(36) Pertengkaran pagi hari

2.7K 274 3
                                    

Selamat membaca

•••

"Eh--Papa ngapain disini?" Aiby menatap aneh pada pria paruh baya yang berdiri di hadapannya. Lelaki itu hanya tersenyum tipis kemudian mendekap erat Aiby yang masih diam mencerna keadaan.

"Al, Papa kangen"

Ucapan itu membuat Aiby perlahan tersenyum sinis. Jika ada keperluan mendadak dan tiba-tiba papanya itu sudah berada di hadapannya berarti ada sesuatu yang lelaki itu inginkan. Apalagi jika bukan menyuruh Aiby melakukan banyak hal seperti sebelumnya.

Aiby melepas pelukan kemudian mundur dua langkah. Ia menatap nanar pada lelaki paruh baya yang kini balik menatapnya teduh. Tidak, lebih tepatnya tatapan memelas yang dibuat-buat. Aiby sangat muak dengan hal itu.

"Papa bisa pergi kalau gak ada kepentingan lain!" Aiby bersiap menutup pintu namun lelaki paruh baya itu langsung menahannya.

"Papa serius Al. Papa kangen kamu. Izinkan papa masuk dan kita bicara baik-baik!"

Aiby mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi. Seolah menantang adu argumen pada sosok tinggi tegap di hadapannya.

"Harusnya papa bilang begini dari beberapa tahun lalu. Bukan sekarang. Apa gunanya sekarang? Papa punya kehidupan sendiri begitu pula dengan aku. Mama juga begitu, mulai sekarang papa hanya perlu peduli dengan kehidupan papa. Aku bisa hidup dengan baik disini!"

AlGar menggelengkan kepala. Menahan pintu yang sudah akan tertutup kembali. Ia tau anak semata wayangnya itu tidak akan mudah menerima maaf setelah apa yang sudah ia lakukan selama ini. Ia tau ia egois. Membiarkan putri semata wayangnya memilih kehidupannya sendiri, memilih dengan egois pergi dan beranjak dewasa tanpa pengawasannya. AlGar menyesal Namun penyesalan yang datang pada saat saat seperti ini harus di nikmati bukan?

"Papa minta maaf" Gar terduduk di depan pintu. Menunduk, tidak berani menatap putrinya yang sedari tadi terus menatap kecewa. Benar, harusnya ia berkata dan bertemu dengan anak semata wayangnya sejak dulu. Sejak di mana ia dengan egoisnya menelantarkan keluarga. Tidak menghiraukan anak juga istrinya yang selalu menunggunya pulang hingga larut malam. Ia menyesal dan sekarang ia akan menganggung seluruh penyesalan itu sendirian. Walaupun dengan bersujud di hadapan putri semata wayangnya sekalipun.

"Papa gak perlu begini. Al juga gak akan tergerak untuk ajak papa masuk. Mending papa pergi, gak baik pagi-pagi begini bertamu!"

"Bicara apa kamu Aiby!"

Gar dan Aiby langsung menoleh. Bintang berjalan mendekat dengan tatapan yang berubah menajam. Lelaki itu sedari tadi melihat bagaimana penolakan Aiby. Aiby dan sikap tidak baik yang gadis itu berikan pada papa nya sendiri. Bintang paling tidak suka dengan perlawanan apalagi kepada orang tua.

"Ini papa kamu. Di mana sopan santun kamu sebagai seorang anak?" tanya Bintang dengan tatapan menghunus tajam. Lelaki itu membantu AlGar untuk kembali berdiri kemudian mempersilahkan lelaki paruh baya itu untuk masuk ke dalam rumah.

Melihat perlakuan Bintang tersebut Aiby hanya tertawa sinis. Ia selalu benci dengan Bintang yang selalu mencampuri urusan pribadinya. Lelaki itu memangnya siapa? Kenapa seolah memegang kendali penuh atas kehidupannya? Ingatkan lelaki itu bahwa dosen kampus tidak berhak untuk ikut campur dalam masalah pribadi mahasiswanya.

Melihat AlGar dan Bintang yang berjalan menuju ruang tamu Aiby langsung menutup pintu dengan kasar. Kemudian berlalu pergi menuju kamarnya. Tidak menghiraukan panggilan Bintang yang terkesan memerintah itu.

"Mau kemana kamu Aiby?"

Suara itu terdengar pelan namun tajam. Aiby berbalik. Ia sudah siap dengan jaket juga kunci mobilnya.

Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang