~Enjoy it guys~Fano duduk diantara deretan kursi yang terletak di gate keberangkatan. Ia melirik jam tangan yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Setengah jam lagi, pesawat rute jakarta-Zurich akan berangkat.
Ya, tujuannya adalah kota Zurich, wilayah terbesar di Swiss. Segala keindahan dapat ditemukan di setiap sudut kota itu. Gedung-gedung bersejarah, museum, gereja berarsitektur unik, tempat belanja eksklusif, taman-taman kota, serta kawasan perairan yang ditata dengan apik. Itulah kenapa Zurich disebut sebagai kota semua musim, karena kota itu dapat dikunjungi kapan saja.
Fano membuka resleting ransel yang ada dipangkuannya. Mengambil ponsel yang sudah beberapa hari ini tidak tersentuh. Membuka aplikasi chat untuk mengirimi pesan singkat pada orang terdekatnya.
Pesan itu sudah terkirim ke Revan, mengatakan jika dirinya sudah ada di bandara dan akan berangkat sebentar lagi. Setelah tidak ada tanda jika Revan akan membalas pesannya dengan cepat, Fano beralih mengetik pesan untuk Abay. Berpamitan pada kakak kelasnya itu dengan kalimat singkat. Mengatakan jika tidak perlu khawatir karena ia akan baik-baik saja dan akan memamerkan segala keindahan kota Zurich sesampainya ia disana.
Fano mengetuk-etukkan jarinya di layar ponsel, raut mukanya terlihat bimbang beberapa saat sebelum akhirnya kembali mengetik di ponsel pintarnya. Ia membuka ruang obrolan milik Sapta, berpamitan jika dirinya akan pergi ke Swiss tepatnya ke Zurich untuk menemui Fano. Ya Fano, teman Sapta bukan dirinya.
Ia mengetik lumayan panjang, mengucapkan permintaan maaf dan rasa sesalnya. Tak lupa, ia juga berterima kasih karena Sapta sudah sudi berteman dengannya sampai beberapa hari terakhir.
Selanjutnya ia mengirimkan pesan untuk Dimas. Mengucapkan segala bentuk terima kasih karena sudah bersamanya beberapa waktu terakhir. Memberikan kamar untuk dihuni berdua, berbagi mangga saat pohon itu berbuah lebat di halaman belakang, dan berangkat sekolah bersama. Tidak lupa ia mengharapkan doa terbaik dan ucapan terima kasihnya untuk Pak Haryo dan Bu Wati karena sudah merawatnya belakangan ini.
Pemberitahuan tentang keberangkatan pesawat yang akan mengantarkan penumpang ke Swiss terdengar di setiap sudut bandara. Fano beranjak berdiri, memasukkan ponselnya ke saku celana lalu meraih ransel dan menggendongnya di kedua bahu. Terakhir, ia menyeret sebuah koper berukuran sedang berwarna hitam. Koper berstiker sketsa gitar yang ia tempel saat pertama kali membeli benda itu.
Fano masuk ke dalam pesawat bersama tiga puluh delapan penumpang lainnya. Mereka akan melakukan perjalanan udara selama kurang lebih 16 jam tanpa transit. Fano duduk di kursi yang sudah tertera di boarding pass yang ia miliki.
Seorang asisten pilot berbicara, mengucapkan selamat siang dan berakhir dengan kalimat selamat menikmati penerbangan. Beberapa pramugari, yang Fano hitung sekitar lima orang bergerak untuk membantu penumpang yang terlihat kesulitan dan memastikan jika penumpang sudah dalam posisi aman.
Tidak lama kemudian, pesawat berwarna putih bereksterior megah itu meninggalkan landasan.
Fano duduk didekat jendela, dalam hatinya ia mengucapkan selamat tinggal pada segala hiruk pikuk kota Jakarta. Fano menyadarkan punggungnya pada kursi saat seorang pramugari menyajikan minuman serta camilan pembuka.
"Terima kasih." Kata Fano dengan senyuman hangat yang terbit di bibirnya.
🌵🌵
Revan membeku saat ia membuka pintu kamar ruang inapnya. Bibirnya kilu, tak sanggup untuk mengucap sepatah kata pun.
Revan memundurkan langkahnya saat sosok didepannya melangkah maju. Ia mengedarkan pandangannya dengan panik, ia tak bisa kabur. Sial!
Dalam hatinya ia mengumpat karena tidak mendapat celah untuk keluar dari ruangan itu. Ruangan yang berubah menjadi mencekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Teen FictionApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...