BAB 30: PEMBEBASAN

118 58 73
                                    

Setibanya Raymond di Kerajaan Amethyst, ia disambut secara khusus oleh Arthur.

"Selamat datang, Sahabatku," sapa Arthur begitu melihat Magnus tiba di halaman Kerajaan Amethyst.

"Halo, Arthur," balas Raymond sambil turun dari Magnus.

"Silakan masuk, Ray." Arthur menghampiri Raymond dan menepuk pundaknya. "Pengawal, bawa naga milik sahabatku ini ke kandang naga."

"Siap, Pangeran." Pengawal yang tadi berdiri di samping pintu utama langsung menaiki Magnus dengan sigap.

"Terima kasih telah menerimaku, Arthur. Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan dan kutanyakan," kata Raymond sambil berjalan memasuki Kerajaan Amethyst.

"Tanyakan saja, Ray." Arthur tersenyum. "Mau minum?"

Raymond melihat-lihat sekeliling. Ada satu tanda tanya besar dalam kepalanya saat ini, di mana kah Charlotte?

"Boleh," balas Raymond singkat.

"Pelayan, tolong ambilkan teh melati!" seru Arthur. Saat ini mereka berdua sedang duduk di ruang makan.

Ketika seorang pelayan membawakan dua cangkir teh melati untuk mereka, Raymond mulai bertanya pada Arthur.

"Sepi sekali kerajaan ini," kata Raymond memulai percakapan.

Tangan pelayan itu bergetar mendengar pernyataan Raymond. Pasalnya, para pelayan di Kerajaan Amethyst menyaksikan semua kengerian yang terjadi selama proses kudeta kemarin. Dan mereka diancam untuk tetap bungkam apabila tidak ingin kehilangan nyawa.

"Ah!" pekik Raymond karena tangan pelayan itu yang bergetar tidak sengaja menumpahkan teh melati panas pada lengan Raymond.

"Ma--maafkan hamba, Pangeran." Pelayan itu gelagapan dan langsung mengelap lengan Raymond dengan kain bersih.

"Astaga, lain kali hati-hati ya," kata Arthur sambil mengeraskan rahangnya. Ia masih mencoba memasang topeng ramahnya di hadapan Raymond.

"Maaf, Pangeran," kata pelayan itu ketakutan mendengar suara Arthur. Ia dan para pelayan lain sudah mengetahui seperti apa sifat asli Arthur.

"Tidak masalah, tidak masalah," kata Raymond dengan ramah.

"Kamu boleh kembali sekarang," perintah Arthur pada pelayan itu yang langsung lari tergopoh-gopoh meninggalkan mereka.

"Maafkan kelakuan pelayan itu ya," kata Arthur pada Raymond.

"Tidak masalah, betulan deh." Raymond terkekeh. "Ah, mari lanjutkan percakapan tadi."

Arthur mengangkat bahu. "Kerajaan Amethyst memang selalu sesepi ini kok."

"Ah, begitu." Raymond menggaruk tengkuknya. "Sebetulnya, yang ingin kutanyakan lebih penting dari sekadar basa basi tadi sih."

"Tanyakan saja," balas Arthur.

"Apa maksud Kerajaan Ruby menulis kalimat 'bersiaplah Kerajaan Sapphire' di selebaran itu?" tanya Raymond lugas.

"Oh, jadi kalian sudah menerima selebaran itu." Arthur terkekeh.

"Tentu saja," pekik Raymond tidak percaya. "Kalian mengirimkan itu dengan sihir tingkat lima. Bagaimana kami tidak baca?"

Arthur tertawa dan mengangkat bahunya cuek.

"Itu ide Ayahku. Beliau ingin kalian takluk pada kami, begitulah," kata Arthur berbohong.

"Tapi kamu tahu kan bahwa Ayahku juga sama keras kepalanya seperti Ayahmu? Ia tidak akan semudah itu takluk pada kalian," balas Raymond ragu.

Arthur mengangguk. "Aku tahu. Makanya menurutku itu hanya gertakan saja."

Crystallium ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang