Bagian Sebelas

1.4K 98 7
                                    

"Kamu sudah banguni Hafsah?" Jihan bertanya kepada Daffa, saat dirinya baru saja dibanguni oleh Daffa.

Daffa menoleh ke arah Jihan. "Harus?"

Jihan mengangguk mantap. "Biar adil saja Mas,"

"Sampai kapan kau harus menyuruh aku begini-begitu?" dengan wajah datar, Daffa bertanya.

"Sampai aku pergi dari sini,"

Daffa menyeritkan dahinya. "Maksudmu?"

Jihan mengatur napasnya dahulu, sebelum menjawab kebingungan Daffa. "Aku, akan pergi ke Singapura, hari ini. Jadi, sebelum aku pergi, aku memberitahukan apa yang harusnya Mas lakukan!"

"Ke Singapura?"

"Berobat,"

"Jadi kau meninggalkan aku dan Zahra?"

Jihan tertawa miris. Lucu sekali lelaki ini, pikirnya. Bukankah dia tak mencintaiku, tapi kenapa takut saat mengetahui aku akan pergi?

"Kan ada Hafsa. Mas lupa?" Jihan bertanya dengan nada meledek.

Daffa hanya berdecak sebal. "Dengan siapa kau nanti di Singapura?"

"Sendirian." jawab Jihan pendek.

"Sendirian?" ulang Daffa tak percaya. "Mana mungkin aku tega, membiarkan kau sendirian di Singapura. Aku temeni!"

Jihan menggeleng. "Aku gak apa-apa sendirian di Singapura. Toh, kalo nanti aku matipun, aku juga sendirian," jawab Jihan dengan senduh. "Lagian, Mas harus bekerja, mengurus Zahra dan juga Hafsa!"

Daffa hanya membuang napasnya dengan kasar. "Percuma aku berdebat sama kau. Kau mau menang sendiri! Semua kemauanmu harus dituruti!" kata Daffa pasrah.

Jihan mengangguk-anggukan kepalanya. "Itulah aku!"

Daffa hanya memutar manik matanya. "Aku akan antar kau nanti!"

"Aku ucapkan banyak terima kasih samamu Mas. Semua apa yang telah kamu lakukan, demi aku. Aku tak bisa membalasnya." Lalu senyum manis pun terbit di wajah Jihan.

Daffa hanya mengangguk seraya memberikan senyuman tipis kepada Jihan.

"Sekarang kamu banguni Hafsa!"

Daffa menggelengkan kepalanya. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya keluar kamar. Dan terus berjalan menuju kamar Hafsa.

Sesaat lelaki itu sudah berada di depan kamar Hafsa, Daffa mengangkat tangannya ke udara, hendak mengetuk pintu kamar Hafsa. Belum lagi, tangan Daffa mendarat di pintu Hafsa, pintu kamar wanita itu tiba-tiba terbuka. Memampangkan sosok Hafsa dengan wajah terkejut.

Mata Hafsa langsung membesar, jantungnya pun loncat tak tenang. Saat berhadapan dengan Daffa dengan jarak dekat.

"Ada apa kak?" tanya Hafsa bingung, melihat suaminya yang berada di depan pintu kamarnya.

"Aku hanya ingin membangunkan kau saja. Soalnya ini sudah hampir subuh!" jawab Daffa dengan datar.

Hafsa mengangguk. "Tak usah hiraukan saya kak. Saya selalu bangun sebelum subuh,"

"Baguslah! Aku tak repot-repot membangunkan kau!"

"Tapi, air di kamar mandiku, tidak jalan!" beritahu Hafsa tiba-tiba.

"Nanti aku panggil tukang ledeng!" kata Daffa.

"Emh, Kakak sholat di mesjid?" tanpa sadar Hafsa bertanya begitu kepada Daffa.

"Tidak. Berjamaah dengan Jihan."

Hafsa hanya mengangguk saja, mendengar jawaban dari Daffa. Setelah menjawab pertanyaan Hafsa, Daffa langsung pergi dari hadapan wanita itu.

Takdir Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang