37

4.5K 439 19
                                    


~Enjoy it guys~

Flashback On

Pria itu mengusap wajahnya gusar. Beberapa kali posisi duduknya berubah karena tak nyaman. Ia menatap pria lain dihadapannya dengan tatapan memelas.

"Pa, ini bukan saatnya memikirkan masa depan perusahaan." Kata Karel.

Ia berusaha membujuk papanya, pria paruh baya berumur 75 tahun itu menatapnya dengan intens.

"Tapi aku butuh regenerasi untuk kerajaan bisnisku." Kata Darius. Meski usianya tak lagi muda, entah kenapa setiap kalimat yang pria itu ucapkan seperti perintah mutlak tak terelak.

"Keadaan kedua anakku sedang tidak baik pa. Aku minta pengertiannya." Ucap Karel tanpa sadar menuntut. Beberapa waktu terakhir ini ia kalut, kantung mata terlihat jelas karena jam tidurnya yang berantakan.

"Aku sudah memperingatimu sejak dulu. Sejak kedua anakmu baru lahir, jika kau harus memilih salah satu diantara mereka." Kata Darius santai. Pria itu menyesap sebuah wine dengan pelan. Merasakan rasa cairan itu melewati tenggorokannya.

"Aku tak bisa memilih pa. Fano dan Faro itu berharga untukku." Keluh Karel, ia mengacak rambutnya frustasi.

"Harusnya kau sudah siap sejak dulu, bahwa hari ini akan datang juga." Darius berkata tanpa menanggapi keluhan anaknya. Baginya itu tak berguna.

Darius beranjak dari sofa, berjalan menuju kaca besar yang menyuguhkan gedung-gedung cakrawala dimana itu adalah anak perusahaannya. Jika cabang perusahaan bisnis pria itu sudah sedemikian rupa, maka bisa dibayangkan perusahaan utamanya sebesar dan semegah apa.

Benar, sifat keserakahan manusia benar-benar mengerikan.

"Akan kuberi kau tiga hari untuk memutuskan semua ini. Jika tidak, aku yang akan mengambil alih." Kata Darius.

"Biarkan Revan yang menggantikan perusahaan." Ucap Karel cepat.

"Aku yakin, jika Revan mampu membuat perusahaan papa menjadi lebih maju dari sekarang." Lanjut Karel. Ia mengucapkan apa saja yang ada dikepalanya.

"Kau menyuruhku untuk mewariskan semua kekayaan ini pada anak adopsi?" Kata Darius. Nada suaranya terlampau dingin.

Karel menunduk, berapa kalipun ia berdebat dengan papanya ia akan selalu kalah. Papanya terlampau keras kepala.

PLAK

Suara tamparan itu terdengar menggema. Rasa panas menjalar cepat di pipi kanannya. Karel mengusap pipinya dengan pelan sebelum menatap Darius.

"KAU BODOH ATAU TOLOL?!" Seruan Darius terdengar sangat keras.

"Kau ingin aku memberikan perusahaan pada anak tak jelas asal usulnya?" Darius mencengkram bahu anaknya. Menatapnya tajam dengan kedua alis menukik.

"Tiga hari, ingat itu." Kata Darius lalu beranjak pergi.

Mendengar pintu menutup, Karel mengembuskan nafasnya kasar. Ia memijit dahinya agar setidaknya sakit kepalanya mereda.

🌵

Karel tiba di Rumah Sakit jam sepuluh malam. Ia membuka ruang inap anaknya yang terletak dilantai dua.

Membuka pintu perlahan lalu menutupnya kembali. Melangkah dengan pelan agar tidak menganggu anak dan istrinya yang sudah terlelap.

Karel mendekati Revan yang tidur di sofa lalu memperbaiki selimut anaknya. Tangannya ia bawa mengusap rambut anak itu. Hatinya bergumam maaf beberapa kali saat ingatannya ia bawa mundur saat bertemu dengan sang ayah tadi sore.

PERFECT?|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang