SEVEN

14.6K 576 3
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote atau komen!

AUTHOR POV

"Makasih, lo udah mau nampung. Cewek kotor kaya gue!" ucap Yera tersenyum saat Dylan memasuki kamar yang akan ia tempati selama di rumah lelaki itu.

Keduanya telah sampai di rumah Dylan, lelaki itu tidak jadi membawanya ke apartemen. Takut orang tuanya tau, ia memilih membawa Yera ke rumahnya yang selama ini ia rahasiakan. Bisa ngawat sampai orang tuanya tau permasalahan yang di hadapi Yera.

Rumah yang baru 2 bulan selesai dibangun itu rencananya akan jadikan basecamp dengan sahabat-sahabatnya, agar bisa lebih nyaman saat bermain.

"Lo kaya sama siapa aja, Ra. Santai aja," jawab Dylan tersenyum.

"Gue bakal tinggal juga kok di sini. Jadi, kalau lo mau apa-apa bilang aja, 'kan ada gue?" lanjutnya membuat Yera tersenyum.

"Makasih, tapi maaf nih. Bukannya gue gak mau lo ada di sini. Kalau orang tua lo tau, lo ada di sini gimana?" tanya Yera membuat Dylan menghela napasnya.

"Orang tua gue 'kan sekarang udah pindah ke Singapura? Dia juga udah mutusin buat gue dan Nora tinggal di apartemen masing-masing, mereka bakalan ke Jakarta sebulan sekali itu pun ketemu di rumah. Sebulan sekali, karena setiap minggunya mereka punya urusan masing-masing. Lo tau 'kan nyokap gue selain jadi sekretaris bokap, dia juga seorang pengacara? Dan lo pasti tau Bokap sesibuk apa," jelas Dylan membuat Yera mengangguk, karena memang itu kenyataannya.

"Lo istirahat aja, jangan sampai kecapean. Gue keluar dulu, kalau mau apa-apa bilang aja. Nanti Bi Indem ke sini buat nyusun barang-barang lo!" Yera yang mendengarnya tersenyum sangat lebar ke arahnya, karena perhatian Dylan padanya.

Perempuan itu segera menepis pemikirannya jika Dylan peduli padanya, "Ingat Ra, Dylan bantuin lo karena kasian gak ada maksud lain! Jadi lo gak usah kepedean!"

"Makasih untuk bantuan lo! Lo udah mau numpangin gue! Gue gak tau mau balas kebaikan lo dengan apa," ucap Yera sambil menunduk sesekali mengelus perutnya.

Dylan yang melihat itu terdiam karena tindakan Yera yang cukup berani memegang perutnya di hadapannya, ia tanpa sadar tersenyum tipis. Senyuman yang sangat tipis, hanya dialah yang tau bahwa dia sedang tersenyum.

"Gue heran, kenapa Yera gak manggil gue dengan embel-embel Kak? Faktor hamil kali ya? Gak mungkin 'kan dia tau kejadian itu? Kalo pun tau pasti dia nuntun pertanggung jawaban," pikir Dylan yang masih setia melihat Yera mengelus perutnya.

Padahal sebelum kejadian itu terjadi, Yera selalu memanggilnya dengan Kak.

"Gue pergi dulu! Hati-hati lo di rumah. Bi Indem sekitar sejam lagi datang!" pesan Dylan yang langsung berlari kecil saat menuruni anak tangga, Yera yang melihat itu segera berbaring di kasurnya.

"Gue gak tau, rasa hormat gue hilang begitu aja terhadap Dylan. Kok gue jadi aneh gini sih?" tanyanya pada dirinya sendiri dengan tangan terus mengelus perutnya yang terlihat membuncit.

#####

"Udah, Bi. Makasih ya, Bi!" ucap Yera pada Bi Indem setelah membantu menyusun barang-barangnya.

"Iya, Non! Saya kembali ke dapur dulu, kalau ada apa-apa bilang aja, Non!" pamit Bi Indem membuat Yera mengangguk.

Bi Indem sudah bekerja dari saat rumah ini pertama kali selesai dibangun dengan perabotan yang lengkap di dalamnya.

Tetapi, Bi Indem belum berani tinggal di rumah itu. Hanya ia dan Pak Satpam yang akan tinggal, Dylan padahal memperbolehkan keluarganya tinggal di rumah itu. Apalagi kamar pembantu banyak dan tetap saja ia menolak.

Really Hate! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang