FIFTEEN

11.8K 417 7
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote atau komen!!

AUTHOR POV

Hari ke hari Aland dan Yera semakin dekat, mereka sering jalan berdua dan terkadang bertiga bersama Zean.

Sejak pertemuan mereka yang kurang berkesan. Aland berusaha mengenal sosok Yera lebih dalam dan sudah dua bulan lebih keduanya akrab.

"Om!" panggil Zean ketika Yera pergi ke dapur.

Ya, mereka berada di mansion milik Kean yang berada di Washington. Rumah yang tidak pernah digunakan dan Kean hanya akan menggunakannya saat ke negara itu. Walaupun tidak ada keluarganya yang tinggal di sana. Tetapi, ada para pelayan yang selalu bekerja di mansionnya itu.

"Ya, Zean?" ucap Aland sambil tersenyum membuat Zean ikut tersenyum.

"Boleh gak Jean panggil Om... Ayah," ucap anak lelaki itu setelah menjeda kata yang cukup sakral didengar Yera.

"Eh..."

"Gak boleh, ya Om? Maafin—,"

"Gak papa, Zean!" potong Aland membuat Zean yang menunduk langsung menatapnya.

"Benelan, Om?" tanyanya yang masih tidak percaya.

Aland yang mendengarnya terkekeh, ia membalasnya dengan senyuman.

"Makasih, Ayah!" ucap Zean memeluk Aland.

"Yes, boy!" jawab Aland yang ikut memeluk Zean.

'Aku gak tau apa yang terjadi sama kamu, tapi aku akan tetap menunggu kamu cerita yang sebenarnya,' batin pria itu sambil mengelus rambut hitam Zean.

Tanpa mereka berdua sadari, sedari tadi seseorang berdiri tidak jauh dari mereka berdua.

Seseorang itu adalah Yera. Ia menyaksikan semuanya dari Zean yang meminta Aland ia panggil Ayah.

Sebenarnya Yera hanya beralasan pergi ke dapur, ia seakan tau apa yang akan terjadi. Itulah mengapa, ia berpura-pura pergi, karena terlihat dari gelagat Zean saat diajak bermain.

Dan sesuai dugaannya, Zean ternyata mengatakan hal yang membuatnya sedikit sakit lahir dan batin.

"Jika saja dulu, kamu mengakui kesalahanmu. Mungkin, aku akan menerimamu. Dan maafkan Bunda Zean sudah membuatmu besar tanpa seorang Ayah," ucapnya sambil menyeka air matanya yang tiba-tiba keluar, rasanya sangat sakit hatinya mendengar semua hinaan, cacian, dan kebohongan yang disembunyikan rapat-rapat darinya.

Biarlah ia egois, karena seseorang yang tidak pantas dipanggil Ayah lebih egois darinya. Melakukan sesuatu dengan sesukanya tanpa mempertimbangkan dampak ke depannya.

#####

Yera sudah menidurkan Zean di kamarnya, wanita itu kembali duduk di sofa ruang keluarga yang di sana masih ada Aland.

Aland yang menyadari kehadiran Yera pun langsung berhenti memainkan handphone nya, "Mhmm, Lova!" panggilnya membuat Yera yang ingin membaca majalah pun diurungkan.

"Ya, kenapa Aland?" tanya Yera yang memang tidak memanggil Aland dengan sebutan Kak, karena lelaki itu tidak menyukainya.

"Maaf aku lancang, Zean sekarang meman—."

"Aku tau itu," potong Yera yang menghembuskan napasnya dengan kasar, "Maaf hal itu membuatmu tidak nyaman," lanjutnya dengan pandangan kosong ke arah TV yang menyala.

Aland yang mendengarnya cepat-cepat langsung berkata, "Gak, aku nyaman kok. Malah suka, dia boleh menganggapku Ayahnya. Aku gak mungkin menyia-nyiakan anak setampan dan sepintar Zean," ucapnya tulus membuat Yera menatapnya dengan senyuman.

Really Hate! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang