Maaf baru hari ini update. Karena kemarin masih 800 words. Sedangkan aku biasanya publish setelah 1000-3000 lebih words. Mohon pengertiannya😊
~Enjoy it guys~
Tidak terasa Olimpiade Matematika akan dilaksanakan tiga hari lagi. Dari tiga puluh siswa terseleksi hanya ada tiga orang yang terpilih untuk mengikuti Olimpiade.
Fano, Revan, dan Bayu. Mungkin pihak sekolah sengaja memilih masing-masing siswa perwakilan dari setiap tingkat kelas.
Sudah sepantasnya untuk bersyukur dan berbangga diri karena sebentar lagi akan mengharumkan nama sekolah. Tapi, tidak jarang juga jika mereka bahkan harus lebih extra untuk belajar.
Sudah satu bulan ini Fano menghabiskan waktu istirahatnya untuk ke perpustakaan. Ia hanya akan mampir sebentar ke Ruang Osis untuk memakan bekalnya lalu kembali ke ruangan berisi banyak buku itu.
Seperti saat ini, laki-laki itu membawa tungkai kakinya ke koridor untuk menuju perpustakaan. Melewati sejumlah siswa-siswi dari berbagai kelas yang sedang duduk bersantai di depan kelas menikmati waktu istirahat.
"Fan!" Seruan itu membuat Fano menghentikan langkah dan memandang sekitar mencari sumber suara.
"Kenapa bang?" Tanya Fano bingung saat Abay menghampirinya dengan berlari.
"Lu mau kemana?" Tanya Abay penasaran.
"Ke perpus. Kenapa?" Tanya Fano mengangkat sebelah alisnya.
"Gua ikut kalau gitu." Jawab Abay dengan mengambil langkah terlebih dahulu.
"Kena setan apa sampai lu mau ke perpus?" Tanya Fano melirik kearah kakak kelasnya sekilas.
"Sialan!" Seru Abay dengan meninju pelan lengan Fano yang dibalas kekehan oleh laki-laki itu.
Jangan kira Ketua Osis dari SMA Yolanda adalah seorang yang kutu buku. Abay terpilih dari pemilihan Ketua Osis tahun lalu mungkin hanya karena beruntung. Kalimat itu selalu menjadi bahan olokan dari Fano yang berhasil membuat Abay naik pitam.
🌵🌵
"Lu udah siap untuk Olimpiade tiga hari lagi?" Tanya Abay dengan membuka pintu perpustakaan berdaun ganda.
"Siap gak siap harus siap kan?" Tanya Fano membalikkan ucapan.
"Ya emang harus gitu." Jawab Abay. Ia menelusuri rak-rak raksasa di depannya.
"Tapi lu udah cukup hebat karena berhasil masuk ke tiga besar ini." Komentar Abay.
"Gua belum hebat kalau belum pegang piala juara satu nanti." Balas Fano. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celana. Matanya sibuk menelisik judul-judul buku yang ia lewati.
"Gak perlu jadi juara satu buat dibilang hebat." Koreksi Abay. Ia membalikkan badan kebelakang untuk melihat adik kelasnya.
"Sama seperti ungkapan pintar dan cerdas." Ucap Abay.
"Pintar dan cerdas itu terdengar sama di telinga, tapi kalau ditelaah lebih dalam pasti akan tau perbedaannya. Pintar berlaku untuk seorang yang bisa menguasai bidangnya. Sedangkan cerdas berlaku untuk seorang yang bisa menemukan hal baru di bidangnya." Lanjut Abay.
"Sekarang tinggal lu yang mau jadi seorang yang pintar atau cerdas."
Abay menarik kursi kayu yang tidak jauh dari posisinya. Fano menyusul dengan mengambil duduk di sebelah kiri laki-laki itu.
"Kalau lu pilih yang mana?" Tanya Fano menoleh kearah Abay.
"Gua pilih cerdas." Jawab Abay mantap. Ia menatap lurus kedepan melihat hamparan rumput yang ditumbuhi banyak bunga yang sengaja ditanam oleh pihak sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Teen FictionApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...