(29) Permintaan Gaberiel

2.7K 317 9
                                    

Selamat membaca

•••

Bintang menatap dalam wajah cantik yang memejam itu. Sesekali dahi itu menyerit, tampak sedang merasakan sesuatu. Barang kali mimpi buruk hadir menyapa hingga membuat kesedihan terulang kembali.

Wajah putih bersih itu terlihat pucat. Bibir yang biasa di pakai untuk menentangnya tampak terkatup rapat tanpa menyuarakan isi hati lagi. Manik coklat terang yang berbinar menggoda itu terpejam erat, tidak ingin menunjukkan pada dunia bahwa hanya mata itu yang selalu bersinar terang.

Bintang mengela nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Tidak pernah menyangka ia akan berada pada posisi di mana ia sangat ingin melihat gadis itu tertawa, mengerling jail juga menggodanya habis-habisan. Derai tawa, puluhan sapaan manis juga keluhan yang selalu bibir tipis itu lontarkan. Bintang rindu seluruh reka yang tercipta.

Tepukan di bahu menyadarkan Bintang dari lamunan panjang tersebut. Ia menoleh kemudian balas tersenyum tipis saat netranya bersitatap dengan manik coklat terang yang senada.

"Udah berapa hari Gabe?"

Satu pertanyaan Bintang yang terlontar begitu saja. Lelaki itu tidak bisa menahan rasa sakitnya saat melihat kondisi gadis yang selalu ceria itu berubah selemah ini. Bukan hanya tidak memiliki kehidupan, manik yang terpejam rapat beserta selang infus yang tertancap itu sudah menjelaskan bahwa keadaan gadis itu tidak bisa di katakan baik-baik saja.

"Tiga hari sama hari ini. Dia bangun kalau makan, mandi sama duduk diam di balkon kamar. Selebihnya gak bicara!"

Entah hanya Gaberiel yang merasa atau Dokter Riana pun sama, mereka melihat Aiby lebih banyak berdiam diri. Saat di tanya pun hanya menganggukkan kepala, tersenyum tipis atau sekedar menggelengkan kepala. Sesekali Gabe mendesak dokter Riana agar kembali membuat Aiby sadar pada lingkungan. Gabe takut kondisi psikis gadis itu kian memburuk. Mengingat hanya kali ini Gabe melihat Aiby hanya diam dan enggan berbicara.

Selaku dokter yang sudah menangani berbagai kasus, Dokter Riana pun hanya memberikan ruang pada Aiby untuk menerima. Barang kali gadis itu ingin berdamai pada masa lalunya dengan bantuan nurani.

"Lo gak bawa ke rumah sakit Gabe? Kondisi dia gak baik-baik aja!" desak Bintang dengan tatapan menajam.

Gabe hanya mengela nafas panjang kemudian menutup kembali pintu berwarna coklat itu. Mengintrupsi Bintang untuk mengikutinya.

"Gak boleh di bawa ke rumah sakit. Psikiater Aiby setiap hari kesini. Jadi gak ada masalah, Aiby juga lebih tenang di sini!"

"Psikiater?" Bintang membeo. Mengulangi ucapan Gabe yang takutnya ia salah tangkap.

Gabe menganggukkan kepala. Ia merasa sudah waktunya untuk menceritakan pada Bintang bagaimana kondisi Aiby yang sebenarnya. Mengingat berulang kali Bintang bertanya tentang masa lalu Aiby yang gadis itu sendiri tidak mengingatnya.

"Aiby punya Trauma psikologis. Sudah satu tahun ini berobat tapi belum sembuh sepenuhnya, lo bisa lihat sendiri sekarang. Dia down lagi setelah kejadian terakhir kali di bandung dua minggu waktu itu. Gue gak mau beberin ini. Tapi karena gue ada permintaan buat lo jadi lo harus tau cerita lengkapnya, bahkan tentang pertanyaan yang selalu lo tanya ke gue, kenapa Aiby bisa lupa sama masa kecilnya sendiri!"

Bintang menahan nafas. Detak jantungnya berdetak sangat cepat. Menimbulkan rasa nyeri yang tidak berkesudahan. Sangat sakit. Entah apa sebabnya namun ia seperti belum siap dengan cerita seputar kehidupan Aiby yang terlihat menyakitkan.

Gabe menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Lelaki bernetra mendung kecoklatan itu menatap Bintang dengan sendu.

Bintang pernah mendapati Gaberiel dalam tatapan ini. Dulu, saat lelaki itu menceritakan bagaimana Aiby menolongnya saat kecelakaan.

Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang