Prolog

1.3K 49 0
                                    


Sebuah mobil sport berwarna merah metalik, berjalan lambat menembus macetnya kota Jakarta yang padat akan kendaraan.  Sesekali mobil itu berhenti karena padatnya kendaraan yang melintas.

Mengingat ini jam sibuk dimana semua orang keluar untuk memulai aktivitas membosankan di hari Senin, sesekali pengendara mobil itu memencet klakson tidak sabaran, berdecak sebal saat mobil di depannya tidak kunjung melajukan kendaraan padahal di depan sana lampu sudah berubah warna.

Sesekali ia melirik jam, Ahh...sial dia akan terlambat, salahkan juga dirinya yang telat tidur karena dirinya lebih memilih berkumpul dengan temannya dan pulang waktu subuh membuatnya kesiangan dan terjebak macet.

Saat kendaraan di depannya sudah melaju tanpa basa-basi pengendara mobil itu langsung membanting stir berlawanan arah dan menancap gas seperti orang kesetanan, tidak perduli saat mobil di belakangnya membunyikan klakson dengan membabi buta karena tindakkannya yang ugal-ugalan menyerobot dan menyelip tidak sabaran.

Setidaknya tindakan gilanya bisa membuatnya terbebas dari kemacetan yang membuat pusing kepala.

"Dasar tidak berguna." Ucapnya dingin sambil membetulkan kacamata hitam yang ia gunakan untuk menutupi matanya yang menghitam karena begadang, mengingat dia tidak sempat berhias, ohh...Jangankan berhias mengisi perutnya saja ia tak sempat, bagaimana ia bisa berhias sudah bisa membersihkan diri saja ia sudah bersyukur. Apalagi bisa sampai berhias, wahhh...Itu adalah sebuah keajaiban, menurutnya.

Tak lama ada ponselnya berbunyi, ia melirik sekilas tertera nama seseorang, ia berdecak sebal. Ini yang tidak ia suka sudah terlambat, tidak sempat berhias, tidak sempat mengisi perut dan harus ada menelpon.

Dengan malas ia menghubungkan ponselnya ke Dashboard mobilnya untuk memudahkannya, untung mobilnya ini bukan mobil murah jadi cukup untuk memudahkannya untuk menerima telpon untuk dirinya yang selalu lupa menaruh AirPodsnya, bahkan dirinya baru membeli tiga buah kemarin dan semuanya hilang entah kemana.

Saat telpon itu sudah terhubung suara teriakan seseorang mengemah di dalam mobilnya membuat dirinya terkejut tidak tahukah orang itu kalau dirinya mudah terkejut.

"Dasar bodoh! Kau ingin membunuhku!" Unjar pengemudi itu sambil melanjutkan lagi laju mobilnya yang sempat ia rem mendadak di tengah jalan, untung tidak terjadi tabrakan beruntun di belakang sana.

"Kau lama sekali mengangkat telpon, cepat jemput aku ini sudah siang!" Unjar seorang gadis di sebaran sana membuatnya mendelik.

"Kau pikir aku ini supir mu! Gunakan mobil sendiri jangan sampai ku bakar habis koleksi mobilmu itu beserta garasinya!" Unjar pengemudi itu dengan tajam, tapi ia malah mendengar suara kekehan ringan di seberang sana.

"Bakar saja aku sudah bosan, cepat kemari aku tidak suka menunggu!" Tak lama telpon terputus dan membuat pengendara itu naik pitam.

Tapi kemudian ia pun memutar mobilnya mengubah arahnya yang sudah separuh jalan. Mengabaikan beberapa pengendara yang marah saat dirinya seenak jidat berbelok tanpa menggunakan lampu sein.

"Akan ku bakar rumahnya!" Unjarnya pengendara itu dan melanjutkan mobilnya kearah perumahan mewah.

Tak butuh waktu lama ia sampai di sebuah rumah dengan gerbang tinggi berwarna putih di sana sudah ada seorang gadis berdiri dengan seragam sekolah lengkap, walaupun terlihat sedikit brantakan. Tapi itu adalah ciri khasnya.

Seorang gadis masuk dengan cengiran andalannya, setelah ia membuka pintu mobilnya membuatnya melotot tidak suka.

"10 menit, not bad untuk seorang ratu jalanan." Unjar gadis itu sambil menyilangkan kaki dan bersandar layaknya bos.

We Are Her MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang