12

6.2K 748 91
                                        


~Enjoy it guys~

Seluruh siswa dan siswi SMA Yolanda berkumpul di lapangan indoor. Fano dan Sapta berdiri di barisan kelasnya berjejer dengan kelas lainnya. Fano menatap dengan gusar podium di depannya. Beberapa guru sedang berbincang dengan Kepala Sekolah.

"Lu kenapa keliatan gugup banget?" Tanya Sapta heran.

"Ah, em ga-gapapa." Jawab Fano sedikit tersenyum menanggapi.

"Emang hari ini ada pengumuman apa?" Tanya Sapta.

"Gak tau." Jawab Fano menangkat bahunya acuh.

"Sorry Sap, gua bohong." Gumam Fano dalam hati.

Pikirannya dipenuhi dengan ancaman papanya tadi malam. Kepala Sekolah harus menyebutkan namanya di pengumuman siswa yang akan mengikuti olimpiade matematika hari ini.

🌵🌵

"Selamat pagi." Ucapan itu membuyarkan lamunan Fano. Ia melihat pria berumur setengah abad yang tengah berdiri di depan podium dengan perasaan tidak tenang. Sesekali ia membasahi bibirnya yang terasa kering.

"Olimpiade matematika tingkat nasional tahun ini akan dilaksanakan satu bulan lagi. Akan ada bimbingan khusus untuk siswa dan siswi yang sudah terpilih. Bimbingan akan dilakukan mulai pekan depan." Jelas Kepala Sekolah itu, Pak Umar.

"Gila." Celetuk Sapta. Laki-laki itu pasti sudah menyerah dengan pelajaran berbau hitung-menghitung.

Dilahirkan di keluarga diplomat mungkin sebagian orang akan bangga karena bisa menjelajahi dunia. Tapi tidak dengan Sapta. Ia lebih memilih menggeluti hobinya sendiri dan menjauh dari urusan negara atau bisnis yang dirintis oleh papa dan kakaknya.

"Nama lu pasti disebut kok." Ucap Sapta saat menyadari satu hal kenapa Fano begitu gugup sedari tadi.

Semasa SMP, nama Delfano Azka Karelino seperti langganan yang terus berada di jajaran list siswa berprestasi.

"Kalau gak, gimana?" Tanya Fano menoleh kearah Sapta. Kepalanya terus memikirkan kemungkinan terburuk.

Kepala Sekolah mulai menyebutkan nama yang akan mengikuti seleksi untuk Olimpiade matematika. Dari 30 anak akan tersisa tiga anak yang akan maju ke perlombaan. Seleksi yang cukup ketat.

Sorakan semakin kencang saat Kepala Sekolah mulai menyebutkan nama ke urutan dua puluh. Banyak anak yang sibuk menyemangati teman sekelasnya yang berhasil lolos seleksi.

Fano menundukkan kepalanya. Ia memejamkan matanya saat kepala dirasa akan meledak begitu saja. Pandangannya perlahan berputar dan tubuhnya terasa ringan.

"Delfano Azka Karelino kelas X IPA 1." Ucapan itu sontak membuat Fano mengangkat kepalanya.

Sapta tersenyum bangga lalu merangkul bahu temannya.

Fano tersenyum tipis. Ia harus belajar lebih keras untuk olimpiade nanti. Ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

"Temen gua nih!" Seru Sapta bangga. Ia memamerkan Fano kepada seluruh mata yang memandang mereka.

"Dia pasti lolos seleksi!" Serunya lagi. Ia menoleh kearah Fano sekali lagi yang dibalas senyuman oleh temannya itu.

Seluruh teman sekelasnya mengucapkan selamat kepada Fano. Mereka turut berbahagia dan ikut memberikan semangat kepada Fano.

Sampai pada akhirnya, semua pandangan memburam.

BRUK

"FANO!" Seru Sapta panik.

Mata Fano tertutup rapat. Ia memberikan seluruh beban tubuhnya ke Sapta.

Beberapa anak laki-laki turut membantu Sapta untuk menolong Fano.

PERFECT?|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang