Selamat membaca
•••
[6 tahun yang lalu]
"Kamu selalu bermain perempuan. Gak ingat dirumah ada anak sama isteri yang nunggu?"
Prang
"Bukan urusan kamu!"
"Tetap jadi urusan saya. Meskipun kita menikah dengan dalih perjodohan tetap saja saya isteri sah kamu. Kamu tidak berhak menelantarkan saya. Apalagi Al masih kecil"
"Kamu urus anak kamu sendiri!"
Bantingan bermacam-macam benda menggema memenuhi segala penjuru rumah. Aiby yang saat itu masih berumur 13 tahun hanya meringkuk ketakutan di dalam kamar. Ingin menjadi penengah pun rasanya tidak mempunyai bagian. Ia hanya salah satu dari kesalahan itu ada.
"Al?"
Lisson, mama Aiby berjalan mendekat. Mencari di mana keberadaan anaknya.
"Al, kamu di mana?"
Aiby ingin menangis, terisak keras seperti apa yang biasa anak-anak lain lakukan. Namun melihat bagaimana mamanya membela juga menjaganya rasanya ia tidak berhak. Mamanya lebih pantas untuk menangis, lebih pantas untuk meratapi nasib memiliki seorang suami seperti Al-Gar.
Melihat Aiby tidak ada, Lisson akhirnya keluar dari kamar purtri tunggalnya. Mungkin saja anaknya itu sedang di luar, bermain bersama teman seumurannya.
Ya, itu hanya pemikiran abai seorang ibu. Bagaimana bisa memperlihatkan kepada anak sendiri pertengkaran heboh yang seolah sudah menjadi rutinitas di dalam rumah. Membiarkan anaknya melihat bagaimana buruknya sikap papanya sendiri.
Tidak tahukah mereka jika Aiby kecil terus di paksa bersikap dewasa dengan umurnya yang belum mewadahi?
Ini hukum kehidupan. Kedewasaan tidak berjalan beriringan dengan usia, tidak pula berdampingan dengan angka kematian. Ia akan tetap berjalan beriringan dengan perjalanan hidup. Lebih tepatnya, masalah hidup.
Dipaksa dewasa pun rasanya sangat sulit. Bersikap layaknya orang dewasa saat anak-anak seumuran Aiby sedang bermain, tertawa, juga bermain lompat tali adalah hal yang tidak mudah. Walaupun mendapat nilai plus mengerti kehidupan namun tetap saja hatinya masih terlalu rapuh untuk mencari sandaran hidup.
Merasa bosan karena di tinggal kedua orang tuanya dengan urusan masing-masing akhirnya Aiby kecil pergi keluar rumah. Tidak lupa gadis itu membawa boneka panda kesayangannya. Senyum di bibirnya merekah saat mengingat pertemuan beberapa tahun sebelumnya.
Bintang.
Ya, setelah bertemu dengan laki-laki tampan itu Aiby kecil sangat menyukai Bintang di langit jauh sana. Berharap suatu saat bisa menjadi astronot dan mengambil beberapa Bintang di tata surya kemudian menggantungnya di langit-langit rumah agar lebih mudah untuk melihat.
Membayangkan saja membuat anak berumur 13 tahun itu tertawa sendiri. Melupakan masalah rumah saat berada di lingkungan hidup adalah kewajiban. Manusia di ciptakan untuk beriman, menyembah tuhan sebagaimana keyakinan masing-masing. Menikmati hidup selagi kesempatan menghembuskan nafas itu masih ada. Biarkan saja orang tidak pernah tau di balik senyum juga tawa cerianya tersimpan sejuta kesedihan yang Aiby tidak ingin membaginya bersama orang lain.
Netra coklat terang Aiby menyipit saat di perempatan jalan ia melihat sosok tinggi tegap yang sangat ia kenali akan menyebrang jalan. Di samping itu ada mobil sedan berwarna hitam yang melaju kencang bersamaan dengan jalan yang akan lelaki itu lewati.
Mata Aiby membola. Gadis itu langsung menghempaskan boneka pandanya. Tidak lagi menghiraukan boneka kesayangannya Aiby berlari kemudian mendorong kuat tubuh lelaki itu sebelum ia berteriak dan merasa semuanya berubah menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️
Humor{Romance-Komedi}~Bahasa santai, Enjoy this story guys😉 Judul Awal Aiby's little life. #Dosenseries "Pulang kemana pak? Ke rumah kita?" "Memangnya saya mau hidup sama kamu?" "Harus mau dong saya ini tipe orang yang tidak menerima penolakan!" "Pemaks...