Bagian Duabelas

1.3K 98 11
                                    

Daffa memberhentikan mobilnya di parkiran bandara. Jihan pun langsung melepaskan sabuk pengamannya.

"Je," panggil Daffa. Jihan langsung menoleh, saat mendengar Daffa memanggil nama panggilan Jihan. Ada rasa haru, saat Daffa memanggil dirinya dengan nama panggilannya itu. Karena sudah bertahun-tahun, Daffa tidak memanggil dirinya dengan nama panggilannya.

Jihan menoleh ke arah Daffa. Ia melihat raut sedih di wajah lelaki itu.

"Gak usa sedih gitu Mas," hibur Jihan seraya menepuk pipi kanan Daffa.

Terdengar helaan napas Daffa. "Je, kau yakin gak mau aku temeni? Kamu lagi sakit lho!" Daffa berusaha menggoyangkan keteguhan hati Jihan.

Jihan menggelengkan kepalanya. "Sudah, kamu tak usah pikirkan aku Mas,"

"Kenapa? Kau itu istriku!"

Jihan terkekeh. "Seorang istri, yang tidak dicintai suaminya sendiri!"

"Maaf Je. Aku juga tak tahu kenapa aku tak bisa mencintamu!" sesal Daffa.

"Sudahlah, Mas. Tak usah minta maaf. Mungkin aku kurang keras, untuk membuatmu jatuh cinta padaku!"

Jihan terdiam sesaat. "Ehm, tapi tolong Mas, jangan kamu buat Hafsa seperti aku. Tolonglah, buka pintu hatimu untuknya. Terimalah ia dihatimu."

Daffa membuang napasnya dengan kasar. "Je, ini permintaanmu lagi?"

Jihan hanya bisa meringis mendengar pertanyaan Daffa.

"Gak bisa Je, sudah banyak permintaanmu yang aku turuti. Dan untuk yang ini, aku tak bisa!"

"Jadi, buat apa kamu menikahi dia?"

"Kan kau yang nyuruh aku!"

Jihan menghela napasnya. "Tolonglah Mas. Buka hatimu untuknya. Dia wanita yang sangat pantas untuk kamu cintai!"

"Je!" suara Daffa mulai meninggi.

"Mas, belajarlah mencintai istrimu sendiri. Dia kekasih halalmu. Hujami dia dengan cinta serta kasih sayang. Jika kau belum bisa mencintainya, belajar teruslah untuk mencintai dirinya!"

Daffa hendak membuka suaranya, tapi Jihan tiba-tiba memeluk tubuhnya, dengan erat. Mungkin, ini adalah pelukan terakhir kalinya bagi Jihan. Ia menghirup dalam-dalam aroma parfum Daffa, yang mungkin akan ia rindukan. Puas memeluk sang suami, Jihan pun melepaskan pelukannya.

"Maaf, aku memelukmu secara tiba-tiba!" Daffa menggeleng kepalanya mendengarkan perkataan Jihan. "Bolehkan aku menciummu?"

Daffa menganggukkan kepalanya. Lelaki itu menundukkan kepalanya, agar dengan mudah Jihan mencium keningnya. Jihan mendaratkan bibirnya tepat dikening Daffa. Tak lama-lama ia mengecup kening lelaki itu. Hanya sebentar saja.

Melihat Jihan yang sudah menarik wajahnya dari keningnya, Daffa mengecup pipi kanan wanita itu. Membuat wajah Jihan merona seketika. "Je, jangan lupa untuk mengirimkan kabar." pesan Daffa. Jihan dengan senyuman manisnya menganggukkan kepalanya. Daffa mengelus pucuk kepala Jihan.

Daffa lalu menurunkan tangannya dari kepala Jihan.

"Yuk turun!" ajak Daffa. Jihan hanya mengangguk.

Sedari tadi, setelah turun dari mobil, sampai mereka memasuki bandara, tangan Daffa terus menggenggam erat tangan Jihan. Mata Jihan terus terarah ke tangannya yang digenggam Daffa.

Lihatlah Daffa, walaupun ia tak mencintaiku, tapi perilakunya sangat manis kepadaku. Membuatku sesak, tak berdaya untuk melupakannya. Batin Jihan menatap wajah Daffa.

🍂🍂🍂🍂

"Papaaaaa!" Zahra berlari ke arah Daffa yang berdiri di samping mobilnya.

Melihat Zahra yang berlari ke arahnya, Daffa langsung berjongkok dan merentangkan kedua tangannya. Dan Zahra pun berhambur ke dalam pelukan Papanya

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang