Selamat membaca
•••
"Loh tadi katanya mau pake sepeda?" tanya Mas Bintang--Astaga, rasanya aku ingin tertawa saja memanggilnya dengan sebutan 'mas' namun karena akad dadakan pagi tadi aku di paksa mama Gista memanggil suamiku tercinta ini dengan embel-embel seperti itu. Kata mama:
"Masa udah nikah masih aja panggil bapak. Mau kuliah juga kalau di kamar?"
Astaga, kalimat mama benar-benar membuatku merah padam. Siapa yang tidak malu jika di lontarkan kalimat seperti itu belum lagi tadi pagi aku membuat drama dengan menangis karena kesal akibat di bangunkan paksa oleh Gita dan Salsa, belum lagi pemberitahuan mereka tentang pernikahan dadakan itu.
Manusia mana yang tidak kesal setengah mati jika tiba-tiba diajak menikah dadakan seperti pagi tadi. Ucapanku yang hanya candaan tadi malam benar-benar di anggap serius dan di wujudkan pagi harinya.
Aku bahkan sempat kesal dan marah pada semua orang yang berkonspirasi di belakangku perihal pernikahan dadakan itu. Terpaksa, dengan wajah menahan kesal aku tetap saja duduk di samping dosen tampanku ini--mendengarkan ia berucap sumpah suci dengan wali nikah papa kandungku sendiri. Entah bagaimana cara lekaki itu mengumpulkan seluruh keluarga untuk acara itu. Aku saja sampai bingung sendiri.
"Hei kamu melamun?" Bintang melambaikan tangan di depan wajahku. Aku langsung cemberut kesal. Belum juga aku selesai menggerutu perihal akad dadakan pagi tadi Bintang sudah mengganggu saja.
"Masa naik ini? Kan gak ada boncengan belakangnya mas, mau gitu aku duduk di rodanya biar sekalian jadi rodanya?" tanyaku kesal. Sedari tadi aku dan suamiku ini ribut lagi perihal sepeda. Bintang dengan sikap yang tidak bisa di tebaknya akan mengajakku berkeliling kompleks dengan sepeda tanpa boncengan belakang. Masa iya aku yang sudah dandan cantik-cantik begini harus berdiri memegang pundaknya? Kan enggak banget, kalau tau begini gak usah dandan dong tadi, buat kesal saja.
"Kan biar romantis. Kamu pernah bilang bukan ingin persis seperti drama yang sering kamu tonton itu?" ucapnya dengan mengela nafas panjang. Aku sedikit membenarkan ucapan suamiku ini tapi--
"Iya deh tapi jangan ngebut ya, ini kalau aku jatuh kita malah gak jadi bulan madu nanti" ucapku yang langsung mendapat anggukan darinya.
"Hati-hati, eh-- kita jalan kaki aja gimana? Saya takut kamu malah jatuh"
Aku mengeram dalam hati. Wajah tampan Bintang tersenyum manis mempesona membuatku ingin berteriak kesal di hadapannya.
"Gimana sih katanya mau naik sepeda?" tanyaku sebal. Bintang malah tertawa pelan. Mengayuh sepedanya kemudian memarkirkannya kembali di garansi rumah. Melihat itu aku menatapnya bertambah kesal.
"Nanti kalau kamu jatuh saya yang repot" ucapnya dengan kerlingan jail. Aku yang melihat itu langsung merona--tau saja apa maksud dari ucapannya.
"Ini khawatir sama aku atau gak bulan madu?" tanyaku pura-pura kesal.
Bintang kembali tertawa. Aku merasa sedang melucu jika bersama Bintang. Lelaki ini sering sekali tertawa karna ucapanku. Mungkin saja aku cocok menjadi pelawak dia atas panggung hiburan.
"Saya khawatir dua-duanya. Tapi paling khawatir yang kedua!" ucapnya sedikit berbisik di dua kata terakhirnya.
Aku berdecak pelan. Kemudian menyembunyikan wajahku di kedua telapak tangan. Bintang tertawa lagi, kemudian menarik pinggangku agar mendekat.
"Panas ya kok kamu merah? Tapi sepertinya matahari sebentar lagi akan tenggelam" Goda suamiku yang bermulut madu ini. Aku tertawa pelan kemudian memukul kesal dada bidangnya yang sandar-able itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️
Humor{Romance-Komedi}~Bahasa santai, Enjoy this story guys😉 Judul Awal Aiby's little life. #Dosenseries "Pulang kemana pak? Ke rumah kita?" "Memangnya saya mau hidup sama kamu?" "Harus mau dong saya ini tipe orang yang tidak menerima penolakan!" "Pemaks...