~Enjoy it guys~Fano keluar dari ruangan guru privatnya tepat pukul tujuh malam. Ia melangkah kearah lorong panjang yang akan mengantarkannya ke lift untuk sampai di lantai dasar.
Gedung khusus untuk kelas les privat rasanya sudah menjadi rumah kedua bagi laki-laki itu. Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu dari sore sampai malam hari di tempat bertingkat tinggi dengan bangunan berwarna putih yang mendominasi.
Sepanjang lorong yang dilengkapi lampu berwarna putih menerangi sepanjang lantai yang ia tapaki. Sesekali kepalanya menoleh kearah kanan dan kiri untuk sekedar melihat mading yang tertempel di dinding dengan sekilas.
Tidak banyak orang yang berlalu lalang di lantai empat, mungkin karena kebanyakan orang enggan untuk belajar sampai malam hari. Ia memasuki lift yang saat ini berada dihadapannya lalu menekan tombol untuk sampai ke lantai dasar.
Fano merapatkan jaket yang melekat pada tubuhnya saat angin berhembus semakin kencang. Rambut laki-laki itu tertiup angin yang membuat tatanan rambutnya berantakan. Ah, padahal tadi pagi ia sudah menata rambutnya sedemikian rupa. Sekarang ia berdiri di depan gedung les menunggu jemputan dengan beberapa orang disekitarnya yang juga memiliki niat yang sama.
Tangannya merogoh ke saku celana seragam yang dipakainya, mengambil ponsel untuk memberi kabar kepada sopir untuk segera menjemputnya. Layar handphone itu menyala, perhatiannya teralih ke notifikasi yang baru saja muncul. Pesan singkat dari Pak Eko muncul pada urutan teratas.
"Mas Fano, maaf tidak bisa menjemput. Bu Anita dan Mas Revan minta diantarkan ke mall. Apa Mas Fano mau menunggu saya atau naik taksi?"
Pesan singkat itu ia baca dengan cermat. Lantas tangannya mengetik di keyboard dengan cepat.
"Aku pulang sendiri aja Pak."
Setelah memastikan pesan yang ia ketik terkirim, ia mematikan handphonenya lalu memasukkan ke saku celana.
Langkah kakinya ia bawa untuk menuruni anak tangga berjumlah banyak dihadapannya. Lalu berbelok kearah kiri berjalan di trotoar yang terlihat ramai dilewati oleh banyak pejalan kaki.
🌵🌵
Suara lonceng terdengar saat ia membuka pintu salah satu cafe yang berjarak tidak jauh dari gedung lesnya. Pergi menuju meja kasir untuk memesan makanan dan minuman. Dirinya membalikkan badan dengan pandangan mengedar ke seluruh ruangan seperti menyeleksi tempat duduk mana yang cocok untuk ia tempati.
Meja bundar dilengkapi dengan dua kursi kayu bertempat di dekat jendela menjadi pilihannya. Ia duduk di kursi itu dengan ransel yang ia letakkan di kursi lain dihadapannya. Pemikiran spontan keluar dari otaknya saat ia melihat keadaan hiruk piruk jalanan diluar cafe.
Sapta. Ia harus menghubungi temannya itu.
"Lu ada dimana?"
Pesan singkat ia kirimkan tepat dua detik yang lalu.
"Permisi." Ucapan itu membuat Fano menoleh kearah sumber suara. Retinanya menangkap seorang pelayan yang membawa nampan berisi menu pesanannya.
"Ya." Balas Fano tersenyum singkat lalu memberikan ruang agar pelayan itu bisa meletakkan menu pesanan dirinya diatas meja.
Segelas cola dengan burger berukuran medium dan juga steak berbahan daging sapi menjadi pilihannya untuk makan malam. Ia menyeruput colanya perlahan lalu meletakkan kembali gelasnya keatas meja. Tanpa menunggu lama ia menyantap makanannya dengan khidmat.
Ting!
Suara notifikasi membuat kegiatan makan Fano terhenti. Ia mengambil ponsel yang terletak diatas meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Dla nastolatkówApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...