Kapan sih Fano bahagia?Oke, ada banyak komen serupa yang selalu muncul di tiap part bahkan sampai part 20 kemarin.
Terus terang, aku udah siapin scene "sad" apa saja yang ada di cerita ini. Bahkan sampai part dimana aku gak bisa nebak itu part berapa.
Dari awal, aku juga udah bilang. Entah kenapa aku suka siksa fano. Kata siksa disini ya karena aku sudah mempersiapkan banyak scene "sad" yang akan terjadi nanti.
Nah bagaimana dengan Fano yang ingin dibuat bahagia?
Biarkan otakku memikirkan itu dulu. Mohon pengertiannya. Aku akan mempersiapkan scene "happy" untuk fano tapi aku tidak bisa memastikan itu part keberapa.
Hanya saja, aku bisa memastikan jika fano akan mendapatkan kebahagiaannya. Mohon tunggu untuk beberapa waktu❤
~Enjoy it guys~
Kedua manik itu mengerjap pelan. Menegakkan punggungnya lalu bersandar pada pintu. Netranya menatap sekitar, memandang ke penjuru ruangan dimana ia berada. Nyatanya, dirinya masih ditempat yang sama. Artinya, kejadian yang ia alami juga bukan sekedar mimpi belaka.
Kedua tangannya terulur untuk memegang kepala, ia meringis saat rasa sakit kembali menyerang.
Pukul berapa ini?
Tanggal berapa? Dan hari apa?
Ia berusaha berdiri meski harus berpegangan pada meja terdekat. Membawa tungkai kakinya untuk ke tengah ruangan. Matanya menelisik berusaha mencari sedikit ventilasi. Ingin memastikan apa sekarang hari masih pagi atau sudah malam.
Ia membuka jaket saat rasa perih semakin menjadi karena barang itu menempel pada beberapa luka dipunggungnya.
Menyisakan baju seragam putih yang ternoda oleh bercak merah dimana-mana. Dirinya meletakkan jaket di atas meja yang berdebu. Mungkin, ia bisa mencuci setelah keluar dari ruangan ini.
Cklek
Suara pintu terbuka membuat dirinya segera berjalan kearah pintu yang berjarak lima langkah dari posisi awal.
"Mas Fano." Ucapan itu membuat Fano menghembuskan nafas lega. Setidaknya, masih ada orang yang tinggal dirumah ini yang menganggap keberadaannya.
"Bik Tini." Balas Fano dengan mengulas senyum tipis.
"Mari saya bantu." Ucap Bik Tini menghampiri Fano lalu membantu laki-laki itu untuk keluar dari gudang.
"Duduk dulu mas." Kata Bik Tini. Setelah memastikan Fano duduk dengan nyaman, dirinya segera membuat minum hangat beserta mengambil kotak obat.
"Mas Fano minum air hangat dulu." Lanjut Bik Tini menyerahkan gelas yang sedikit beruap. Tangan wanita itu dengan cekatan membuka kotak obat lalu mengobati beberapa luka yang ada di badan Fano.
"Setelah obatnya mulai kering, mas Fano mandi ya. Saya siapkan bajunya." Ucap Bik Tini. Ia menutup kotak obat lalu membuang beberapa kapas yang sudah terpakai ke tempat sampah terdekat.
"Iya Bik. Terima kasih." Balas Fano. Ia meletakkan gelas yang tinggal berisi setengah ke meja kecil yang ada di samping kanan.
"Saya siapkan makanan dulu mas." Ujar Bik Tini beranjak berdiri.
Setelah kepergian Bik Tini, Fano menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Meringis saat luka panjang di punggung menempel pada permukaan kayu. Kepalanya menengadah ke atas, memejamkan kedua matanya lalu mengambil nafas dengan teratur.
"Setelah ini apa yang berubah lagi dalam dirinya?"
Pikiran itu terlintas di benak Fano. Memorinya terbawa mundur saat mengingat momen dimana ia menjadi samsak oleh papanya sendiri. Terkurung di kamar mandi, dipukul, ditendang, dicekik, dicambuk, uang saku dipotong, dan sekarang? Dirinya harus tinggal di gudang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Fiksi RemajaApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...