13

5.4K 671 85
                                    


~Enjoy it guys~

Fano masuk ke dalam halaman rumahnya setelah menyakinkan Sapta bahwa ia baik-baik saja.

Pihak sekolah memberikan Fano ijin untuk pulang lebih awal. Sedangkan Sapta harus kembali ke sekolah setelah mengantarkan Fano.

Laki-laki itu membuka pintu dengan pelan. Menutupnya kembali lalu melangkah untuk menaiki tangga menuju kamarnya.

"Begini kelakuanmu?" Ucapan menusuk itu membuat Fano menghentikan langkahnya saat ia menapak di anak tangga ketiga.

"Mama." Ucap Fano. Ia kembali menuruni tangga lalu berjalan dengan pelan kearah Anita.

PLAK

Tamparan menyakitkan kembali ia dapatkan.

"Ma." Kata Fano menatap Anita dengan pandangan terluka.

"Kenapa kamu sudah pulang?" Tanya Anita dengan nada dingin.

"Ak-aku sakit." Jawab Fano menundukkan kepala.

"Pihak sekolah menyuruhku untuk pulang lebih awal." Lanjut Fano berusaha menyakinkan. Ia memilin ujung jaket milik Sapta yang tadi ia pinjam.

"Banyak alasan!" Seru Anita marah. Suara wanita itu benar-benar terdengar sangat keras.

Fano memejamkan matanya erat saat suara mamanya menggema memenuhi ruangan.

"Ma-maaf." Ucap Fano terbata. Ia mengigit kuat bibirnya saat air mata sudah terkumpul di pelupuk mata.

"Pergilah! Wajahmu tidak enak dipandang!" Seru Anita.

Fano menundukkan kepalanya singkat sebagai bentuk hormat lalu berbalik ke belakang dan berjalan kearah tangga.

Seberapa kalipun, ia berusaha tidak sakit hati. Nyatanya ia tetap tidak terbiasa dengan ucapan menyayat yang dilontarkan oleh wanita yang telah melahirkannya.

Apa, kelahirannya memang sebuah petaka?

Apa, dia sungguh tidak berguna?

Dan, apa sebegitu menjijikkan dia?

Sampai-sampai semua keluarganya membencinya.

🌵🌵

Cklek

Fano membuka pintu kamarnya lalu membawa tungkai kaki masuk kedalam ruangan sebelum menutup pintunya kembali.

Ia meletakkan ransel diatas ranjang lalu melepas jaket milik Sapta dan menaruhnya di keranjang khusus pakaian kotor.

Tubuhnya ia dudukkan di kursi meja belajar. Kepalanya ia masukkan dilipatan tangan di atas meja. Memejamkan matanya saat tiba tiba pandangannya mulai kembali memburam.

Suara dentingan jam memenuhi ruangan sunyi itu untuk waktu yang lama. Bunyi nafas pendek seperti sebuah alunan musik yang mengiringi.

Setelah tiga puluh menit waktu berjalan, Fano menegakkan tubuhnya kembali. Tangannya sudah cukup kebas karena tadi menjadi tempat tumpuan kepala.

Tangan kirinya terulur kearah laci yang menyatu dengan meja belajar. Mengambil sebuah obat berbentuk salep berwarna putih.

Ia mengambil sebuah cermin kecil dan mengoleskan gel salepnya tepat di beberapa bagian di tepi mulut dan pipinya.

Setidaknya, ia menggunakan uang tabungannya untuk hal berguna. Menyisihkan sisa uangnya untuk membeli salep penghilang bekas luka, agar setidaknya luka itu tidak semakin parah. Terpenting, ia bisa menipu banyak orang jika dirinya baik-baik saja.

PERFECT?|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang