(48) Special~Bintang Algate

2.7K 249 1
                                    

Selamat membaca

•••

Pindahan hari ini berjalan lancar walaupun ada sedikit kegaduhan antara aku dan isteri tercinta perihal bagaimana tata letak kamar kami. Dengan wajah sebal karena kalah debat pun aku hanya mengangguk lemah menyetujui bagaimana istriku menyusun kamar kami.

Di luar kamar ada mama papa juga ketiga orang tua isteriku yang membantu berbenah rumah. Gaberiel pun ikut membantu--katanya bantuan terakhir sebelum benar-benar melepas adik kesayangannya padaku.

Aku berjalan memasuki ruang kerjaku yang sudah di sulap rapi oleh Aiby. Semua barang di susun sesuai dengan kemauannya sendiri. Terlihat susunan komik dan beberapa novel yang ikut terpajang di perpustakaan kecilku. Ada pula beberapa buku kuliah yang isteriku letakkan disana. Sepertinya kata pribadi sudah berganti nama menjadi bersama.

"Mas Bintang" teriakan Aiby membuatku bergegas keluar dari ruang kerja menghampiri Aiby yang sedikit mengintip dari balik pintu kamar mandi.

Aku tersenyum miring saat melihatnya gugup. Astaga menggemaskan sekali isteriku ini padahal tanpa bersembunyi seperti itu aku sudah melihatnya. Astaga! Otakku sudah mulai berkeliaran lagi!

"Apa?" tanyaku sambil berdehem pelan. Terdengar decakan pelan dari Aiby yang masih bersembunyi di balik pintu.

"Ambilin baju tidur yang spongbob di lemari dong tadi salah ambil" ucapnya dengan wajah di buat memelas. Aku mengela nafas panjang kemudian menganggukkan kepala. Terkadang aku sering sekali tertipu dengan wajah cantik menggemaskan itu. Apalagi perihal debat mendebat--tau saja isteriku ini jika aku paling lemah dengan tatapan memelasnya.

"Yang warna apa?" tanyaku masih memilih pasangan baju yang sudah tersusun rapi di samping bajuku.

"Terserah aja. Buruan Mas aku udah kedinginan nih" ucapnya kesal. Aku hanya tertawa pelan kemudian menarik baju tidur berwarna pink sesuai sebutan isteriku.

"Yang lainnya udah belum?" tanyaku sambil menutup lemari.

"Jangan aneh-aneh ya mas ganteng, badanku udah mau patah nih situ ajak kelahi"

Aku tertawa keras kemudian mengangsurkan baju yang baru saja aku ambil. Ucapan dan bahasa yang di pakai istriku sangat-sangat menggemaskan. Astaga apa tadi, Kelahi? Bagaimana bisa? Ada-ada saja.

"Eh--mau ngapain?" Wajah panik Aiby membuatku menahan tawa. Aku mendorong sedikit pintu kamar mandinya, membuat isteriku kembali mendelik galak.

"Kan udah halal" dia berdecak kesal kemudian menatapku garang.

"Jangan buat keributan ya Mas, ini aku udah kedinginan pake banget" ucapnya menutup pintu dengan keras. Aku hanya tertawa saja kemudian keluar kamar menghampiri para orang tua yang sudah duduk manis di ruang tamu.

"Lama banget Bin? Habis ngapain?" celetuk Gaberiel dengan tatapan tengilnya. Aku hanya tersenyum tipis kemudian bergabung di sofa.

"Loh Al mana Bin? Katanya tadi mau buat taman kok gak muncul-muncul?" tanya mamaku.

"Masih mandi ma, tadi Al habis beresin kamar" jawabku dengan ringisan di ujung kalimatku.

"Beresin kamar atau hal yang lain?" goda papi Salendra--papi Raja juga Alm. Langit.

Aku hanya tersenyum kecil, tidak menjawab. Rasanya wajahku sampai telinga memerah sekarang. Astaga, kenapa aku seperti ini?

Beruntung godaan mereka terhenti karena Aiby muncul dengan senyum cerianya. Isteriku itu langsung ikut duduk di sisiku kemudian mengamati orang-orang di sekitarnya dengan alis bertaut bingung.

"Kok diam aja?" tanya nya sambil menatapku. Aku hanya menggelengkan kepala, bingung menjawab apa.

Melihat isteriku yang sudah berganti kostum aku hanya tersenyum tipis. Celana trening kebesaran, baju setengah lengan kemudian rambut panjangnya sudah ia gulung dengan rapi. Sepertinya ia sudah bersiap untuk membuat taman.

"Ayo katanya tadi ribut mau buat taman?" kata mama Lisson mencairkan suasana. Yang lainnya langsung tertawa, entah karena apa aku sendiri bingung dengan situasi ini.

"Yuk, loh Salsa sama Gita mana mam?" isteriku mengitari sekitar mencari kedua anak bandel serupa balita itu.

"Udah di taman, mungkin udah mulai pindai taman kamu" mendengar itu Aiby langsung mendelik tajam kemudian berlari kencang meninggalkan ruang tamu mencari kedua pembuat onar tersebut.

Aku hanya menggelengkan kepala saat melihat kedua mamaku ikut berlari. Semoga saja taman buatan isteriku dan kedua mamaku berjalan dengan lancar.

"Masih ngajar di kampus, Bin?" tanya papa Algar. Aku menganggukkan kepala, tersenyum sopan.

"Pegang perusahaan papa aja gimana? Di sana sahamnya sudah atas nama Aiby. Karena papa tau Aiby gak akan mau jadi gimana kalau kamu aja?" tawar papa mertua dengan senyum lebarnya.

Aku menyeritkan dahi.

"Atau mau ambil alih perusahaan papi aja?" tanya papi Salendra. Aku hanya meringis pelan.

"Wah tawaram bagus ini. Ayo Bintang kamu mau pilih yang mana?" tanya papaku sendiri.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Jujur aku bingung dengan situasi ini. Menjadi dosen dan memanfaatkan ilmu yang ku punya sudah menjadi cita-citaku sejak awal. Bertemu Aiby dan segala macam kerumitannya adalah serupa dengan perjalanan terjalnya. Meninggalkan kampus terkesan berat apalagi jika harus meninggalkan Aiby sendirian rasanya sangat tidak tenang.

"Saya sebentar lagi pensiun Pak Gar, jadi kemungkinan Bintang yang akan mengambil alih perusahaan saya. Namun jika Bintang tidak keberatan mungkin bisa menjalankan dua perusahaan sekaligus" ucap papa sambil melirikku. Aku hanya menggelengkan kepala pelan. Menjalankan satu saja belum tentu bisa bagaimana dengan dua?

"Wah bisa saja nanti bekerja sama dengan Gaberiel memimpin perusahaan kita--Raja juga sepertinya akan ikut serta" tambah papi Salendra. Aku hanya tersenyum sopan kemudian menyimak pembicaraan mereka seputar hobby dan bisnis.

📍📍📍

Aku menatap Gaberiel dengan alis bertaut bingung apalagi saat lelaki bule blasteran ini mengajakku bersalaman.

"Gue mau ngucapin banyak terimakasih. Semoga rumah tangga lo langgeng ya, aman, harus banyak stok sabar buat Aiby!" ucapnya. Aku tertawa pelan kemudian menganggukkan kepala.

"Lo juga cepetan nyusul. Keburu gue ada momongan lo udah jadi dipanggil om-om" ucapku dengan tertawa pelan. Gabe mendengkus kesal.

"Iya deh yang udah nikah ada teman tidur buat nananina. Lo jaga baik-baik adek gue Bin, itu kesayangan gue kalau lo lupa"

Aku tertawa lagi tidak lupa menganggukkan kepala.

"Pokoknya buat bahagia. Lo tau sendiri gimana masa sulit dia sebelum ketemu masa lalunya. Gue makasih banget lo udah berani ambil langkah secepat ini" ucapnya sambil menepuk bahuku. Aku menganggukkan kepala.

"Papa juga mau titip pesan deh" aku dan Gabe menoleh. Di ambang pintu balkon berdiri papa Gar dan papi Salendra. Sepertinya acara pagi ini selain pindah-pindah adalah pemberian pesan dan kesan untuk isteriku tercinta.

Aku cukup bahkan lebih dari cukup memiliki Aiby. Semoga semesta selalu menggiring langkah kami untuk tetap bersama, bahagia bersama keluarga kecil kami, aku dan Aiby Allison Gate.

📍📍📍

Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang