piring serta gelasnya.

"Mau kakak bawa kemana?" tanya Hafsa yang melihat tingkah Daffa.

"Mau aku cuci," beritahu Daffa.

"Ndak usah dicuci kak. Biar saya saja yang cuci," Hafsa melarang suaminya untuk mencuci piring.

"Gak masalah. Cuma satu aja kok. Kalo banyak, baru kamu yang cuci," dengan santai ia merespon larangan Hafsa. Lalu ia berjalan ke arah wastafel. Untuk mencuci piring serta gelasnya.

Sedangkan Hafsa memerhatikan lelaki yang tengah mencuci piring. Entahlah, rasanya ia lebih tertarik melihat Daffa yang mencuci piring daripada makanan yang berada di atas piringnya.

Sampai lelaki itu selesai mencuci piring. Barulah pandangan Hafsa langsung berpaling ke arah Zahra, yang duduk di sebelahnya. "Zahra mau nambah lagi nasinya?" tawar Hafsa.

Gadis kecil itu menggeleng. "Gak Umi. Nanti Zahla gendut!"

"Kenapa kalo gendut?" tanya Hafsa bingung.

Zahra menghela napasnya. "Kalo gendut, nanti Zahla terlalu gemesi. Zahla gak mau, buat olang-olang gemes cama Zahla," beritahu Zahra. Hafsa hanya mengangguk kepalanya saja, mendengar jawaban Zahra. Wanita itu pun, langsung menyantap makanannya yang tak kunjung habis.

Begitu Hafsa selesai membersihkan meja makan, terdengar azan isya. Hafsa mengembuskan napasnya lega. Akhirnya, ia bisa menyelesaikan pekerjaan ibu rumah tangga, tanpa terlambat untuk mengerjakan sholat isya. Bukan dia lebay, tetapi wanita selalu berusaha untuk sholat tepat waktu.

Hafsa mencuci tangannya, tak lupa ia mengelapnya. Ia pun segera melangkahkan kakinya, pergi dari dapur.

Hafsa langsung memijakkan kakinya di anak tangga pertama. Tanpa, mencari keberadaan Zahra dan Daffa terdahulu. Karena ia tahu, jika azan isya sudah berkumandang, ayah serta anak itu akan segera bergegas sholat berjamaah berdua di kamar Zahra. Dan, tanpa dirinya.

Ada rasa sedih di hati wanita itu. Sudah beberapa hari menjadi istri Daffa, tapi lelaki itu tak mau mengajaknya dirinya bersama-sama menghadap Allah. Padahal, dirinya ingin sekali berimam dengan Daffa.  Namun sayang, keinginan belum terwujud. Atau bahkan tak bakal terwujud.

Entahlah, hanya Allah saja yang tahu.

🍃🍃

Zahra mencium punggung tangan Daffa, setelah keduanya telah selesai melaksanakan sholat isya. Daffa pun mencium pucuk kepala gadis kecil itu.

"Kak, setoran hapalan surat al-maun hari ini. Sini!" kata Daffa kepada putrinya, yang sudah duduk di atas kursi belajar putrinya.

"Kok gak bilang dari tadi Pa, ini Zahla uda lepas telekungnya. Balu ngomong!" sungut Zahra sebal.

"Lho, masa kakak lupa? Setiap hari minggu, setelah sholat isyakan harus setoran hapalan," kata Daffa membela dirinya.

Zahra hanya mengembus napas kesal. Ia memakai telekungnya dengan asal-asal. Dan berjalan mendekati Daffa, dengan raut wajah sebal.

"Kenapa kak?" Daffa bertanya seraya memperbaiki mukena Zahra. Zahra hanya menarik napasnya saja.

"Kakak belum hapal?" terka Daffa.

Dengan bibir maju lima centi, Zahra mengangguk.

"Kakak kok gak ngapali hapalan yang sudah Papa kasih?" dengan sabar Daffa bertanya.

"Zahla capek Pa. Ngapal telus. Buat apa sih ngapali surah," eluh Zahra. "Zahla mau main Pa!" ucapnya lagi.

"Emang, kamu enggak Papa kasih main?" mendengar pertanyaan Daffa, membuat Zahra menundukkan kepalanya, tak berani menatap wajah Daffa.

"Tapi Pa, kenapa Zahla halus ngapali semua surah yang ada di Al-Qur'an?" Zahla akhirnya mengungkapkan isi hatinya.

"Biar kamu jadi hafidz qur'an sayang," dengan lembut Daffa menjawab ungkapan hati Zahra.

"Tapi Zahla ndak mau jadi hafidz qur'an," kata Zahra lagi.

Daffa menarik napasnya, mendengar perkataan Zahra. Ia menaikkan wajah Zahra. "Hei, sayang. Kakak tahu? Janji Allah kepada para hafiz di akhirat adalah memberikan hadiah berupa mahkota kehormatan. Kakak mau gak diberikan mahkota kehormatan?"

Mendengar mahkota, tanpa berpikir panjang, Zahra menganggukkan kepalanya.

Daffa tersenyum. "Dan kakak tahu? Tak hanya itu, orang tuanya pun akan diberikan makhota cahaya ketika di akhirat nanti," Daffa terdiam, ia mengusap wajah Zahra. "Kakak mau kan, kalo Papa, Mama dapat mahkota cahaya di akhirat nanti?"

"Mau Pa. Zahra mau berikan Papa dan Mama mahkota cahaya," jawab Zahra dengan girang. "Sama Umi juga. Umi dapatkan Pa?"

Daffa mengangguk. "Iyah sayang. Jadi kakak jangan malas untuk menghafal yah. Jangan main-main terus. Oke?"

"Oke Pa." kata Zahra dengan semangat.

Daffa mengelus pucuk kepala Zahra. "Bagus. Sekarang kita baca surah Al-Maun sama-sama," ucap Daffa kepada Zahra. Gadis kecil itu mengangguk patuh.

❤❤❤




Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang