Kalau ada typo, koreksi yaa😄
~Enjoy it guys~
Sepasang kaki itu sedari tadi tidak berhenti bergerak kesana-kemari. Beberapa kali kepalanya menoleh kedalam ruangan yang bahkan tidak seorang pun keluar dari sana untuk memberikannya kabar sejak 30 menit yang lalu. Kedua iris matanya bergerak cemas. Decakan kesal dari mulutnya terdengar bahkan sampai ratusan kali.
"Bang!" Seruan itu membuat laki-laki yang sejak tadi kalut dalam pikirannya menoleh ke belakang.
"Keadaan Fano gimana?" Tanya Sapta dengan sedikit berlari untuk menghampiri kakak kelasnya.
"Masih diperiksa dokter." Jawab Abay.
"Kenapa dia bisa pingsan sih bang?" Tanya Sapta heran. Ia menaikkan nada suaranya, rasa kesal yang menumpuk dihatinya sudah meluap-luap.
Ia sangat cemas dan khawatir. Kakaknya memberikan kabar jika tadi ia memberi tumpangan ke Fano saat menemukan adik dari temannya itu berjalan di tepi trotoar dengan penampilan berantakan serta muka yang sudah pucat.
"Tadi dia telat, jadi dihukum. Gua gak tau kejadian sebenarnya. Waktu gua lewat tepi lapangan, detik itu juga Fano pingsan." Jawab Abay menjelaskan.
"Selama gua kenal Fano, dia gak pernah pingsan bang. Dia jarang sakit." Ucap Sapta pelan. Suaranya berdecit, dadanya sesak. Rasanya air mata sudah mengumpul di pelupuk matanya siap untuk ditumpahkan. Katakan saja cengeng, ia tidak peduli.
Cklek
Suara pintu membuat atensi mereka sontak menatap orang dibaliknya. Jantung mereka berdebar cepat sirat akan khawatir terlukis jelas di muka keduanya.
"Dok, keadaan Fano bagaimana?" Tanya Abay pertama kali.
"Pasien mengalami dehidrasi dan kekurangan nutrisi. Penyebab makan, minum, dan istirahat tidak teratur bisa menjadi faktor utama. Daya tahan tubuhnya juga menurun, bisa dikarenakan terlalu memaksakan tenaga, tanpa sadar bahwa itu sudah melewati batas." Jelas Dokter berkacamata.
"Apa Fano perlu rawat inap?" Tanya Sapta.
"Tidak perlu. Hanya menunggu cairan infus habis, lalu bisa pulang. Saya sudah meresepkan beberapa obat yang harus dikonsumsi pasien sampai habis." Jawab Dokter bername tag Arya itu.
"Baik Dokter, terima kasih." Balas Sapta sedikit membungkukkan tubuhnya tanda hormat.
"Sama-sama. Kalian bisa menemui pasien saat ini." Sahut Dokter itu lalu berpamit pergi meninggalkan ruangan UGD.
Sapta dan Abay masuk ke dalam UGD, melangkah pelan berusaha untuk tidak membuat suara gaduh. Menghentikan langkahnya saat sudah berada di ranjang Fano. Laki-laki itu tidur dengan damai, sirat pucat masih menghiasi wajahnya. Telapak tangan kanannya terpasang apik jarum infus.
"Administrasi gimana bang?" Tanya Sapta memecah keheningan. Ia baru sadar, jika tidak ada guru yang menemani mereka.
"Tadi udah diurus Kepala Sekolah. Beliau gak bisa tinggal disini lebih lama, karena ada rapat penting di sekolah." Jawab Abay yang dibalas anggukan oleh Sapta.
"Lu bawa mobil kan kesini?" Tanya Abay memastikan.
"Iya." Jawab Sapta singkat.
"Udah ijin ke guru kalau mau nyusul Fano kesini?" Tanya Abay lagi. Ia harus memastikan adik kelasnya itu untuk tidak membolos pelajaran.
"Udah bang." Jawab Sapta.
"Lu bisa antar Fano ke rumahnya? Gua ada urusan." Ucap Abay.
"Bisa kok, tenang aja." Jawab Sapta mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Teen FictionApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...